Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan telah mengatur secara rigid tentang ketentuan waktu kerja yang harus dilaksanakan oleh pengusaha sebagai pemberi kerja dalam melaksanakan operasional perusahaan.
Dalam pasal 77 ayat (2) undang-undang ini disebutkan bahwa waktu kerja tersebut meliputi 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari atau 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam satu minggu.
Atau 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) har kerja dalam satu minggu.
Namun pada kenyataannya undang-undang atau aturan dibuat untuk dilanggar oleh pihak-pihak yang berkewajiban melaksanakan apa yang menjadi perintah dari suatu aturan.
Secara substansial, isi dari setiap undang-undang atau aturan itu  pada dasarnya sangat baik namun dalam tataran implementasi dan pengawasan oleh pihak pemerintah khususnya lembaga penegak hukum sangat lemah.
Lemahnya dalam level pengawasan dan penegakan peraturan perundang-undangan, kerap kali menjadi celah bagi pihak-pihak tertentu untuk tidak melaksanakan secara sempurna seperti apa yang diperintahkan oleh aturan itu.
Banyak perusahaan atau pengusaha yang abai terhadap ketentuan tentang aturan waktu kerja bagi setiap pekerja atau buruh yang sudah jelas sekali diatur tentang hak-hak yang harus diterima dan diberikan kepada pekerja.
Seperti misalnya seorang pekerja sebut saja pekerja salah satu perusahaan swasta yang bekerja selama 5 hari selama seminggu atau 8 (delapan) jam setiap harinya. Dalam praktiknya, penerapan disiplin tentang jam kerja hanya berlaku bagi waktu atau jam kerja masuk kantor.
Atasan atau pimpinan begitu ketat memberlakukan punishment bagi karyawannya yang tidak disiplin dalam hal jam masuk kantor. seperti contohnya salah satu perusahaan yang menerapkan masuk kantor pukul 08.00 WIB, ketika ada karyawannya yang tidak tepat waktu masuk kantor pagi hari nya, pimpinan akan dengan tegas memberikan peringatan untuk tidak mengulangi perbuatan nya telat kantor dan diharapkan untuk hari berikutnya dapat datang masuk kantor tepat waktu sesuai jam kerja yang ditentukan.
Justru sebaliknya, ketika sudah menjadi hak karyawan untuk pulang kantor karena dia sudah memenuhi waktu kerja yang ditentukan selama 8 (delapan) jam setiap hari, pimpinan kerap kali abai untuk menerapkan disiplin pada saat jam pulang kantor telah tiba sebagaimana diterapkan pada saat waktu masuk kantor.
Atasan nya terkadang menahan-nahan karyawan itu untuk tidak terlalu terburu-buru pulang walaupun memang sudah waktunya jam pulang kantor. tentu ini tidak adil ketika pimpinan atau perusahaan tidak menerapkan hal kedisiplinan yang sama pada jam masuk dan jam pulang.
Pimpinan lebih memliki kecenderungan untuk memberikan punishment ketika si karyawan memiliki kesalahan tidak bisa tepat waktu untuk masuk kantor. mengabaikan apa yang menjadi hak karyawan dalam hal waktu kerja adalah merupakan bentuk sebuah pelanggaran terhadap aturan undang-undang yang mengatur waktu kerja.
Tentu kondisi ini memiliki potensi untuk bisa dituntut oleh karyawan dengan alasan tidak diterapkannya secara baik apa yang menjadi perintah undang-undang yang mengatur waktu kerja.
Teringat cerita seorang teman yang bekerja di salah satu perusahaan perbankan, yang mempunyai keluhan terkait waktu atau jam kerja yang tidak adil. dalam keluh kesahnya, teman saya itu masuk kantor setiap harinya masuk pukul 07.30 dan bekerja selama 8 jam selama 5 hari dalam seminggu.
Ketika teman saya itu pernah telat masuk kantor, pimpinan atau kepala cabangnya kerap kali memarahi dan tidak segan-segan menyindir di depan teman-teman kantornya pada saat briefing pagi berlangsung.
Dan apabila telat masuk kantor dilakukan 3 kali berturut-turut maka pimpinannya akan memberikan coaching atau peringatan yang bisa berakibat punishment berupa surat peringatan (SP) 1.
Sebaliknya, setiap kali jam kantor sudah waktunya pulang, teman saya ini tidak pernah berani pulang tepat waktu karena ada rasa takut apabila disindir oleh kepala cabangnya. Dan selalu pulang apabila sudah melewati jam waktu pulang dengan kata lain selalu pulang diatas jam 17.00.
dan kerap kali pimpinan atau kepala cabangnya selalu menyindir apabila teman saya itu pulang tepat waktu. Dalam sindirannya, kepala cabang nya selalu mengatakan "Cepat sekali pulang" kepadanya  setiap kali teman saya itu pulang tepat waktu pukul 17.00.
demi menghindari sindiran dari kepala cabangnya, satu-satunya cara yang dia lakukan adalah pulang setelah melewatkan 30 menit atau 1 (satu) jam dari waktu pulang kerja. sehingga setiap harinya dia sudah bekerja selama 8 jam lebih atau bahkan 9 jam tanpa dihitung lembur atau dengan kata lain telah melebihi dari ketentuan waktu kerja yaitu selama 8 jam.
Tentu sindirian-sindiran ini bisa dikatakan sebagai tindakan bullying oleh atasan kepada teman saya dan karyawan yang lainnya yang setiap kali pulang kerja tepat waktu dan hal ini tidak baik dalam sebuah ekosistem hubungan kerja yang tidak baik.
Ini adalah bentuk ketidakadilan yang dialami oleh teman saya karena pimpinannya tidak bisa berlaku secara fair kepada karyawannya, bisa menerapkan disiplin pada saat jam masuk kantor bahkan memberikan punishment kepada karyawan yang telat masuk kantor tetapi tidak bisa menerapkan disiplin pada saat jam pulang kantor.
Mungkin kondisi penerapan waktu atau jam kerja yang kerap kali dilanggar dan cenderung dianggap sebagai tindakan bullying seperti yang dialami oleh teman saya, bisa juga dialami oleh karyawan di perusahaan lain.
Hal ini harus menjadi perhatian dari pemerintah yang menangani masalah ketenagakerjaan atau lembaga penegak hukum untuk lebih tegas dan ketat dalam tataran pengawasan dan penegakan hukum atas tindakan yang melanggar aturan yang sudah ditetapkan.
Ini semata-mata bertujuan untuk memberi rasa adil kepada karyawan untuk bisa diperlakukan sebagaimana mestinya sesuai dengan hak asasi yang diberikan oleh konstitusi kepadanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H