Mohon tunggu...
Hery Sinaga
Hery Sinaga Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Negeri Sipil

-Penulis konten -saat ini sedang suka-sukanya menggeluti public speaking -Sedang menyelesaikan buku motivasi -karya novel : Keluargaku Rumahku (lagi pengajuan ke penerbit)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Awas, Hati-hati dengan Gejala "Phubbing" yang Menggurita

23 Januari 2021   23:21 Diperbarui: 24 Januari 2021   00:08 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena yang terjadi, masing-masing sibuk dengan smartphone nya. Mereka lebih menikmati berselancar di media sosial atau sekedar browsing di internet. Tidak ada lagi komunikasi yang hangat.

Phubbing tidak juga terjadi di kalangan anggota keluarga sebagai inti utama dalam sebuah kehidupan. Dalam kehidupan perteman atau relasi dengan teman kantor, fenomena phubbing juga sudah sering terjadi.

Perilaku yang menyebalkan ini, sayangnya, jadi sangat umum sekarang. Sebuah survei di AS menemukan, 17 persen orang melakukan phubbing setidaknya 4 kali sehari. Sekitar 32 persen responden merasa setidaknya 2 atau 3 kali sehari diabaikan orang lain karena lawan bicara mereka terfokus pada ponselnya.(sumber: klasika.kompas.id)

Hal ini juga pernah saya alami. Ketika itu, teman saya mengirimkan pesan melalui Whatsapp. Dalam pesannya dia mengajak saya untuk kopdar di coffe shop tempat kami biasa nongkrong. Namun ketika kami sudah bertemu, teman saya ini sepertinya sibuk dengan smartphone nya sendiri.

Dan yang paling parahnya lagi, ketika saya bicara perhatiannya hanya fokus kepada ponselnya. Aku perhatikan jari-jemarinya bergerak cepat diatas layar smartphonenya. Mungkin dia sedang mengetik pesan yang mau di kirimkan kepada seseorang.

Dalam hati aku merasa, kalau seperti ini kejadiannya, mending tidak usah saja ngajak jumpa sedari awal kalau toh akhirnya hanya sibuk sendiri dengan gawainya.

Dan akhirnya saya pun hanya diam saja menikmati kopi. Sambil memperhatikan perangai teman saya itu yang masih asyik dengan ponselnya. Walaupun sesekali dia memulai pembicaraan lebih dulu. Namun dipertengahan pembicaraan tetap juga perhatiaannya lebih banyak kepada ponselnya.

Ini lah akibat apabila seseorang itu sudah memiliki kecintaan terhadap gawai yang tidak dapat dibatasi. Akhirnya dia tidak bisa lepas dari ponselnya. Sepertinya kalau tidak megang HP atau membuka media sosial sebentar saja rasa-rasanya ada yang kurang atau ada perasaan tidak puas.

Bukan hanya saya saja, mungkin banyak yang mengalami hal serupa di luar sana. Pada saat kumpul bersama teman-teman atau keluarga, awal dari pembicaraan memang berjalan sebagaimana mestinya. Namun tidak berselang lama kemudian, masing-masing akan kehabisan kata-kata atau topik pembicaraan dan setiap gerak tangan akan tertuju kepada ponsel.

Lalu kemudian jari-jari menari-nari di layar kaca ponsel. Berselancar di media sosial sampai tidak terasa waktu kebersamaan itu bubar tidak ada artinya sama sekali.

Makin mengguritanya gejala phubbing ini dalam kehidupan sehari-hari manusia, ternyata tidak menyadarkan manusia itu sendiri bahwa ini adalah sebuah masalah sosial yang serius yang apabila tidak dibatasi tentu akan berbahaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun