Semua orang tua di dunia ini pasti mengharapkan anaknya akan meraih kesuksesan dikehidupannya kelak. Pertanyaan tentang cita-cita nantinya mau jadi apa merupakan hal wajib yang ditanyakan orangtua kepada anaknya.
Mulai dari polisi, tentara,, pilot, insinyur , pegawai negeri hingga dokter adalah jawaban polos dari si anak tentang pekerjaan yang akan dicapainya kelak. Tidak tau dari mana dan mendasari jawaban itu muncul secara spontan. Apakah karena pekerjaan diatas adalah jenis pekerjaan yang mempunyai seragam yang mudah dikenal dan diingat. Namun yang pasti profesi-profesi diatas seakan sudah terpatri di benak anak-anak pada saat itu.
Orangtua akan berusaha untuk membantu anak-anaknya untuk meraih cita-citanya dengan memenuhi kebutuhan pendidikan formal disekolah. Entah bagaimanapun itu caranya. Setiap orangtua mengharapkan anak-anaknya pintar dalam mata pelajaran matematika sebagai bekal utama untuk bisa meraih cita-cita yang sebagaimana dilukiskan dalam benaknya.
Menurut Pew Research, generasi Z adalah orang yang lahir setelah tahun 1997 yang tumbuh dengan tekmologi , internet, media sosial. Lahir dan berkembang di era teknologi digital menjadikan generasi z sebagai pecandu teknologi dan cenderung anti sosial.
Tahun 2018 Alvara Research Center bersama IDN Media melakukan riset bersama untuk memotret perilaku generasi milenial di berbagai bidang kehidupan. Hasil riset itu kemudian diterbitkan dalam sebuah laporan yang bertajuk “Indonesia Millennial Report 2019”.
Dalam kajian sebelumnya, ditemukan sembilan perilaku utama generasi milenial Indonesia, yaitu kecanduan Internet, loyalitas rendah, cashless, kerja cerdas dan cepat, multitasking, suka jalan-jalan, cuek dengan politik, suka berbagi, dan yang terakhir kepemilikan terhadap barang rendah.
Menurut data Badan Pusat Statistik, di Indonesia secara populasi generasi Z adalah yang terbanyak. Jumlahnya mencapai 72,8 juta (27 persen) dari 267 juta penduduk Indonesia pada 2019. Sedangkan milenial mencapai 66,7 juta (25 persen), dan gen-X jumlahnya mencapai 21 persen dari total populasi.
Populasi dengan jumlah sebanyak itu, memberikan peluang kepada generasi z untuk menjadi pelaku pembangunan dan menjadi angkatan kerja pada tahun 2030 sampai 2040 dimana Indonesia mengalami bonus demografi yang mana jumlah usia produktif lebih banyak populasinya di banding dengan jumlah usia tidak produktif.
Apabila tidak diantisipasi dan dipersiapkan dan dimanfaatkan secara baik maka indonesia tidak akan bisa mengambil keuntungan dari bonus demografi dimaksud.
Lantas, masih relevankah cita-cita itu hingga saat ini?
Pertanyaan itu patut kita kaji relevansinya ditengah kemajuan teknologi digital dan lahirnya generasi Z yang menggantikan generasi-generasi sebelumnya (generasi baby boomers, generasi X, generasi Y).