Segilintir sejarah itu, setelah ku cermati. Ternyata itulah yang mereka cari, itulah yang diharapkan para sponsor ini. Sebuah kemajuan bagi Indonesia, kebangkitan yang nyata. Uang yang mereka keluarkan tidaklah seberapa dibandingkan dengan hadirnya sebuah negeri yang makmur, tentram dan damai.Â
Aku bisa katakan, apa yang mereka berikan adalah sebuah titipan yang harus dikembalikan di kemudian hari. Apakah dengan uang? tidak, sungguh kerdil jika menilai segala sesuatu dengan uang. Mereka berharap lebih, mereka yakin apa yang mereka beri akan menjadi pondasi kokoh untuk indonesia yang lebih baik.Â
Nah, setelah kudapatkan jawaban atas pertanyaan tesebut. Ku mulai dihantui oleh pertanyaan lainnya. Apakah mereka para penerima beasiswa tersebut sudah membayar titipan tersebut? sudahkan utang itu terbayar? apakah Indonesia sudah menjadi lebih baik?
Teman-teman, mungkin hanya pemahaman ku yang terlalu sempit dan lemah tapi aku memandang bahwa kebanyakan mereka para penerima beasiswa telah melupakan utang mereka. Sebut saja Beasiswa Bidik Misi, negara bertanggung jawab penuh atas pembiayan pesertanya selama menempuh masa kuliah.Â
Mulai dari SPP, uang saku, hingga asrama. Tetapi kebanyakan mereka, tentu berdasarkan pandangan lemah ku, menghabiskan masa kuliahnya tanpa sedikitpun berkontribusi untuk negeri, mereka sering acuh tak acuh dengan keadaan negeri, menghamburkan uang saku untuk menikmati masa-masa mudanya.
Bahkan banyak juga dari mereka yang pada dasarnya orang berada tetapi mendapatkan beasiswa tersebut, mereka mampu dan bahkan berlebihan tetapi dengan mudahnya menerima beasiswa tersebut. Lantas, bagaimana yang lain? yang lebih pantas mendapatkannya?
Tidak hanya Bidik Misi, jujur aku adalah salah satu penerima Beasiswa yang lumayan bermanfaat bernama Kader Surau. Aku tidak perlu lagi membayar SPP yang tergolong tinggi bagi keluargaku, aku mendapatkan uang saku yang berlebihan setiap bulannya, aku juga mendapatkan asrama yang nyaman beserta berbagai macam pembinaan yang sangat bermanfaat. Namun, kembali kutemukan.Â
Mereka yang tidur di bawah atap yang sama denganku ternyata adalah orang-orang yang ku sebut LINTAH. Mungkin ini adalah murni perasaan pribadiku, tetapi aku tidak bisa menyangkal bahwa mereka lebih mengutamakan hak daripada kewajiban. Dasar Lintah pikirku, menyedot tanpa kontribusi.
Tulisan ku ini bisa jadi pelampiasan keluh kesahku di asrama, tapi aku yakin beasiswa ada bukan untuk di sia-siakan. Sebegitu besarnya uang yang dikucurkan, namun jika yang dihasilkan hanyalah Lintah-lintah yang siap menyedot sumber lain dikemudian hari maka sudah dipastikan itu akan menjadi Useless.
Beasiswa bagi para Lintah ini tidak lebih hanya sebagai penambah pundi-pundi kesenagan untuk menikmati masa-masa mudanya. Tidaklah mereka berpikir untuk mengupgrade diri dengan segala fasilitas yang telah disediakan, padahal mereka dituntut untuk berkontribusi setelah kembali ke masyarakat.
Ku tegaskan, merupakan hal yang sia-sia bagi sponsor beasiswa jika tidak mampu menelurkan manusia-manusia yang berkualitas dan peduli akan kemajuan bangsa. Bisa dibayangkan, Pemerintah mengeluarkan setidaknya sebesar Rp. 55 Triliun untuk Beasiswa LPDP dan sekitar Rp. 12,4 Triliun untuk Beasiswa Bidik Misi.Â