Bangsa ini harus belajar bagaimana caranya bangkit dari kekalahan masa lalu. Jangan biasakan jadi bangsa cengeng, kalo menang euphoria berlebihan dimana-mana, seolah dunia telah ada dalam genggaman kita.
Jika kalah, malah menangis sesengukan, di lapangan, di tribun penonton, di depan TV di rumah masing-masing, ada yang mengamuk di stadion, meyalahkan wasit dan hakim garis lah.....cari-cari kambing hitam.
Budaya seperti ini telah terbukti membuat sepakbola Indonesia jalan di tempat.
Suka tidak suka, PSSI sebagai pembina persepakbolaan Indonesia yang tertinggi otoritas nya, harus mendengarkan nasihat Menpora Roy Suryo, "Kembalikan para pemain timnas U-19 ke klub masing-masing", tempa mereka dalam kompetisi Liga Indonesia, agar matang dalam empat tahun ke depan.
Ada apa sih emapt tahun lagi?
Ya, seperti yang telah ditetapkan pada Sidang Komite Olimpiade Asia (OCA) bersamaan dengan pelaksanaan Asian Games 2014 di Incheon, Korsel September lalu, maka Indonesia dengan kota Jakarta, Palembang, dan Bandung ditetapkan sebagai Tuan Rumah ASIAN GAMES 2018.
Sebagai tuan rumah, tentunya selayaknyalah kita mengirimkan wakil untuk bertanding pada cabang paling bergengsi di pesta olahraga terbesar kedua setelah Olimpiade tersebut, yaitu sepakbola.
Apalagi sebagi tuan rumah, Indonesia kemungkinan akan langsung lolos ke babak penyisihan tanpa harus melalui kualifikasi lagi.
Bagaimana dengan mimpi Piala Dunia U-20 yang pupus?
Kali ini jika Evan Dimas, atau siapapun yang terpilih menjadi pemain timnas U-23 Asian Games 2018 nanti, mampu menembus babak semifinal, maka bonus nya adalah turnamen sepakbola yang lebih besar gengsinya daripada Piala Dunia U-20, karena kemungkinan hadirnya bintang-bintang sepakbola senior tingkat dunia.....yaitu sepakbola Olimpiade Tokyo 2020 !
Belajar dari kebangkitan Thailand