Di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), reformasi birokrasi mengalami transformasi. Jokowi, dengan slogan "Revolusi Mental," menekankan pentingnya perubahan pola pikir dan budaya kerja birokrat. Pemerintahannya berfokus pada tiga pilar utama: integritas, etos kerja, dan gotong royong.Â
Salah satu langkah penting yang diambil oleh pemerintahan Jokowi adalah penerapan sistem e-Government secara lebih luas untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi. Penggunaan teknologi dalam administrasi publik membantu mengurangi birokrasi yang berbelit-belit dan mempercepat proses pelayanan publik. Misalnya, implementasi Sistem Informasi Kepegawaian Nasional (SIMPEG) dan Sistem Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) telah membantu meningkatkan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya manusia dan proses pengadaan barang/jasa pemerintah.
Selain itu, upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dan akuntabilitas instansi pemerintah terus dilakukan. Pemerintah juga meluncurkan berbagai inisiatif untuk meningkatkan kemudahan berusaha di Indonesia. Berdasarkan laporan Bank Dunia, peringkat kemudahan berusaha Indonesia meningkat dari peringkat 120 pada tahun 2016 menjadi peringkat 73 pada tahun 2019, melansir bisnis.tempo.co (25/10/2023). Hal ini mencerminkan adanya perbaikan dalam regulasi dan birokrasi yang mendukung iklim usaha yang lebih kondusif.
Kebijakan dan PeraturanÂ
Reformasi birokrasi di Indonesia merupakan kebutuhan mendesak untuk membentuk pemerintahan yang lebih efektif, efisien, dan akuntabel. Salah satu kebijakan utama dalam upaya ini adalah Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi Indonesia 2010-2025. Kebijakan ini menjadi landasan bagi upaya sistematis dalam memperbaiki tata kelola pemerintahan, mencerminkan komitmen pemerintah untuk menciptakan birokrasi yang lebih transparan dan responsif.
Grand Design Reformasi Birokrasi mencakup sembilan program percepatan yang mencakup berbagai aspek penting, seperti penataan struktur birokrasi, pengembangan sistem e-Government, dan peningkatan akuntabilitas aparatur (Rabhy, 2022). Program-program ini dirancang untuk mengubah birokrasi yang sebelumnya berbelit-belit menjadi lebih ramping dan efisien. Melalui penataan struktur birokrasi, pemerintah berupaya mengurangi tumpang tindih fungsi dan meningkatkan efisiensi operasional, sehingga pelayanan publik dapat dilakukan dengan lebih cepat dan tepat sasaran.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan tonggak penting dalam reformasi birokrasi di Indonesia. Undang-undang ini mengatur manajemen ASN yang berbasis pada prinsip meritokrasi, di mana pengangkatan, penempatan, dan promosi dilakukan berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja. Langkah ini merupakan kemajuan dalam mengurangi praktik KKN yang sebelumnya merajalela dalam birokrasi, memastikan bahwa hanya individu yang kompeten dan berintegritas yang menduduki posisi strategis.
Implementasi dari UU ASN dapat dilihat dalam pengembangan Sistem Informasi Kepegawaian Nasional (SIMPEG), yang memungkinkan pengelolaan data kepegawaian secara terintegrasi dan transparan. Selain itu, pemerintah telah memperkenalkan sistem seleksi dan promosi terbuka untuk memastikan bahwa ASN yang dipilih adalah yang benar-benar memenuhi syarat dan kompeten. Upaya ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk meningkatkan profesionalisme dan kualitas pelayanan publik.
Untuk mempercepat proses reformasi birokrasi, pemerintah menyusun Program Percepatan Reformasi Birokrasi yang mencakup sembilan program percepatan yang telah ditetapkan pada tahun 2012, melansir nasional.kompas.com (02/07/2022). Program-program tersebut meliputi: penataan struktur birokrasi, penataan jumlah, kualitas, dan distribusi PNS, sistem seleksi dan promosi terbuka, profesionalisasi PNS, pengembangan sistem elektronik pemerintah (e-government), penyederhanaan perizinan usaha, peningkatan transparansi dan akuntabilitas aparatur, peningkatan kesejahteraan PNS, serta efisiensi penggunaan fasilitas, sarana, dan prasarana kerja PNS.
Contoh keberhasilan dari program ini adalah peningkatan peringkat Indonesia dalam Indeks Kemudahan Berusaha (Ease of Doing Business), dari peringkat 91 pada tahun 2016 menjadi peringkat 73 pada tahun 2019 (Oktaviana, 2022). Peningkatan ini menunjukkan bahwa upaya reformasi birokrasi telah menghasilkan dampak positif dalam menciptakan iklim usaha yang lebih baik dan lebih menarik bagi investor, membuktikan bahwa reformasi birokrasi bukan hanya sebuah retorika, tetapi sebuah langkah menuju perubahan yang lebih baik.
Tantangan Reformasi BirokrasiÂ