Mohon tunggu...
Heru Wahyudi
Heru Wahyudi Mohon Tunggu... Dosen - Lecture

Musafir

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kuliah Mahal, tapi Gajinya Sama?

23 Mei 2024   16:46 Diperbarui: 23 Mei 2024   21:16 1436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi para pencari kerja di Ibukota (Sumber : megapolitan.kompas.com)

Perubahan pasar kerja yang dipicu oleh teknologi dan globalisasi, turut memperkuat argumen tersebut. Keterampilan teknis dan pengalaman sering kali lebih dihargai daripada pendidikan formal, sehingga memicu keraguan terhadap relevansi pendidikan tinggi.

Para ahli pendidikan, seperti Ken Robinson, dalam bukunya " Creative Schools: The Grassroots Revolution That's Transforming Education" (2015), berpendapat bahwa sistem pendidikan saat ini terlalu fokus pada gelar dan akademik, mengabaikan potensi kreativitas dan keterampilan praktis siswa. Robinson mengajak untuk mendesain ulang sistem pendidikan agar lebih fleksibel dan relevan dengan kebutuhan dunia nyata.

Pandangan orang tua terhadap kuliah pun beragam. Banyak orang tua masih percaya bahwa gelar sarjana adalah jaminan kesuksesan anak-anak, melihat pendidikan tinggi sebagai investasi jangka panjang. Kendati, ada juga orang tua yang mulai mempertimbangkan alternatif lain, seperti pendidikan vokasi atau program pelatihan kerja, yang dapat memberikan keterampilan yang lebih langsung diterapkan.

Sementara itu, pandangan siswa terhadap kuliah bervariasi. Sebagian siswa merasa tertekan untuk masuk perguruan tinggi karena tekanan sosial dan harapan orang tua. Ada siswa yang melihat peluang di luar jalur akademik tradisional, seperti berwirausaha atau mengikuti kursus keterampilan tertentu yang langsung relevan dengan pekerjaan yang diinginkannya.

Perdebatan mengenai peran pendidikan tinggi dalam mencapai kesuksesan karir masih terus berlanjut. Di tengah keragaman pandangan dan argumen, penting untuk mempertimbangkan berbagai faktor dan pilihan yang tersedia. Individu perlu mengevaluasi diri, minat, dan tujuan karir untuk menentukan jalur yang paling tepat untuk mencapai kesuksesan.

Pendidikan Vokasi, Soft Skills, dan Integrasi Teknologi

Pendidikan berbasis keterampilan, atau vocational training, telah jadi fokus utama dalam upaya menjembatani kesenjangan antara dunia pendidikan dan kebutuhan pasar kerja. Pendekatan ini dirancang untuk membekali siswa dengan keterampilan praktis yang dapat langsung diaplikasikan di dunia kerja. 

Di Indonesia, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menjadi contoh dari implementasi ini, menawarkan berbagai program yang mempersiapkan siswa untuk berbagai profesi teknis dan industri.

Menurut data Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) tahun 2023, lulusan SMK memiliki peluang kerja yang cukup tinggi, khususnya di sektor industri dan manufaktur. 

Hal ini dibuktikan dengan banyaknya siswa yang mengikuti program pelatihan di bidang teknik otomotif, teknologi informasi, dan pariwisata yang mendapatkan pekerjaan dengan cepat setelah lulus. Pendidikan berbasis keterampilan ini tidak hanya meningkatkan daya saing (employability) tetapi juga membantu siswa memahami dan merespon kebutuhan industri secara langsung.

Di samping keterampilan teknis, pengembangan soft skills seperti komunikasi, kerja tim, dan pemecahan masalah menjadi semakin penting. Dalam dunia kerja yang dinamis dan kolaboratif, kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain dan menyelesaikan masalah secara efektif adalah kunci kesuksesan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun