politik sibuk melakukan kerja -kerja politik. Ganjar Pemilu 2024 sudah di depan mata. Dibutuhkan agenda dan kegiatan politik yang luar biasa untuk menjadi pemenangan pemilu baik di level pileg dan pilpres .
Wajar jika saat ini eliteSeusai melakukan pertemuan politik dengan  Muhaimin Iskandar , Ketua DPP PDIP Puan Maharani pada hari sama bergegas melanjutkan kunjungan politik ke Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.
Kedua Elite Partai ini bertemu di kediaman Airlangga Hartarto di  Jalan Tirtayasa Raya No. 32, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis kemarin, 27 Juli 2023.
 Sebagai bagian kejutan politik Airlangga memberikan buket bunga berwarna merah dan kuning kepada Ketua DPP PDIP Puan Maharani yang disebutnya bunga politik.
 Hadiah bunga untuk Puan Maharani sebagai upaya mempererat hubungan Golkar dan PDIP secara emosional. Alhasil upaya pemberian bunga politik itu berakhir dengan disetujuinya Komunike bersama untuk  pembentukan tim teknis kedua partai.
Dalam situasi dan tempat yang sama, Puan Maharani menyambut  adik pemberian Bungan tersebut dan dikatakan  Puan  bunga politik  itu menjadi tanda dimulainya jalinan komunikasi dan kebersamaan antar-kedua partai politik Golkar dan PDIP.
Puan berharap banyak jika pemberian bunga politik tesebut dilihat sengaja tanda cinta, artinya tanda bahwa kita merasa punya hati yang sama.
Puan berharap  kerja sama politik dapat berlanjut sampai 14 Februari 2024. Seperti diketahui jika KPU sudah menentukan jadwal resmi  pemungutan suara pemilu pada  tanggal 14 Februari merupakan hari pemungutan suara Pemilu 2024.
Lantas seperti apa kerja sama politik yang diharapkan oleh Golkar dan PDIP ditengah kemelut ketidakjelasan Koalisi partai dan juga penentuan Capres -Cawapres ? Benarkah Airlangga Hartarto sedang meminta suaka politik ke PDIP ?
Golkar sebenarnya sudah terlebih dahulu tergabung dengan PAN dan PPP dalam Koalisi Indonesia Bersatu ( KIB). Namun KIB saat ini tidak produktif bahkan condong dikatakan sedang lumpuh secara politik paska PPP menyeberang ke PDIP untuk melakukan dukungan Pencapresan Ganjar Pranowo.
 Posisi Golkar dan PAN sampai saat ini masih ngambang untuk menentukan arah dan dukungan partai dan  koalisinya pada capres tertentu.
Dalam internal KIB sendiri terjadi perpecahan penentuannya untuk merger dengan Koalisi partai lainnya.
 Faktanya KIB sudah lumpuh secara kebijakkan, diperkirakan sudah tidak mampu untuk mengusung  capres sendiri. Gagasan Pembentukan poros baru Golkar dan PAN yang menduetkan Airlangga Hartarto dan Zulkifli Hasan kandas.
Airlangga sendiri sesuai amanat Munas Golkar harus menjadikan dirinya menjadi capres atau cawapres. Tentunya ini menjadi beban berat bagi Golkar dan juga Airlangga Hartarto.
Dari sisi performa politik Airlangga Hartarto justru dikatakan jeblok alias minim prestasi. Gagalnya Airlangga Hartarto menjadi bagian capres atau cawapres menjadi tolok ukur prestasi puncak pencapaian politik. Ketum Golkar ini gagal juga meyakinkan KIB untuk mengusung dirinya menjadi capres atau cawapres.
Indikator kegagalan Airlangga yang paling merugikan partai ketiga elektabilitas Golkar harus terperosok ke angka satu digit.
Airlangga Hartarto saat ini sedang di goyang. Â Partai Golkar digoyang isu Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) untuk menggantikan Ketua Umum Airlangga Hartarto.
Bahkan ada sejumlah kader Golkar menyatakan siap maju jadi Ketua Umum Partai Golkar menggantikan Airlangga Hartarto, lewat mekanisme Munaslub.
Salah satunya, elektabilitas Airlangga yang rendah, meski sudah diamanatkan menjadi Capres sejak munas tahun 2019.
Hal ini dibuktikan oleh hasil beberapa lembaga survei menyatakan elektabilitas Airlangga sebagai calon presiden (capres) tak pernah menyentuh posisi lima besar teratas.
Contoh beberapa hasil survei yang memberikan petunjuk jika elektabilitas Airlangga Hartarto sangat memprihatinkan.
Hasil dari Lembaga Survei Indonesia (LSI),
Dilakukan sepanjang 12-17 April 2023 melibatkan 1.220 responden dengan margin of error sebesar +/-2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Prabowo Subianto 28,3 persen
Ganjar Pranowo 27,3 persen
Anies Baswedan 21 persen
Ridwan Kamil 7 persen
Agus Harimurti Yudhoyono 2,8 persen
Sandiaga Uno 2,3 persen
Erick Thohir 2,1 persen
Puan Maharani 1,1 persen
Airlangga Hartarto 0,7 persen
Muhaimin Iskandar 0,5 persen
Tidak jawab 6,9 persen
Dari hasil tesebut , Â LSI juga melihat elektabilitas Airlangga di deretan tokoh cawapres hanya berada di posisi 10 dari simulasi 17 nama. Airlangga hanya meraih elektabilitas sebesar 1,6 persen di posisi cawapres.
Ia kalah dari Ridwan Kamil yang berada di posisi pertama dengan 19,5 persen. Kemudian disusul Sandiaga Uno dengan 14,4 persen dan AHY dengan 11,6 persen.
Kajian survey dari Indikator Politik Indonesia,
Survei 26-30 Mei melibatkan 1.230 responden. Margin of error survei diperkirakan 2.9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Prabowo Subianto 29,1 persen
Ganjar Pranowo 26,1 persen
Anies Baswedan 13,2 persen
Ridwan Kamil 7,4 persen
Erick Thohir 5,1 persen
Sandiaga Uno 2,6 persen
Agus Harimurti Yudhoyono 1,9 persen
Puan Maharani 1,4 persen
Airlangga Hartarto 0,7 persen
Muhaimin Iskandar 0,7 persen
Elektabilitas yang jeblok dan juga isu pendongkelan jabatan sebagai Ketua Umum Golkar  akhirnya menyebabkan posisi tawar politik Airlangga Hartarto sudah down grade alias sudah longsor dititik paling rendah.
Airlangga Hartarto direndahkan dari sisi kegagalan pencapaian politik. Menurut  Kepala Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Golkar Nusron Wahid mengatakan Ketua Umum Airlangga Hartarto tidak mutlak diusung sebagai calon presiden atau calon wakil presiden di 2024.
Pernyataan dari Nusron tersebut jelas sudah melecehkan jabatan Airlangga Hartarto sebagai Calon presiden berdasarkan Munas namun dirinya gagal mencapainya.
Nusron Wahid justru  mengusulkan agar partai mempertimbangkan nama Ridwan Kamil dan Gibran Rakabuming Raka. Demikian pernyataan  Nusron dalam keterangan tertulis, Jumat (28/7).
Jika dalam perkembangan politik ke depan ternyata benar Golkar menyatakan bergabung bersama PDIP Â artinya dipastikan juga ada deal politik tertentu di luar konteks pemilu.
Perlu diketahui jika pemanggilan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus dugaan korupsi terkait perizinan ekspor CPO atau minyak goreng, dinilai bukan hal biasa, namun juga sarat kepentingan politik. Karenanya sudah benar kiranya Airlangga Hartarto harus selesaikan dan menuntaskannya melalui lobi dan kerja politik.
Pertanyaannya, apa yang menjadi kekuatan politik PDIP sehingga bisa menjadi payung perlindungan untuk Airlangga Hartarto dari proses hukum yang sedang melekat pada dirinya ?
Â
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H