Dari hasil tesebut , Â LSI juga melihat elektabilitas Airlangga di deretan tokoh cawapres hanya berada di posisi 10 dari simulasi 17 nama. Airlangga hanya meraih elektabilitas sebesar 1,6 persen di posisi cawapres.
Ia kalah dari Ridwan Kamil yang berada di posisi pertama dengan 19,5 persen. Kemudian disusul Sandiaga Uno dengan 14,4 persen dan AHY dengan 11,6 persen.
Kajian survey dari Indikator Politik Indonesia,
Survei 26-30 Mei melibatkan 1.230 responden. Margin of error survei diperkirakan 2.9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Prabowo Subianto 29,1 persen
Ganjar Pranowo 26,1 persen
Anies Baswedan 13,2 persen
Ridwan Kamil 7,4 persen
Erick Thohir 5,1 persen
Sandiaga Uno 2,6 persen
Agus Harimurti Yudhoyono 1,9 persen
Puan Maharani 1,4 persen
Airlangga Hartarto 0,7 persen
Muhaimin Iskandar 0,7 persen
Elektabilitas yang jeblok dan juga isu pendongkelan jabatan sebagai Ketua Umum Golkar  akhirnya menyebabkan posisi tawar politik Airlangga Hartarto sudah down grade alias sudah longsor dititik paling rendah.
Airlangga Hartarto direndahkan dari sisi kegagalan pencapaian politik. Menurut  Kepala Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Golkar Nusron Wahid mengatakan Ketua Umum Airlangga Hartarto tidak mutlak diusung sebagai calon presiden atau calon wakil presiden di 2024.
Pernyataan dari Nusron tersebut jelas sudah melecehkan jabatan Airlangga Hartarto sebagai Calon presiden berdasarkan Munas namun dirinya gagal mencapainya.
Nusron Wahid justru  mengusulkan agar partai mempertimbangkan nama Ridwan Kamil dan Gibran Rakabuming Raka. Demikian pernyataan  Nusron dalam keterangan tertulis, Jumat (28/7).
Jika dalam perkembangan politik ke depan ternyata benar Golkar menyatakan bergabung bersama PDIP Â artinya dipastikan juga ada deal politik tertentu di luar konteks pemilu.
Perlu diketahui jika pemanggilan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus dugaan korupsi terkait perizinan ekspor CPO atau minyak goreng, dinilai bukan hal biasa, namun juga sarat kepentingan politik. Karenanya sudah benar kiranya Airlangga Hartarto harus selesaikan dan menuntaskannya melalui lobi dan kerja politik.
Pertanyaannya, apa yang menjadi kekuatan politik PDIP sehingga bisa menjadi payung perlindungan untuk Airlangga Hartarto dari proses hukum yang sedang melekat pada dirinya ?
Â