Mohon tunggu...
Heru Subagia
Heru Subagia Mohon Tunggu... Relawan - Aktivis Kegiatan UMKM ,Relawan Sosial dan Politik
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis adalah media ekspresi tampa batas,eksplorasi dan eksploitasi imajiner yang membahagiakan . Menulis harus tetap bertangung jawap secara individu dan di muka umum. . Hobi menulis disela -sela kesibukan menjaga toko ,mengurus bisnis ,berkegiatan di umkm dan politik dan bisnis. Lingkungan hidup juga menjadi topik utana bagi penulis untuk advokasi publik berkaitan isu isu penyelamatan dan pelestarian alam . Mari kita gemar menulis , mendobrok tradisi ,menambah literasi dan menggugat zona nyaman berbagai kehidupan .

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Memburu Alasan Mengapa Para Nominator Capres Bisu atas Kenaikan BBM Bersubsidi

5 September 2022   11:57 Diperbarui: 5 September 2022   12:55 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Dijadikan Capres 2024  Oleh  Masyarakat Tetapi Bungkam Saat BBM Naik, Why? 

Menyoal kenaikan BBM dan matinya empati dan simpati Calon Presiden 2024.Harusnya tiba pada gilirannya rakyat  membutuhkan pembelaan dan dukungan penuh atas derita dan nasibnya yang termarjinalkan akibat paket kebijakan sesat kebijakan ekonomi  oleh pemerintahan.

Kenaikan BBM subsidi per 3 September 2022 menjadi mimpi buruk dan petaka bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Ironinya, merekalah rakyat yang bakal terdampak tersebut secara bersamaan saat ini sedang mencari harapan dan impian baru bagi sosok pemimpin Indonesia untuk 2024.

Dalam satu tahun terakhir ini, isu calon presiden dan wakilnya sudah mulai panas ,baik dalam level elite partai atau level akar rumput. Antara rakyat dan parpol sudah mulai menggeliat  mengkampanyekan figur yang akan menjadi calon presiden paska jabatan Jokowi habis di tahun 2024.

Muncullah belasan tokoh-tokoh daerah atau pusat yang sudah atau dalam proses dukungan  mendeklarasikan sebagai capres. Mereka baik individu dan tim suksesnya sudah mulai bersaing dan telah melibatkan sumber daya dukungan dari tim relawan capres  masing- masing.

Bertebaran  nama- nama capres yang diusung dari berbagi kluster masyarakat. Ada kluster kepala daerah seperti Ganjar Pranowo ,Anies Bawesdan dan Ridwan Kamil.

Kluster Parpol muncul nama Airlangga Hartato,puan Maharani,Muhaimin Iskandar dan Prabowo Subianto. Erik Thohir dan Sandiaga Uno juga bagian dari capres papan tengah yang mewakili kluster profesional sekaligus kluster menteri aktif dalam Kabinet Jokowi.        

Penulis sangat terheran - heran dan merasa kan keanehan di mana saat ini sedang terjadi hiruk pikuk isu kenaikan BBM ,justru dirasakan sepi dan miskin berita kegiatan para capres tersebut. Kemana saja  Capres yang selama sudah mendapatkan legitimasi dan dukungan  lebih dari masyarakat?

Rakyat sudah total berjuang untuk capres impiannnya.Bahkan masyarakat sudah menyatakan klaim kemenangan bagi capres idolanya dalam pilpres 2024. Mereka sudah mematok kavling kursi presiden. Bahkan ada Capres dengan perjuangan relawan telah   menjadi langganan puncak elektabilitas capres.

 Keramaian dan serba serbi pencapresan semakin bergairah berkat dukungan  heroiknya  para relawannya yang juga ngak kalah militan dukung capresnya.

 Pada saat ini bencana ekonomi yang akan berdampak pada  kehidupan pribadi  para relawan dan masyarakat umum. Tinggal nunggu waktu dan hari saja , sepertinya malapetaka sosial dan ekonomi akan pecah dan melanda Indonesia. Masyarakat harus berani ambil resiko penyelamatan dirinya dari bahaya tersebut.

Jika para calon  presiden ini redup dan tiarap dalam menyingkapi isu kenaikan BBM , tentunya embrio harapan akan pemimpin yang bertanggung jawap dan berpihak pada rakyat akan segera sirna.Hiruk pikuk harapan masa depan Indonesia tidak dimulai dengan sikap peduli oleh calon pemimpinnya yang diusung.

 Ternyata mereka  mandul dalam tataran isu pergerakan, perjuangan untuk membela hak- hak sipil masyarakat. Telah menjadi kenyataan besar bahwa kesenjangan harapan dan praktek langsung dari seorang pemimpin itu ternyata nihil.

 Hanya euforia Indonesia akan kemilau dan kuat dengan pemimpin yang hebat . Semuanya akan  jadi mangkrak dan punah secara perlahan.

Mereka sangat miskin empati dan simpati.berbicara kekayaan ,bolehlah mereka adalah calon pemimpin  dengan segudang kecerdasan akademik dan mempunyai pengalaman dalam panggung pemerintahan atau jabatan di parpol.

 Hanya suatu kekosongan kedaulatan politik dari capres.  Dan karenanya mereka bukan lagi menjadi harapan dari kesempurnaan kepemimpinan yang mereka miliki untuk mengibarkan sang merah putih setinggi mungkin.

Mengapa para Calon Presiden RI 2024 masih malu atau takut untuk memberikan komentar atau review berkaiatan kebijakan kenaikan BBM?  

Penulis memberikan uraian analisa dari aspek  hanbatan  struktural dan  rintangan politik  dan .ekonomi. 

Minimnya atau bisunya para Capres bersuara berkaiatan kenaikan BBM kaitannya hirarki  jabatan di pemerintahan yang masih melekat  di pundak masing+ masing capres.

  Karena masalah struktural dalam pemerintahan  sehingga mereka  memilih untuk diam karena terbentur aturan baku dalam UU Dasar dalam  sistem pemerintahan .

Nama Capres dalam puncak elektabilitas tinggi seperti Anies ,Prabowo dan Ganjar masih menjadi bagian pekerja di pemerintahan. Dua capres menjadi gubernur dan satu capres menjadi Menteri Pertahanan .

 Mereka semuanya harus tunduk pada satu kebijakan dengan pusat. Dipastikan jika mereka mengatasnamakan kepala daerah atau menteri dan berkomentar atau bahkan  berani  menolak kenaikan BBM ,tentunya akan mendapatkan teguran keras dari presiden dan atau ketua partai yang menjadi sponsor utama.

Ini menjadi persoalan serius dan akut ketika pemimpin daerah harus dihadapkan pada pergolakan dan tuntutan didaerahnya terhadap kebijakan pusat dan wilayah implementasi pelaksanaan kebijakan itu ada di daerah.

 Kepala daerah tidak berdaya dan mandul ketika adanya masukan dan protes sosial berkaitan masalah kebutuhan pokok atau kebijakan perpajakan dan lainnya yang diproduksi dari pusat. Padahal rakyat memilihnya dengan cara langsung bukan kepala daerah diangkat oleh presiden.

Inilah kelemahan sebagai negara yang menganut negara kesatuan dan sangat berbeda jika kiat menganut sistem negara federal.

Ciri khas negara kesatuan adalah hanya memiliki satu kebijkan tunggal berkaitan isu mengenai maslahat keuangan ,budaya,politik ,ekonomi , pertahanan dan keamanan. Otomatis presidenlah yang mempunyai kewenangan mutlak khususnya berkaiatan dengan kebijakan ekonomi.  

 Sementara  negara federal menerapkan prinsip  kewenangan setiap negara bagian  untuk menyusun atau merencanakan UU Dasar sendiri  dengan kesesuaian UU yang berlaku di sistem pemerintahan pusat.Hanya berkaitan  urusan luar negeri dan urusan sebagian seru yang menjadi wewenang  pemerintahan pusat.

Tentunya kebijakan domestik yang berkaiatan dengan ekonomi dan politik menjadi wewenang  negara bagian. Sultan  atau  gubernur menjadi raja kecil di wilayahnya  masing- masing yang tergabung di dalam federasi.

Jika Indonesia menganut acuan negara federal, bisa jadi Anies,Ganjar dan RK akan bicara lebih lantang berkaitan isu kenaikan bnm dan ditujukan langsung ke pemerintahan pusat. .

Mandulnya Capres berkaiatan isu kenaikan bnm erat hubungannya dengan kedaulatan ekonomi pribadi capres.Banyak capres yang memilih diam karena pertimbangan dukungan politik serta ekonomi.

Melihat aman dan sambil menunggu ,jangan sampai pilihannya mendukung wnokakan kenaikan BBM justru menjadi neraka baginya.

 Sudah menjadi rahasia umum harga tiket capres itu mahal .Harus taktis dan realistis.

Berkaitan dengan taktis ,berbicara partai yang kan mengusungnya. Ketika bicara realistis  Capres harus mempunyai sumber keuangan besar. Dan jika kecukupan modal tidak terpenuhi arus segera mencari n merebut simpati sponsor kuat modal.

Belum adanya kepastian dukungan Pencapresan dari partai dan koalisi partai  menjadi penyebab terhambatnya dan sikap kehati-hatian para capres melakukan kerja politik yang sensasional. Mengamankan di dari stigma  mencuri start kampanye .

 Capres terutama dari kluster kepala daerah  banyak yang sadar tidak perlu melukai elite partai dengan ajukan Akai politik menolak kenaikan BBM bersama masyarakat umum. Sadar jika saat ini partai partai yang lolos lemiku 2019 menjadi barisan  gerombolan pendukung pemerintahan Jokowi.

PKS dan Demokrat sebagai partai diluar barisan pendukung pemerintah juga tidak berdaya karena tidak bisa mengusung capresnya karena tidak memenuhi syarat ambang batas presiden/PT.

Jokowi juga mendapatkan dukungan  partai non parlemen.  Partai yang tidak lolos di Senayan dan tidak ada wakil kursi di DPR  saja masuk koaliai partai pro pemerintah.

Para Capres sangat paham dengan menolak kenaikan BBM  berarti melawan pemerintah dan partai pendukungnya. Siapa  lagi yang bakal memberikan tiket capres untuknya?

Jadi,sudah ini tahu jawabannya kan mengapa para capres banyak memilih diam pada isu dan kebijakan  kenaikan BBM subsidi  yang dilakukan Presiden Jokowi .

 Karena sistem pemerintahan  presidential ,negara kesatuan dan karenanya juga  pengusung capres yakni parpol sebagian besar berada di wilayah pemerintahan.

Bagiamana seharusnya kelanjutan  kita bersikap terhadap capres yang memilih diam dan memilih memihak kepentingannya untuk lebih banyak memilih dan mendukung kebijakan  pemerintah?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun