Belum adanya kepastian dukungan Pencapresan dari partai dan koalisi partai  menjadi penyebab terhambatnya dan sikap kehati-hatian para capres melakukan kerja politik yang sensasional. Mengamankan di dari stigma  mencuri start kampanye .
 Capres terutama dari kluster kepala daerah  banyak yang sadar tidak perlu melukai elite partai dengan ajukan Akai politik menolak kenaikan BBM bersama masyarakat umum. Sadar jika saat ini partai partai yang lolos lemiku 2019 menjadi barisan  gerombolan pendukung pemerintahan Jokowi.
PKS dan Demokrat sebagai partai diluar barisan pendukung pemerintah juga tidak berdaya karena tidak bisa mengusung capresnya karena tidak memenuhi syarat ambang batas presiden/PT.
Jokowi juga mendapatkan dukungan  partai non parlemen.  Partai yang tidak lolos di Senayan dan tidak ada wakil kursi di DPR  saja masuk koaliai partai pro pemerintah.
Para Capres sangat paham dengan menolak kenaikan BBM  berarti melawan pemerintah dan partai pendukungnya. Siapa  lagi yang bakal memberikan tiket capres untuknya?
Jadi,sudah ini tahu jawabannya kan mengapa para capres banyak memilih diam pada isu dan kebijakan  kenaikan BBM subsidi  yang dilakukan Presiden Jokowi .
 Karena sistem pemerintahan  presidential ,negara kesatuan dan karenanya juga  pengusung capres yakni parpol sebagian besar berada di wilayah pemerintahan.
Bagiamana seharusnya kelanjutan  kita bersikap terhadap capres yang memilih diam dan memilih memihak kepentingannya untuk lebih banyak memilih dan mendukung kebijakan  pemerintah?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H