Mohon tunggu...
Heru Subagia
Heru Subagia Mohon Tunggu... Relawan - Aktivis Kegiatan UMKM ,Relawan Sosial dan Politik
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis adalah media ekspresi tampa batas,eksplorasi dan eksploitasi imajiner yang membahagiakan . Menulis harus tetap bertangung jawap secara individu dan di muka umum. . Hobi menulis disela -sela kesibukan menjaga toko ,mengurus bisnis ,berkegiatan di umkm dan politik dan bisnis. Lingkungan hidup juga menjadi topik utana bagi penulis untuk advokasi publik berkaitan isu isu penyelamatan dan pelestarian alam . Mari kita gemar menulis , mendobrok tradisi ,menambah literasi dan menggugat zona nyaman berbagai kehidupan .

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menolak Lupa Ketika Elite Politik Ramai-Ramai Menolak Kenaikan BBM

26 Agustus 2022   09:26 Diperbarui: 26 Agustus 2022   10:44 766
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Nampaknya permintaan Menteri Keuangan RI Sri Mulyani berkaitan kenaikan BBM bersubsidi akan disetujui pemerintah.

Anehnya,sampai saat ini tidak ada resistensi dan penolakan yang signifikan yang digerakkan dan ditujukan untuk menggagalkan kenaikan BBM subsidi.

 Berbeda dengan perjalanan waktu rejim -ke rejim  tempo dulu. Posisi  ketika Jaman Pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono /SBY berkuasa. tak ayal lagi partai terutama PDIP sangat getol suarakan penolakan BBM  yang dilakukan SBY.

Sungguh kontras wajah para politisi dan juga sikap mahasiswa serta masyarakat tedidik untuk berjuang minimal untuk kepentingan hajat orang banyak. Mahasiswa,Parpol dan elemen masyarakat lainnya saat ini menjelang kenaikan BBM sepertinya adem ayem saja.

Sikap DPR dan komponen masyarakat sudah luntur dan kian apatis.  Justru kita bertanya ,siapa lagi yang  masih tersisa dan peduli serta berani suarakan penolakan permintaan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi ? 

 Rencana kenaikan BBM subsidi kian kencang berhembus dan tidak terbendung lagi akan segera diketok palu oleh DPR. Dalam kondisi memaksa ,pemerintah nampaknya akan sepihak menaikkan harga BBM subsidi.

Melalui Kementrian Keuangan,negara terus  mencari  argumentasi dan mensosialisasikan opsi kenaikan BBM subsidi  ke masyarakat  luas dan melobi  DPR RI selaku para pemangku kebijakan di sektor energi.

Pemerintah membutuhkan argumentasi yang tepat dan persetujuan DPR untuk memberikan mandat khusus  kewajiban segera bagi pemerintah menaikkan BBM bersubsidi.

Dalih utamanya pemerintahan meminta kenaikan BBM subsidi karena pemerintah  sudah tidak sanggup menambah beban tambahan subsidi BBM di tahun 2022 . Pemerintah  meminta masyarakat memahami kebijakan tidak populis  kenaikan BBM sudah menjadi keharusan yang segera diputuskan .

Pemerintah sedang rajin mencari argumentasi bagaimana kenaikan BBM tersebut dapat diambil dan diputuskan dengan segera dan rakyat menyetujui langkah- langkah penyelamatan keuangan negara.  

Melalui juru bicara Menteri Keuangan Sri Mulyani, dalam rapat dengar pendapat di gedung DPR RI (23/08)  memberikan pandangan umum jika subsidi BBM saat ini sudah tidak tepat sasaran. Negara akan semakin tekor jika subsidi dipertahankan.

Total subsidi dan kompensasi energi yang harus  dikeluarkan pemerintah tahun anggaran 2022 sebesar Rp 502 Triliun ,dengan rincian  besaran Rp 143 Triliun untuk subsidi Solar , Rp 93 Triliun dialokasikan subsidi Pertalite dan sisanya diperuntukan untuk kompensasi energi lainnya.

Menurut Sri Mulyani,menunjukkan kekesalannya karena BBM subsidi tahun anggaran 2022 akan lebih banyak diterima orang kaya. Data memberikan petunjuk jika  subsidi Solar dari Rp 143 T sebagian besar atau Rp 127 T yang menggunakan manfaatnya bukan yang berhak tetapi justru orang kaya.

 Demikian juga pemanfaatan subsidi BBM jenis Pertalite, ditenggarai orang kaya penyebab subsidi Pertalite membengkak.Aokasi subsidi Pertalite sebesar Rp 93 Triliun dan sebagian besar anggaran tersebut Rp 83 Triliun yang memakai fasilitas subsidi adalah golongan orang kaya.

Dengan dalih tersebut ,pemerintah memberikan peringatan jika kenaikan subsidi BBM di cabut dan harga BBM tidak dinaikkan ,postur APBN terutama berkaitan dengan sektor energi akan mengalami kenaikan signifikan.

 Diperkirakan pemerintah harus tombok sebesar Rp 198 Triliun besaran subsidi BBM yang harus ditambahkan selama pagu angggaran akhir tahun  2022. 

Tentunya pemerintah sudah  tidak kuat memberikan subsidi BBM tambahan dan akan memaksakan  kenaikkan BBM subsidi sebagai alternatif pahit yang harus diambil oleh pemerintah.

Yang menjadi pertanyaan besar yakni siapa orang kaya   yang dituduhkan menghabiskan anggaran subsidi BBM ? Mengapa hanya satu jalan dalam penyelematan BBM dengan opsi kenaikan BBM subsidi?

Tidak adil rasanya jika membengkaknya subsidi BBM hanya diarahkan dan dijatuhkan  kepada golongan orang kaya. Benarkah golongan ini  saja yang memakai dan menerima fasilitas subsidi BBM?

Penulis masih ragu untuk bisa menerima kesimpulan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mengatakan sebagain besar alokasi subsidi BBM tidak tepat sasaran dan ironinya dikatakannya jika orang kaya sebagai bagian golongan masyarakat yang menikmatinya.

Ada beberapa paparan gambaran untuk menolak bengkaknya subsidi BBM bukan hanya orang kaya yang menikmati tetapi banyak pihak terlibat dan sebagai pihak lain dan pendukung bengkaknya subsidi BBM tersebut.

Pertama ,yang tidak disadari oleh pemerintah adalah dampak ekonomi dari 2 tahun ditimpa Pandemi Covid  dan resesi ekonomi yang sedang menimpa Indonesia saat ini. Struktur masyarakat yang konon sedang booming kelas menengah sebelum pandemi pada akhirnya rontok ditelan oleh bencana wabah penyakit tersebut.

Turunnya golongan menengah mengakibatkan dampak ekonomi luar biasa. Hilangnya ribuan mata pencaharian dan menurunnya pendapatan berakibat anjloknya daya beli masyarakat. 

Konsumsi masyarakat menjadi rendah dan banyak mengarahkan kebutuhan belanja kepada opsi produk murah dan terjangkau.


Kebutuhan keseharian yang harus dibelanjakan termasuk BBM. Dipastikan rendahnya pendapatan menyebabkan Banja disektor energi pindah ke energi yang murah. Oleh karenanya BBM jenis Solar dan Pertalite menjadi pilihan karena harga terjangkau dan ekonomis,

Kedua, Kasus Sambo akhirnya melebar ke kasus bisnis dan praktek kotor para oknum petinggi Polri. Ancaman Kapolr Listyo Sigit Prabowo kepada  jajarannya agar segera meninggalkan bisnis illegal ,terlibat atau menjadi backing salah satunya di sektor bisnis BBM Subsidi dan gas elpiji.

Kisah Sambo telah mengungkap kisah-kisah bisnis kotor  yang sering dijalankan oleh oknum  petinggi Polri. Bisa jadi melonjaknya pemakaian BBM  subsidi diakibatkan praktek bisnis haram disektor energi oleh oknum Polri.

 Bentuk kejahatan yang sering dilakukan seperti yang dikemukakan Kapolri adalah penyulundupan BBM subsidi dan backing pengusaha yang bermain bisnis BBM ilegal.

 Kejahatan terutama penyulundupan dan penyalahgunaan solar akan banyak mengurus jatah subsidi BBM ke masyarakat umum. Jutaan kilo liter solar kemungkinan hilang dalam sekian tahun dikarenakan praktek bisnis ilegal BBM bersubsidi.

Ketiga, biaya produksi dan jalur pasok dan pemasaran BBM bersubsidi yang tidak efesiensi dan terjadi banyak pembengkakan yang disengaja. Besaran harga BBM yang dikeluarkan dipasaran apakah benar sudah menunjukkan biaya produksi yang efektif dan efesien?

Jangan sampai alasan meminta kenaikan BBM subsidi tidak dibarengi oleh audit internal menyangkut manajemen organisasi terutama pihak Pertamina selaku BUMN yang mengelola bisnis energi. Pertamina harus jujur memberikan laporan data sebenarnya berapa ongkos produksi Solar dan Pertalite.

Rakyat harus menanggung kenaikan   harga BBM hanya untuk memberikan subsidi kesejahteraan manajemen dan pegawai Pertamina.

Idealnya bukan hanya rakyat yang dipaksa prihatin,  Mereka harus juga prihatin dan jika perlu dilakukan pemangkasan pengeluaran belanja ,mengurangi  karyawan dan menerapkan asas- asas penyelenggaraan perusahaan BUMN yang terbuka dan transparan.

Akhirnya Jika pemerintah tetap memaksakan mengambil opsi menaikkan harga BBM bersubsidi harus menanggung resiko ekonomi,sosial  dan politik yang mengerikan.

Terjadinya gelombang kemiskinan berkelanjutan.Kondisi ekonomi makro yang belum  stabil dan masyarakat secara keseluruhan masih terpukul pendapatnya karena Covid.

 Lapangan pekerjaan baru juga belum maksimal disediakan oleh pemerintah. Kenaikan BBM subsidi akan menjadi bencana ekonomi paling horor. Jutaan rakyat akan menjadi miskin dan penurunan bahkan   kehilangan pendapatan.

Kemerosotan ekonomi akan cepat memicu masalah sosial. Kemiskinan semakin banyak ,,pengangguran dimana mana jaminan sosial dan pemerintahan sudah tidak mampu kendalikan dan amankan jaminan sosial.  

Dua Maslah ekonomi dan sosial bertemu  dan mengerucut pada persoalan politik.Dapat dipastikan krisis politik terjadi , turunnya kepercayaan publik pada kinerja pemerintah dan diikuti mosi tidak percaya pada badan dan organ penyelenggara pemerintahan.

Bisa jadi kejadian di Srilangka  beberapa bulan yang lalu akan menerjang di Indonesia. Karena lupa, pemerintahan hanya menyelamatkan dirinya dan juga partai pendukungnya harus dibayar amuk massa  masyarakat yang sedang lapar dan sengsara  dan menjadi korban kebijakan salah urus negara.    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun