Idealnya bukan hanya rakyat yang dipaksa prihatin,  Mereka harus juga prihatin dan jika perlu dilakukan pemangkasan pengeluaran belanja ,mengurangi  karyawan dan menerapkan asas- asas penyelenggaraan perusahaan BUMN yang terbuka dan transparan.
Akhirnya Jika pemerintah tetap memaksakan mengambil opsi menaikkan harga BBM bersubsidi harus menanggung resiko ekonomi,sosial  dan politik yang mengerikan.
Terjadinya gelombang kemiskinan berkelanjutan.Kondisi ekonomi makro yang belum stabil dan masyarakat secara keseluruhan masih terpukul pendapatnya karena Covid.
 Lapangan pekerjaan baru juga belum maksimal disediakan oleh pemerintah. Kenaikan BBM subsidi akan menjadi bencana ekonomi paling horor. Jutaan rakyat akan menjadi miskin dan penurunan bahkan  kehilangan pendapatan.
Kemerosotan ekonomi akan cepat memicu masalah sosial. Kemiskinan semakin banyak ,,pengangguran dimana mana jaminan sosial dan pemerintahan sudah tidak mampu kendalikan dan amankan jaminan sosial. Â
Dua Maslah ekonomi dan sosial bertemu  dan mengerucut pada persoalan politik.Dapat dipastikan krisis politik terjadi , turunnya kepercayaan publik pada kinerja pemerintah dan diikuti mosi tidak percaya pada badan dan organ penyelenggara pemerintahan.
Bisa jadi kejadian di Srilangka  beberapa bulan yang lalu akan menerjang di Indonesia. Karena lupa, pemerintahan hanya menyelamatkan dirinya dan juga partai pendukungnya harus dibayar amuk massa  masyarakat yang sedang lapar dan sengsara  dan menjadi korban kebijakan salah urus negara.  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H