Mohon tunggu...
Hertasning Ichlas
Hertasning Ichlas Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Seorang penulis lepas dan peneliti antropologi pembangunan terutama relasi negara, hukum dan sektor agraria di Van Vollenhoven Institute, Universitas Leiden.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Bambang Pranoto dan Kisah Minyak Kutus-Kutus

16 Juli 2024   16:22 Diperbarui: 16 Juli 2024   19:10 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bambang Pranoto di studio musiknya credit foto: Kutus-Kutus Property International BV


Dahulu kala kastil nomor 9 itu kandang kuda. Kini dirinya, istrinya dan satu anak lelakinya biasanya menghabiskan visa tinggal tiga bulan di Belanda di kastil belakang itu.
 
"Saya lebih suka di sini. Ruangan dan kamar mandinya tidak sebesar di depan," katanya.

Di dalam rumah tinggalnya itu saya diajak masuk ke ruangan favoritnya. Sebuah ruangan besar menghadap ke teras kebun depan rumahnya dan tembus pandang ke hamparan tanah belakangnya yang luasnya berkali lipat lapangan sepak bola Senayan.
 
Sofa besar dikelilingi beberapa jenis organ keyboard, drum elektrik dan sejumlah alat musik lain mendiami ruangan itu. Ruangan itu adalah studio musiknya. Tempat ia menjalani dirinya yang lain: seorang seniman yang gemar memproduksi dan menjadi komposer musik sejak puluhan tahun silam.
 
"Di mana pun saya tinggal saya selalu punya studio," ucapnya seraya membuka layar komputer di hadapannya disertai alat mixing dan jenis-jenis audio pengeras suara.
 
Tangannya tangkas dan terampil menjelaskan aplikasi pendukung yang digunakannya serta saat Ia sibuk membuka berkas-berkas musik dari komputernya.
 
Ia mengajak saya menjelajahi musik-musik yang dibuatnya bersama para seniman lain sejak awal 90-an dari laci komputernya. Ada langgam musik instrumental Jawa, Sunda, dan Minang bercampur dengan nuansa rock, jazz, fushion dan entah apalagi, setidaknya itulah yang sempat saya dengar.

"Setiap hari saya berusaha membuat satu karya," ucapnya.

Ia meluruskan punggungnya di kursi, sedikit menggerai rambutnya yang panjang dan beruban lalu membakar rokok kreteknya yang ke sekian kali sambil tetap duduk menghadap ke layar monitor memperdengarkan karya-karya musiknya.

Saya melihat Ia telah larut dan ingin berlama-lama di situ. Ada dorongan hati yang kuat terhadap musik. Asap rokok kami menari-nari seperti mengatakan tak usah kita pikirkan waktu.
 
Lalu kemudian saya usil bertanya "kalo sudah begini apakah masih bisa kesepian?"

"Oh, saya masih kesepian. Kesepian itu penting bagi saya."

Saya amati dirinya saat mengatakan hal itu. Seorang lelaki dengan perawakan santai sedikit bohemian seperti menolak untuk serius dan teratur. Namun semakin mendalami persona dirinya saya tahu di balik penampilan itu ada disiplin diri, keseriusan terhadap waktu untuk terus berkarya dan mengisi hidup sepenuh-penuhnya.

Bambang Pranoto di studio musiknya credit foto: Kutus-Kutus Property International BV
Bambang Pranoto di studio musiknya credit foto: Kutus-Kutus Property International BV

                                                                                                                             

BAMBANG Pranoto lahir dari keluarga Jawa. Ayahnya seorang militer dengan karir pensiunan jenderal. Namun meski begitu Ia dan keluarganya mengaku hidup ugahari. Mereka pernah hidup sekian tahun hanya dari hasil tiga pohon kelapa yang ada di pekarangan rumahnya.
 
Ia dibesarkan hingga SMP di Jakarta. Saat SMA, Ia memilih sekolah di Kolese De Britto di Jogjakarta. Di kota itulah Ia terpapar pergaulan termasuk dengan sosok WS Rendra dan Bengkel Teater yang Ia hormati.

Pada awal tahun 80-an Ia terkena sejumlah penyakit di tubuhnya. Salah satunya herpes yang membengkak hampir menutupi seluruh kelopak matanya. Dokter saat itu kebingungan dan menyerah dengan penyakit yang dialaminya. Pada saat itu pula kepercayaannya terhadap dokter sedikit luntur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun