Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Seni Artikel Utama

Krishna Mihardja: Ulang-Alik Sastra sampai Nyawaku Kembali Lagi

5 Desember 2024   10:30 Diperbarui: 5 Desember 2024   15:10 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Krishna Mihardja (kiri depan) sastrawan serba bisa/Foto: Hermard

Puisi tersebut hadir menggambarkan relasi antara individu dengan struktur sosial. Ada penolakan terhadap ajaran yang bersifat dogmatis, seperti petuah dan aturan yang dianggap mengikat kebebasan berpikir.

Puisi tersebut menggambarkan sikap kritis terhadap struktur sosial yang cenderung memaksakan kepatuhan tanpa memberikan ruang untuk refleksi individu?

Puisi "Ajari Aku" menggambarkan perjuangan eksistensial antara kepatuhan terhadap tradisi dan keinginan bebas berpikir. Mencerminkan pemberontakan terhadap hal-hal yang membelenggu. Metafora digunakan untuk memperkuat pesan tentang pentingnya membaca sebagai jalan menuju kesadaran dan kebebasan.

Bagaimana dengan puisi "Sajak Batu"?

Puisi itu mencerminkan hubungan manusia yang penuh konflik dan kemandegan emosional.

Sajak Batu

yang hitam kaku membeku adalah aku dalam hatimu berwarna-warni, mengeras debu mengendap karang melapis-lapis kedengkian keniscayaan tak lagi mungkin terhindari akankah kau tepiskan hingga rasa sakit berdarah-darah

akulah batu karang membeku berlapis kisah yang pudar menghitam

berhalakan aku seberhala-berhalanya hingga tak lagi ada

hitamkan aku sehitam-hitamnya hingga sinar mengurai warna

akulah batu hitam tak berbatas hingga akhir tatap bekumu

Puisi ini menunjukkan ketegangan antara kegelapan (kedengkian, kebencian) dan harapan akan pencerahan. Mengekspresikan perasaan terisolasi, transformasi emosional, dan harapan keluar dari kegelapan menuju kedamaian.

Bagaimana perkembangan sastra di Yogyakarta?

Sewaktu tahun 1980-an terasa mulai banyak penyair-penyair dan sastrawan bermunculan di Yogyakarta, seiring dengan banyaknya koran dan penerbitan buku. Ditambah banyaknya komunitas yang menyelenggarakan kegiatan sastra. Baik berupa diskusi, pembacaan puisi, pembacaan cerita pendek, maupun pentas teater. 

Belum lagi ditambah dengan keberadaan berbagai radio yang menyiarkan acara pembacaan buku, puisi, sandiwara radio, dan obrolan sastra. Artinya dinamika kehidupan sastra sangat kentara. Banyaknya sastrawan yang muncul, menyebabkan saya tidak mampu mengenal mereka satu per satu.

Krishna baca puisi/Foto: dokpri Krishna Mihardja
Krishna baca puisi/Foto: dokpri Krishna Mihardja
Saat ini kegiatan sastra sangat riuh di Yogyakarta karena dukungan lembaga terkait, utamanya Dinas Kebudayaan Yogyakarta. Ada berbagai macam lomba, temu sastra, temu komunitas, pementasan, pameran sastra, dan banyak kegiatan lainnya.

Bagi saya, kehidupan sastra di Yogyakarta tidak akan pernah mati karena banyak ide-ide kreatif yang bermunculan dari kalangan pengayom, pelaku, maupun pecinta sastra. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun