Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Seni Artikel Utama

Begal Ora Tegelan, Kemiskinan, dan Kritik Sosial

1 Desember 2024   10:18 Diperbarui: 1 Desember 2024   14:50 735
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nasib wong cilik/Foto: Hermard

"Menceritakan soal Hasmi, bagi saya sangat bersejarah. Saya main teater pertama kali ketika SMP di festival teater antar-kring yang bikin Mas Landung dan kawan-kawan Teater Stemka di Ngadiwinatan. Dan salah satu panitianya adalah Mas Hasmi. Ia merupakan saksi mata pertama kalinya saya main teater," kenang Butet.

Pimpinan Teater Gandrik itu mengenal nama Hasmi karena ia merupakan pandemen komik. Selalu terhibur dengan cerita Gundala.

Pertemuan semakin intensif ketika  LP3Y mengadakan workshop penulisan skenario dengan tema kewartawanan,  kemudian Butet dan Hasmi asyik ngobrol tentang penulisan cerita.

"Mas Hasmi pernah bermain bersama saya di Teater Gandrik tahun 2013. Bahkan Gandrik pernah memainkan  lakon Gundala Gawat yang ditulis Mas Goenawan Mohamad, semula menggunakan bahasa Jawa. Menceritakan pengarang Gundala sudah meninggal. Saya memberitahu Mas Goenawan bahwa Hasmi masih hidup. Mas Goenawan terkejut, lalu meminta Hasmi main. Naskah dikonstruksi, dan kami intensif latihan untuk main di beberapa kota bersama Hasmi," ungkap Butet.

Saksi bisu pementasan Begal Ora Tegelan/Foto: Ninuk Retno Raras
Saksi bisu pementasan Begal Ora Tegelan/Foto: Ninuk Retno Raras

BOT, Kemiskinan, dan Kritik Sosial

Naskah BOT sejatinya bercerita mengenai nasib wong cilik yang didera kemiskinan. Pilihan Cicit Kaswami (selaku penulis naskah dan sutradara) mengedepankan dunia begal, rumah bordil, para penjudi, ledhek, berkorelasi dengan masa lalunya yang kelam, hidup dalam kelaparan-terutama saat masih kanak-kanak bersama adiknya, Hasmi.

Meskipun kemiskinan sering disebut sebagai faktor utama seseorang menjadi begal, tetapi tidak semua  begal berasal dari latar belakang kemiskinan. Beberapa melakukannya karena keserakahan, pengaruh kelompok, atau menganggap kriminalitas sebagai "jalan pintas" guna mendapatkan  uang tanpa kerja keras.

Dalam BOT, tokoh begal hadir karena kemiskinan. Begal Sukro dan Gundes, isterinya, hidup dalam keterbatasan ekonomi. Tidak ada pilihan lain kecuali menjadi begal: merampok, merampas milik orang lain dengan kekerasan. Hanya saja karena ia ora tegelan (tidak tegaan), mudah dikelabuhi korbannya, maka ia tetap saja setia dengan kemiskinannya sepanjang pementasan.

Sang Begal/Foto: Hermard
Sang Begal/Foto: Hermard
Dunia bordil dijalani Bu Pus dengan dua anak asuhnya,  Sayuk dan Lasem, karena faktor kemiskinan, tidak ada sumber penghasilan atau peluang kerja lain yang  didapatkan. Rumah bordil Bu Pus mulai dijauhi pelanggan sejak covid 19 mendera, ditambah lagi Sayuk dan Lasem memasuki usia tua, tidak ada lagi pelanggan yang berminat. 

Ketika Bedor, pelanggan, datang ingin memakai Sayuk, ia pun berharap  dapat membayar secara kredit. Situasinya berbeda dengan rumah bordil Bu Hadi dengan perempuan penghibur berusia muda dan memanfaatkan panggilan lewat handphone (bordil online), selalu ramai. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun