Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Lontong Tahu, Serabi Ndeso, di Tangan Perempuan Perkasa

27 November 2023   12:56 Diperbarui: 29 November 2023   10:46 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nikmat manalagi yang bisa didustakan?/Foto: Hermard

Nikmat manalagi yang bisa didustakan?/Foto: Hermard
Nikmat manalagi yang bisa didustakan?/Foto: Hermard
"Rasanya mantap, pedas gurihnya pas. Aroma bumbu kacang dan kecur menggugah selera," ujar Mbak Ina sambil menggigit tempe mendoan hangat.

Berjualan lontong tahu selama lima belas tahun tentu memerlukan kesungguhan, perjuangan berat, agar kebutuhan keluarga tercukupi. Terlebih harus berpindah tempat dari perempatan Jalan Gunung Semeru ke Jalan Gunung Sumbing. Dari sore sampai tengah malam ia harus kuat menahan jahatnya angin malam dan dinginnya udara, terlebih jika turun hujan.

"Tidak capek po Mbak, ngulek terus melayani pelanggan?" tanya Mbak Ina.

"Ndak Mbak, lebih capek kalau tidak ngulek. Berarti tidak ada yang beli, tidak dapat uang," jawab Mbak Tri dengan nada bergurau.

Beberapa pelanggan datang memesan lontong tahu untuk dibawa pulang. Mbak Tri dengan cekatan membungkus pesanan memakai daun jati. Ia tak peduli  hujan terus turun membasahi karpet dan kursi plastik yang tak tertutupi tenda.

Kesetiaan daun jati/Foto: Hermard
Kesetiaan daun jati/Foto: Hermard

Hari Kedua
Waktu belum lagi menunjuk pukul enam pagi saat saya lewat depan eks stasiun Blora menuju lapangan Kridosono. 

Di simpang tiga Jalan Rajawali, seorang perempuan dibantu lelaki yang tak muda lagi, tampak tengah mengipasi empat tungku, di atasnya ada semacam piringan gerabah. Saya menduga mereka tengah  memanggang serabi. 

Saya berniat mampir mengganjal perut setelah jalan pagi mengelilingi Kridosono. Siapa tahu serabi Blora berbeda dengan serabi Solo maupun Yogyakarta yang legit. 

Ternyata di trotoar Kridosono bertebaran warung tenda yang menyediakan pecel madiun, nasi rames, rawon, soto, dan lainnya. Tapi saya tidak tergoda, tetap ingin menikmati serabi di ujung Jalan Rajawali.

Sulami dan iklan politik/Foto: Hermard
Sulami dan iklan politik/Foto: Hermard
Satu jam kemudian sambil pulang menuju hotel Santoso, saya melihat  perempuan penjual serabi tidak sesibuk pagi tadi. Tungkunya  tidak menyala, bahkan piringan gerabah  pemanggang serabi sudah tidak terlihat. Untungnya di atas meja  masih ada  beberapa bungkusan daun tertata rapi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun