Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Jumprit, Legenda Ahli Nujum, dan Air Berkah

15 Mei 2023   21:31 Diperbarui: 16 Mei 2023   06:42 1309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah gagal janjian buka bersama saat ramadan beberapa waktu lalu, tiba-tiba Cik Hen (Heni Kertopawiro) dan Mas Sholeh, dua teman yang dikenal sebagai "orang pintar" (di bidang terawangan dan hipnoterapi), mengajak trip  ke Umbul Jumprit yang terletak di wilayah Temanggung.

"Kita akan ke sumber mata air suci yang berasal dari lereng gunung Sindoro. Air ini selalu digunakan sebagai air berkah dalam pemberkahan air suci Waisak," jelas Cik Hen.

Begitulah pada hari Selasa (9/5/2023) kami sepakat menjelajah melewati kota Muntilan, Magelang, dan Temanggung dalam waktu tempuh dua jam mencapai lokasi Umbul Jumprit di Tegalrejo, Ngadirejo, Temanggung.

Setibanya di pintu masuk Umbul Jumprit, kami disambut ramah oleh Pak Widi (61), salah seorang penjaga. Lokasinya berada di tepi jalan raya Ngadirejo, dipenuhi pohonan rindang menghijau. Susananya sejuk, adem, cocok bagi pengunjung yang ingin nenepi mencari ketenangan. 

Kera ekor panjang penjaga Umbul Jumprit/Foto: Hermard
Kera ekor panjang penjaga Umbul Jumprit/Foto: Hermard

Pengunjung memberikan pisang/Foto: Hermard
Pengunjung memberikan pisang/Foto: Hermard
Beberapa kera ekor panjang berkeliaran  di jalan raya. Mereka tidak takut oleh lalu lalang kendaraan yang melintas. Terlihat seorang pengunjung, setelah mengambil air dari Umbul Jumprit, membagikan setandan pisang dari pinggir jalan besar. Kera menerima lemparan pisang.  Setelah mendapatkan bagian, ada kera yang memanjat pohon, ada yang membawa pisang, nangkring ke atas gapura dengan arsitektur masa lalu. 

Melewati pintu gerbang/Foto: Hermard
Melewati pintu gerbang/Foto: Hermard
Oleh masyarakat sekitar, kehadiran kera itu dipercaya sebagai keturunan Ki Dipo-kera yang menemani Ki Jumprit bertapa- dengan seekor kera betina dari pegunungan Pleret.

Pak Widi/Foto: Hermard
Pak Widi/Foto: Hermard
"Semula tempat ini hanya dikenal penduduk sekitar sini. Tapi setelah diadakan penataan dan pembangunan pada tahun 1980-an, Umbul Jumprit dikenal luas.  Sejak tahun 1987, air Umbul Jumprit dipakai sebagai air suci Waisak," jelas Pak Widi saat mengantar kami masuk menuju lokasi Umbul Jumprit. 

Diceritakan juga bahwa Ki Jumprit merupakan ahli nujum sakti mandraguna dari Majapahit. Konon ia merupakan putra dari Prabu Brawijaya, raja Majapahit,  yang melarikan diri sampai ke kaki pegunungan Sindoro di Temanggung.

Legenda lain menceritakan  bahwa Ki Dipo, merupakan kera milik Eyang Singanegoro, penasihat Prabu Brawijaya V yang melarikan diri dari Majapahit bersama isteri dan dua pengawalnya sampai ke lereng gunung Sindoro di Ngadirejo, Temanggung.

Umbul Jumprit/Foto: Hermard
Umbul Jumprit/Foto: Hermard
Umbul Jumprit terletak di cerukan kaki gunung Sindoro, bentuknya menyerupai gua. Di dalamnya terdapat tempat persembahan, patung Subali dan Sugriwa,  dan Dewa Ruci sebagai lambang air kehidupan. 

Untuk mencapai umbul, peziarah harus melalui jalan setapak buatan. Di sisi kanan ada kolam, merupakan tempat kungkum (berendam) dan di salah satu sudutnya berdiri patung Semar. Mengapa patung Semar?

Patung Semar/Foto: Hermard
Patung Semar/Foto: Hermard
"Semar merupakan pengejawantahan dari tanah Jawa. Ia juga tokoh bijaksana yang mampu menyelesaikan segala macam persoalan yang terjadi," ungkap Pak Widi.

Sementara di sebelah kiri jalan setapak, lebih menyerupai parit  tempat air mengalir ke bawah lereng.

Umbul Jumprit merupakan situs suci bagi aliran kepercayaan maupun umat Budha. Menurut Tyas Titi Kinapti (Merdeka.com), air di Umbul Jumprit bukanlah air biasa. Bagi Umat Budha, dianggap sebagai air suci pembersih jiwa manusia. Pengambilan air suci ini dengan harapan seluruh manusia di dunia agar sadar bahwa jiwa ini bagaikan jiwa Sang Buddha. Penuh cinta kasih tanpa memandang aliran dan agama.

Ritual di Umbul Jumprit/Foto: Hermard
Ritual di Umbul Jumprit/Foto: Hermard
Saat kami datang, beberapa orang tengah melakukan ritual dengan khidmat, berdoa dan menyalakan dupa. Setelah selesai, mereka pulang membawa dua jeligen air Umbul Jumprit. Kemudian "juru kunci" mengambil pisang persembahan,  dibagikan ke monyet penjaga situs Umbul Jumprit.

Makam Ki Jumprit dan Eyang Singanegoro/Foto: Hermard
Makam Ki Jumprit dan Eyang Singanegoro/Foto: Hermard
Di bagian bawah sisi kanan, terdapat bangunan cukup luas dengan pintu bercat hijau dan di atasnya terdapat tulisan Makam Ki Jumprit.

"Di dalam bangunan itu terdapat makom Ki Jumprit dan Eyang Singanegoro," ujar Pak Widi sambil menunjuk ke bangunan dengan dominasi warna hijau. 

Tempat ini  dipenuhi peziarah setiap hari pasaran malam Selasa Kliwon, Jumat Kliwon, atau tanggal 1 Sura. Saat mendekat, saya mencium semerbak mawar menguar mewangi.  Ini menandakan banyaknya penziarah yang datang ke sini menaburkan bunga.

"Jika berziarah ke sini harus dengan niat yang tulus. Jangan sesekali berbuat yang aneh-aneh. Pernah ada yang ngomyang sendiri karena saat berada di area ini berteriak-teriak seenaknya sendiri," jelas Pak Widi yang sejak kanak-kanak mengakrabi tempat ini.

Seluruh area dipenuhi pohon-pohon pinus besar berusia puluhan tahun, berfungsi sebagai peneduh dan tempat berlindung ratusan monyet. Keasrian kawasan ini terjaga karena termasuk hutan lindung milik Perhutani, pengelolaannya berada di bawah Perum Perhutani KPH Kedu Utara,  masuk dalam petak 8A RPH Kwadungan BKPH Temanggung dengan luas mencapai 1,6 hektar.

Pinus Umbul Jumprit/Foto: Hermard
Pinus Umbul Jumprit/Foto: Hermard
Kawasan Umbul Jumprit ditetapkan menjadi kawasan wanawisata  (wisata hutan pinus) oleh Pemkab Temanggung pada tanggal 18 Januari 1987. Meskipun begitu, ada juga yang menganggap bahwa kawasan ini termasuk wisata religi.

"Sesungguhnya kalau ingin mengunjungi wisata religi dengan urutan spiritual, tidak langsung ke sini. Perjalanan ziarah dimulai dari lereng gunung Lawu, Sindoro, dan Tidar sebagai pakuning bumi," terang Cik Hen dalam perjalanan pulang ke Yogyakarta.

Alam hijau, air melimpah/Foto: Hermard
Alam hijau, air melimpah/Foto: Hermard
Di Umbul Jumprit, air memang melimpah dan dapat dimanfaatkan masyarakat sekitar. Lokasi ini dianggap merupakan kepala (hulu) dari sumber air Kaliprogo. Saat musim kemarau panjang sekalipun,  air tetap mengalir. Untuk masuk ke situs Umbul Jumprit, pengunjung dikenai bea masuk sepuluh ribu rupiah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun