Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Suparto Brata dalam Perkembangan Sastra Jawa Modern

31 Januari 2023   10:15 Diperbarui: 31 Januari 2023   10:30 2427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Priyayi versus wong cilik/Foto: Hermard

Cerkak dengan teknik sorot balik ini berhasil membawa pembacanya "berlarian" dari satu permasalahan ke permasalahan lain secara dinamis sehingga cerkak ini tidak sekedar hadir sebagai potret dunia hitam---putih. Setidaknya pembaca bisa memperdebatkan siapa sesungguhnya yang mengajak Somad merampok: apakah orang lain (perampok profesional), bayangan dirinya sendiri, atau hati nuraninya (?). 

Somad disudutkan oleh kebutuhan, tidak hanya terbatas pada kebutuhan hidup keluarga tetapi juga karena harus mengundurkan pagar akibat terkena pelebaran jalan. Tidak mengundurkan pagar berarti "melawan" penguasa,  jika mengundurkan pagar tidak punya biaya; hutang pun tidak mungkin lagi. Pikiran Somad menjadi buntu, kalut, putus asa, sehingga ia berniat bunuh diri dari atas jembatan. Pada saat kritis itulah "ilham" atau "bisikan"datang. 

Dalam keselurahan cerita, Somad berada di dua dunia: dunia nyata (kesadaran) dan dunia tak nyata (ketaksadaran). Dunia ketaksadaran memunculkan "kejanggalan-kejanggalan" yang seharusnya tidak perlu dipersoalkan ketika pembaca menyadari bahwa dunia "Rampog" adalah dunia fiksi dengan berbagai kemungkinan, bukan kepastian. 

Dalam dunia ketaksadaran bisa saja Somad yang juru ketik tiba-tiba menjelma menjadi perampok, mampu menggunakan senjata api dengan tangan kiri (meskipun ia tidak pernah belajar cara menggunakan senjata api), mengikuti kata hati menjadi perampok, menyebar uang hasil rampokan tanpa rasa bersalah. Relasi Somad dengan dunia orang-orang kantor adalah relasi realita, sedangkan relasi Somad dengan dunia rampok adalah relasi irasional.  (Herry Mardianto)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun