Mohon tunggu...
Herry Darwanto
Herry Darwanto Mohon Tunggu... Freelancer - Ingin menikmati hidup yang berkualitas

Penyuka musik keroncong & klasik, gemar berkebun, penggemar jajan pasar

Selanjutnya

Tutup

Money

Perekonomian Lebih Bebas, Kemakmuran Menanti

3 November 2016   03:56 Diperbarui: 3 November 2016   04:01 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Pasar terapung di Sungai Barito (http://travel.kompas.com)

Berlandaskan konsep tersebut, penyusun Indeks Kebebasan Ekonomi mengumpulkan data dan informasi dari berbagai publikasi internasional dan nasional. Hasil akhir dari perhitungan ini adalah skor dan peringkat kebebasan ekonomi bagi setiap negara, yang kemudian digunakan untuk mengelompokkan setiap negara menurut kelas kebebasan ekonomi, yaitu mulai dari yang terbawah: “tertekan (dengan skor 0-49,9)”, “kurang bebas (50-59,9)”, “setengah bebas (60-69,9”, “cukup bebas (70-79,9)”, dan “bebas (80-100)”.

Posisi Indonesia

Menurut Economic Freedom Index 2016, yang menggunakan data dari pertengahan-2014 hingga pertengahan -2015, Indeks Kebebasan Ekonomi Indonesia menunjukkan skor 59,4 dan berada pada urutan ke-99 dari 178 negara. Dengan skor sebesar itu, Indonesia termasuk ke dalam kelas negara yang ekonominya “kurang bebas” (mostly unfree).

Dibandingkan dengan negara-negara tetangga, Indonesia hanya lebih baik dari Vietnam (ke-131), dan lebih buruk dari Singapura (ke-2), Malaysia (ke-29), Thailand (ke-67), dan Filipina (ke-70). Melihat lebih ke belakang, sejak 1995 hingga kini, posisi Indonesia tetap berada di bawah ke empat negara tetangga tersebut. Vietnam justru mengalami peningkatan yang signifikan, dari skor 41,7 (1995) menjadi 54 (2016) atau meningkat 12,3 poin; bandingkan Indonesia yang hanya meningkat 4,5 poin pada periode yang sama. Perlu dicatat bahwa Thailand mengalami kemunduran 7,4 poin pada periode yang sama.

Selanjutnya dibandingkan dengan skor kebebasan ekonomi tahun 2015, yang sebesar 58,5, tampak  ada kenaikan sebesar 1,3 poin. Membaiknya kinerja kebebasan ekonomi Indonesia tersebut tentu tidak lepas dari upaya Presiden Jokowi dan Kabinetnya menata kembali berbagai peraturan yang menyebabkan perekonomian terkendala.

Kita ingat bahwa sejak awal masa pemerintahannya, Presiden Jokowi sudah ingin mengurangi waktu dan biaya dalam pengurusan perijinan, mengurangi subsidi BBM, mendorong swasta untuk berpartisipasi dalam pembangunan berbagai sektor, memodernisasi sektor finansial, meningkatkan persaingan di dalam negeri dan dengan luar negeri, dan lain-lain.

Namun pemerintah masih menghadapi banyak tantangan, mengingat masih rendahnya skor Indonesia dalam beberapa komponen kebebasan ekonomi. Beberapa komponen yang berada dalam kelas  terbawah atau “tertekan” adalah kebebasan properti (30,0), kebebasan dari korupsi (34,0), kebebasan berinvestasi (40,0), dan kebebasan bekerja (49,3). Komponen lain yang juga masih rendah adalah kebebasan berusaha (54,0) dan kebebasan finansial (60,0). Sedangkan komponen lain yang setidak-tidaknya perlu dipertahankan posisinya adalah kebebasan moneter (74,3), kebebasan berdagang (80,4), kebebasan perpajakan (83,4) dan belanja pemerintah (89.0).

Perlu diperhatikan bahwa selama pertengahan 2014 hingga pertengahan 2015, yaitu kurun waktu penyusunan Indeks 2016, ada tiga komponen kebebasan ekonomi yang mengalami penurunan skor, yakni kebebasan moneter, belanja pemerintah, dan kebebasan berusaha.

Menurut the Heritage, ada beberapa hambatan dalam mewujudkan kebebasan ekonomi Indonesia, antara lain ketidakefisiensian dalam peradilan dan investasi, campur tangan birokrat yang mengganggu perekonomian, sektor informal yang masih besar, dan korupsi yang meluas. Kita berharap agar catatan tersebut dapat menjadi perhatian serius Presiden Jokowi beserta Kabinetnya.

Sebagai penutup, perlu diingat bahwa mendorong kebebasan ekonomi tidak ada hubungannya dengan paham ekonomi liberal. Kebebasan ekonomi harus didorong namun tetap harus diimbangi dengan pemberian perhatian yang besar pada kelompok-kelompok masyarakat yang karena kondisinya tidak atau belum dapat memanfaatkan kesempatan yang terbuka. Kemakmuran dan keadilan harus berjalan seiring melalui pengelolaan perekonomian yang cerdas dan kerja sama yang saling mendukung dan tidak saling menjatuhkan diantara berbagai komponen dalam masyarakat.

--o0o--

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun