Jauh sebelum Festival Tenun diadakan di Sumba sebagai suatu pendekatan praktis menarik wisatawan, menggerakkan ekonomi masyarakat dan melestarikan budaya menenun, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur sudah mengeluarkan kebijakan agar setiap hari Kamis anggota pegawai negeri sipil mengenakan busana daerah (busana tradisional dari produk tenun).
Hal ini diperkuat lagi ketika Gubernur NTT, Victor Bungtilu Laiskodat menjabat. Ia bahkan mewajibkan untuk mengenakannya pada setiap Selasa dan Kamis. Maka kaum perempuan penenun makin ada dalam area gerak maju. Produk tenunan makin diminati, bahkan telah merambah dunia mode.
Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur pada tahun 2023 menerapkan kebijakan mendukung UMKM dengan mengenakan produk tas yang bahannya dari kain tenun.
Kebijakan-kebijakan ini kiranya perlu mendapat apresiasi terutama untuk menggerakkan kelomok-kelompok tenun di dalam masyarakat baik di perkotaan mau pun di pedesaan.
Jika demikian, bukankah menarik jika Provinsi Nusa Tenggara Timur menempuh suatu langkah bijak untuk menempatkan sehari dalam Festival Tenun yang diadakan serentak di seluruh pronvisi. Tidakkah hal ini akan menarik wisatawan untuk menyaksikannya sekaligus berdampak sosial ekonomi?
Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) ada di ibukota provinsi, dan dipastikan ada pula di ibukota Kabupaten dan Kota. Bukankah Dekranasda dapat berkolaborasi dengan pemerintah daerah untuk maksud penyelenggaraan sehari menenun serentak? Â
Bila provinsi NTT belum dapat dilakukan secara serentak, akan baik bila ada di kota dan kabupaten. Hal ini tentu akan membuka peluang untuk kunjungan dari satu tempat ke tempat lainnya. Pada saat yang demikian itu, kiranya ada pula pameran dan penjualan produk UMKM di daerah-daerah.
Akh...
Ini hanyalah buaian belaka. Terima kasih. hehe...