Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Bahasa dan Kebudayaan masyarakat turut menjadi perhatian, membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kebanggaan Komunitas dan Martabat Pejabat Penerima Lelang di Akhir Ibadah

10 Agustus 2024   13:46 Diperbarui: 10 Agustus 2024   13:49 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petugas Lelang sedang menunaikan tugas lelang sesudah ibadah; dokpri; Roni Bani

Pengantar

Satu tradisi (jika belum sampai disebut budaya) di dalam komunitas jemaat-jemaat lokal (GMIT) di pedesaan yakni lelang. Lelang diadakan dengan cara menunjukkan sesuatu barang, lalu ada nilai/harga dasar, dilanjutkan dengan penambahan(nilai) harga yang diakumulasikan hingga mencapai (nilai) tertinggi di mana orang lain tidak lagi memberi tambahan, maka orang terakhirlah yang berkenan atas barang tersebut. 

Orang terakhir itu disebut penerima lelang, dialah yang dianggap paling mampu menerima (membeli dan membayar) harga atas nilai tertinggi atas barang yang dilelang.

Hal ini nyaris selalu terjadi di jemaat-jemaat pedesaan Timor (mungkin juga di luar Timor dalam lingkungan Gereja Masehi Injili di Timor).

Memperhatikan secara gamblang saja, kiranya tulisan ini hendak mendeskripsikan pendekatan lelang dan dampaknya pada penyedia dan penerima lelang; dan sekelumit nilai keibadahan dari penyedia dan penerima lelang.

Baca juga: Pejabat Penjebak

Nah, menurut KBBI, lelang adalah penjualan (sesuatu barang/jasa) di hadapan orang banyak dengan atas mengatasi dan dipimpin oleh pejabat lelang. 

Dalam hal yang demikian, lelang di akhir suatu ibadah (gereja/jemaat lokal) lelang dipimpin oleh seorang petugas lelang atau oleh pemimpin ibadah (dalam jumlah peserta ibadah terbatas)

Kapan dan Bagaimana Prosedur Lelang di Jemaat (GMIT) Lokal

Kapan ada lelang di dalam lembaga keagamaan lokal (gereja/jemaat)  di pedesaan? 

Jawabannya, pada dasarnya jemaat-jemaat lokal dapat membawa "persembahan" dalam wujud nyata dari hasil bertani, beternak, kerajinan tangan, yang terlihat dan tidak dapat dimasukkan ke dalam kantong persembahan. Semua itu akan dilelang (diuangkan) agar memudahkan dalam pengelolaan keuangan jemaat.

Anggota jemaat akan membawa persembahan lelang sewaktu-waktu pada:

  • ibadah Minggu
  • ibadah khusus yang sifatnya istimewa. Misalnya pernyataan rasa syukur pada Hari Ulang Tahun Pernikahan, HUT Jemaat, atau ibadah lainnya yang sifatnya istimewa
  • ibadah khusus Panen (menurut siklus budaya bertani & beternak)

Baca juga: Sebutannya Babia

Menariknya suatu acara lelang terletak pada:

  • barang yang akan dilelang (menarik, bermanfaat untuk jengka waktu tertentu, memenuhi kebutuhan)
  • petugas lelang yang menawarkan dengan gaya advertisment 
  • persaingan calon penerima lelang (makin banyak yang menawar dengan harga tertentu diakumulasi hingga nilai tertinggi dan tidak ada lagi pesaing. Pada titik itulah, petugas lelang akan menetapkan penerima lelang)
  • keputusan akhir oleh petugas lelang (keputusan diambil ketika tidak ada lagi pesaing yang menawar untuk menambah angka pada angka terakhir agar makin naik/besar).

Suatu ibadah yang dihadiri oleh pejabat publik, rasanya mereka akan menjadi orang-orang yang "menggeser" khalayak/umat yang menghadiri ibadah. Mereka akan menjadi orang-orang yang langsung menerima lelang. Sangat sering mereka menempatkan harga (nilai) yang tak dapat ditandingi oleh pesaingnya. Maka, ketika ada pejabat publik menghadiri suatu ibadah, merekalah yang akan membawa pulang persembahan lelang. 

Hal sebagaimana gambaran di atas sangat "dirindukan dan ditunggu-tunggu" oleh jemaat-jemaat lokal di pedesaan. Mengapa? Rasanya hanya pejabat publik sajalah yang memiliki pundi-pundi dengan isian yang teramat banyak. Merekalah harapan untuk mendapatkan konversi barang menjadi uang. 

Ketika pejabat publik menghadiri ibadah, selanjutnya ia (atau mereka) akan membawa/menerima lelang dan memberi (menguangkan barang lelang) dalam jumlah besar, maka akan terasa:

  • jemaat lokal mendapatkan atensi dari pejabat yang bersangkutan,
  • anggota jemaat secara parsial akan mengisahkan secara mulugram "kebaikan" sang pejabat
  • pejabat "tersanjung" karena mengkonversi barang menjadi uang dalam jumlah/nilai besar 

Dalam konteks yang demikian rasanya martabat jemaat (masyarakat) lokal di pedesaan sedang "naik" karena dikunjungi oleh pejabat publik sekaligus memberi tanda atas kehadirannya melalui konversi barang lelang menjadi uang.

Masalah akan muncul ketika lelang telah berakhir. Barang yang dilelang yang segera dilunasi memberi nuansa kepuasan kepada pemberi dan petugas lelang. Sementara barang lelang yang sudah diterima oleh penerima lelang (Kompetitor tertinggi) masih belum memberi pelusanan alias menghutangi lelang. 

Siapa yang akan mendatangi kantor/instansi tempat di mana pejabat publik itu berdinas untuk mengingatkan tentang lelang yang belum dilunasi?

Galau dan kecewa.

Beberapa kali saya menjadi petugas lelang di hadapan pejabat publik. Sesudahnya, rekan-rekan anggota  Presbiter yang ditugaskan untuk "menagih" janji pelunasan. 

Terdengar pula cerita-cerita tidak nyaman di lingkungan berjemaat dan bermasyarakat bila pejabat yang mengambil dan mengkonversi barang lelang menjadi uang tak kunjung melunasinya. Apalagi bila barang yang dilelang berupa ternak besar seperti sapi. Harganya mencapai puluhan hingga seratusa juta rupiah. Nilai uang yang teramat besar seperti itu menjadi amat berharga dan bermanfaat bagi jemaat lokal di pedesaan Timor, terlebih bila sedang dalam upaya membangun gedung ibadah yang dianggap baik menurut ukuran masyarakat pedesaan.

Sapi siap dikonversi menjadi uang; foto: Roni Bani
Sapi siap dikonversi menjadi uang; foto: Roni Bani

Selain lelang yang terlihat seperti itu, ada pula hal lelang yang tidak terlihat, tetapi terdengar dan dinikmati. Lelang yang demikian itu berupa lelang suara merdu yakni satu atau dua nomor lagu yang dilelang. Hal ini dilakukan bila kelompok penyanyi (paduan suara atau vokal grup) mau memberi persembahan dengan cara bernyanyi, lalu diharapkan peserta ibadah mengkonversinya menjadi uang. Setiap orang dapat memberi persembahan secara sukarela dan ikhlas setelah mendengar nomor-nomor lagu yang dibawakan oleh sekelompok penyanyi. Nomor-nomor lagu itu sebagai persembahan pujian sekaligus dapat diuangkan (lelang) untuk kepentingan pembiayaan di dalam jemaat.

Kepentingan apa orang melakukan lelang di dalam ruang ibadah?

Beberapa hal sebagai kepentingan yang dapat disebutkan seperti:

  • pembiayaan program-program seperti pelayanan kasih (diakonia)
  • pembiayaan program pembangunan fisik maupun program pengembangan dalam jemaat 

Penutup

Saya sempat melakukan gugling untuk mendapatkan informasi tambahan mengenai lelang. Hasil gugling menunjukkan bahwa ada pula di tempat lain (organisasi keagamaan Kristen yang lain) melakukan hal yang sama sebagai sumber penerimaan keuangan (persembahan). Pemanfaatannya pun mirip.

Persoalannya kini yakni, perlu ada pencerahan kepada umat/jemaat agar tidak membiaskan makna lelang sebagai cara untuk "memaksa" orang memberi persembahan yang mengkonversi barang menjadi uang. Jemaat perlu menyadari bahwa barang yang dilelang dipersembahkan oleh anggota jemaat dengan ketulusikhlasannya. Anggota jemaat yang membawa barang lelang diterima sebagai persembahan. Maka, nilai intrinsik yang terkandung di sana yang diwujudkan dalam nilai uang, bukanlah harus menjadi ukuran kebanggaan.

Sementara itu, para penerima lelang (kompetitor yang sukses) dan membawa pulang ke rumah untuk dimanfaatkan sebagai kebutuhan, patut menyadari bahwa apa yang diterimanya itu merupakan persembahan anggota jemaat. Maka, ketika menerima dan membawanya, segera pula untuk melunasinya. Pelunasan akan berdampak pada operasional pembiayaan, walau tidak selalu hal itu menjadi tuntutan.

Dalam jemaat-jemaat lokal di pedesaan, rancangan anggaran belanja secara otonom sehingga pembiayaan yang sifatnya operasional akan diprioritaskan sedangkan pembiayaan program akan dipertimbangkan untuk dilaksanakan seturut ketersediaan dana segar. 

Kira-kira begitu dulu.

Semoga ada sahabat pembaca yang merespon dengan komentar balik yang turut mencerahkan.

Umi Nii Baki-Koro'oto, 10 Agustus 2024

Heronimus Bani ~ Pemulung Aksara

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun