***
"Kepala sekolah baru saja menelelpon, akan ada acara perpisahan. Acara diadakan secara dadakan, tanpa pemberitahuan sebelumnya. Jadi, kita langsung naik."Â Begitu kata Ansel.Â
Saya masih ingin menyinggahi lokasi tempat dibangunnya Kantor Cabang Unit Bahasa dan Budaya Gereja Masehi Injili di Tior (UBB GMIT). Jadi arah kami tidak langsung naik sebagaimana kata Ansel. Beberapa saat kami singgah di sana. Pekerjaan sedang berlangsung. Para pekerja dan pengawas sibuk membangun fondasi keliling seluruh area. Bila nanti sudah dipagari, barulah bangunan utama mulai dibangun. Demikian penjelasan dari pengawas pekerjaan.
Kami akhirnya naik ke Lawahing.
Istilah naik dan turun sangat melekat di bibir masyarakat pengguna Bahasa Melayu Alor. Kota Kalabahi terletak di pesisir pantai. Perkampungan masyarakat pedesaan pada umumnya berada di lereng dan dataran perbukitan. Maka, ketika masyarakat akan ke kampung/desa, mereka akan berkata naik, dan sebaliknya bila akan ke kota Kalabahi mereka akan menggunakan diksi turun.
Contoh 1, "Kami naik dulu!"Â
Kalimat ini diucapkan ketika berada di kota Kalabahi. Maksudnya akan naik  ke desa/kampung.Â
Contoh 2, "Kami turun dulu!"Â
Kalimat ini diucapkan ketika berada di desa/kampung dan bermaksud akan turun ke kota Kalabahi.
Contoh 3, "Kami naik baru turun!"
Kalimat seperti ini diucapkan oleh mereka yang berada wilayah dataran tinggi, di mana secara topografi ada kampung yang berada di lereng dan perbukitan.