Begitu pula bila berada di kampung/desa. Masyarakat yang berada di lereng perlu untuk naik bila akan berkunjung kepada keluarga yang menetap di kampung/desa yang terletak di dataran/puncak bukit.  Suatu hal yang menarik.
Kami tiba di Lawahing setelah melintasi jalan mendaki dan berliku. Jalan aspal butas sempit berakhir, disambung aspal lapen yang hancur. Informasi yang didapatkan, aspal lapen itu sudah berumur 30-an tahun. Ada rasa kecewa pada warga masyarakat ketika menyampaikan hal ini.Â
Kami tiba di sekolah tempat acara perpisahan. Sekolah Dasar Negeri Lawahing. Unit sekolah ini berdiri pada tahun 2003. Berdiri di bibir kawasan kehutanan milik Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Pembangunan ruang kelas baru tersendat, bahkan dengan menggunakan anggaran besar di atas empat ratus juta. Anggaran sebesar itu tidak menuntaskan keseluruhan badan bangunan. Disisakan plesteran, lantai, plafon dan instalasi listrik. Sungguh miris.
Akhirnya saya tiba di rumah tempat di mana anak kami, Ansel Bani menginap. Rumah yang dijadikan tempat berteduh, bercerita, canda, tawa, inspirasi dan refleksi kehidupan. Dari rumah ini, Ansel beranjak menjelajahi Lawahing, Kabola dan Kalabahi.
bersambung
Eltari - Umi Nii Baki-Koro'oto, Â 31 Mei; 3 Juni 2024
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H