Bendahara BOS/BOSP pada sekolah dasar haruslah seorang ASN. Rasanya hal itu berlaku sama untuk satuan pendidikan swasta. Bagaimana jika swasta murni yang tidak memanfaatkan jasa ASN yang diperbantukan ke sana?
Pengelolaan/pemanfaatan anggaran BOS/BOSP dan laporannya yang semula manual, kini bergeser menjadi laporan dalam jaringan. Â Namanya pun bergeser yakni Aplikasi Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (ARKAS). ARKAS dirancang untuk "memudahkan" perencanaan dan pelaporan. Â Seluruh item kebermanfaatan untuk pembiayaan dan belanjanya telah ada di dalamnya. Tim managemen BOS/BOSP memilih dan menempatkan besaran anggaran belanja secermat dan setepat mungkin. Bila sudah diasumsikan telah benar, dikirim ke Dinas untuk mendapatkan pengesahan. Aplikasi yang digunakan pihak Dinas disebut MARKAS (Managemen Aplikasi Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah).
Lagi-lagi terlihat mudah, namun  terdapat tiga faktor penghambatnya yakni:
- Kesiapan tenaga Bendahara (dan Kepala Sekolah) yang mampu mengoperasikan aplikasiÂ
- Jaringan Listrik
- Jaringan Internet
Ketiga hal ini menjadi faktor penghambat utama. Maka, sekalipun unit-unit satuan pendidikan berada di lokasi dengan jaringan listrik dan jaringan internet memadai, belum ada jaminan bahwa Pengelola (Tim Managemen BOS ~ TM BOS) di sekolah punya kapasitas diri yang cukup untuk pengelolaan: perencanaan, pencairan, pembelanjaan, pembukuan, pelaporan dalam jaringan dan manual.
***
Sedikit terlepas dari uraian di atas, hal pengelolaan dan pemanfaatan anggaran BOS/BOSP di Kabupaten Kupang selalu saja ada hambatan. Hambatan itu lagi-lagi terletak pada pengelolaan sebagaimana disebutkan di atas.Â
Guru (ASN) yang ditunjuk sebagai Bendahara BOS/BOSP Â sesungguhnya melaksanakan tugas tambahan, bukan tugas pokok dan fungsinya. Hal ini menjadi penghambat, apalagi bila guru yang bersangkutan tidak mempunyai ketrampilan dan pengetahuan literasi digital. Bila gurunya melakukan tugas tambahan ini dengan pendekatan manual, maka tentulah tidak tepat, karena tuntutan zaman ini menggunakan aplikasi (ARKAS) untuk pengelolaan anggaran BOS/BOSP.
Solusinya yakni meminta bantuan pada teman atau orang lain yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan literasi digital. Dapatkah hal ini menjadi solusi yang paling tepat? Tentu, karena rasanya tidak ada alternatif kedua. Lalu, guru sebagai Bendahara mesti sering meninggalkan ruang kelas (tidak mengajar) untuk tugas tambahan ini, apalagi bila di sekolah belum ada jaringan listrik dan internet. Lokasi perencanaan anggaran BOS/BOSP mesti di luar sekolah.
Guru yang sering meninggalkan ruang kelas sudah dipastikan akan meninggalkan tugas belajar pada murid. Padahal, ketika Kurikulum Merdeka diberlakukan (walau belum sepenuhnya), para guru mesti selalu mendampingi murid di kelas. Jadi, bagaimana menuntut untuk "menghijaukan" aplikasi Rapor Pendidikan bila meninggalkan ruang belajar?Â
Hanya seorang guru yang sering meninggalkan ruang kelas karena tugas tambahan. Tidak. Tidak selalu demikian. Terdapat pula guru lain mesti meninggalkan ruang kelas untuk kepentingan dinas yang berhubungan dengan pribadinya. Misalnya, mengurus kenaikan pangkat, kenaikan gaji berkala, urusan administrasi lainnya ke dinas.Â
Kembali ke pengelolaan anggaran BOS/BOSP. Agaknya akhir dari tugas pengelolaan anggaran BOS/BOSP yakni laporan, baik dalam jaringan (online) maupun secara manual (laporan fisik). Laporan dalam jaringan dan laporan manual mesti tepat waktu, namun hal itu tidak selalu demikian. Kepentingan dari laporan tepat waktu yakni, agar MARKAS melakukan rekapitulasi anggaran yang diserahkan kepaa Pemerintan Daerah (Kabupaten, Kota) yang dikelola oleh unit-unit satuan pendidikan. Rekapitulasi ini penting agar Pemerintah Daerah mendapatkan "kredit point" baik sebagai penerima anggaran dari APBN.