Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Suka membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa. Menulis puisi sebisanya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru dalam Laporan Pemanfaatan Anggaran BOS

11 Februari 2024   18:31 Diperbarui: 11 Februari 2024   18:35 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: https://suaraindonesia.co.id/

Anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) atau istilah lain, Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) sudah diberlakukan sejak Juli 2005 sebagai wujud perhatian Pemerintah Pusat kepada satuan-satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah  di seluruh Indonesia. Hal ini sejalan dengan peraturan yang berlaku di antaranya UU Otonomi Daerah dan UU Sistem Pendidikan Nasional. 

"Keluhan" satuan-satuan pendidikan tentang minimnya anggaran untuk operasional menjadikan mereka harus membebani orang tua murid dengan pungutan yang disebut Sumbangan Pembangunan Pendidikan (SPP).  Besaran SPP tiap satuan pendidikan berbeda, baik oleh karena jenjangnya maupun konteks masyarakat di sekeliling satuan pendidikan itu berada. Ketika itu Pemerintah Daerah mengizinkan adanya pungutan itu, dan satuan-satuan pendidikan memanfaatkannya untuk kepentingan operasional. Di samping itu, Pemerintah Daerah pun turut memberi perhatian dengan anggaran yang agaknya boleh disebutkan sebagai seperlunya saja. Maka, ketika itu ada istilah sekolah bersubsidi.

Sejak BOS/BOSP diberlakukan, kampanye sekolah gratis digemakan bukan saja oleh para kepala daerah tetapi juga oleh mereka yang berada di ranah politik praktis. Satuan-satuan pendidikan wajib membuat spanduk/baliho yang menginformasikan bebas pungutan. Artinya, setiap orang tua murid yang mendaftarkan anaknya di satuan pendidikan akan mendapatakan keringanan seringan-ringannya dari aspek pembiayaan pendidikan.

Sampai di sini BOS/BOSP berimplikasi pada masyarakat. Masyarakat pendidikan khususnya orang tua murid telah berada di area ringan karena digratiskan. Padahal, Pemerintah melalui anggaran yang disediakan itu bukan untuk membebaskan sebebas-bebasnya, justru itu disebutkan sebagai anggaran minimal untuk operasional pendidikan tiap murid/peserta didik pada tiap satuan pendidikan. Artinya, masih terbuka ruang dan peluang untuk memungut dari masyarakat melalui kesepakatan dengan orang tua murid.

Kesepakatan orang tua murid dengan pihak sekolah harus dilaporkan kepada Pemerintah Daerah, dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Adakah satuan pendidikan yang melakukan pungutan tambahan itu membuat laporan? Pasti ada! Satuan-satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah (Negeri/Inpres) yang ingin cepat "naik kelas" dalam tampilan dan isi, membutuhkan suntikan anggaran pembiayaan tambahan. Sumbernya dari orang tua murid. Laporan pertanggungjawabannya pun kepada orang tua murid.

BOS/BOSP yang diberikan oleh Pemerintah Pusat yakni melalui Kementerian Pendidikan  Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) harus dimanfaatkan sebaik-baiknya ketika kampanye sekolah gratis gencar dilakukan. Penerimaan BOS/BOSP sebagai satu-satunya anggaran minimal yang dikelola oleh satuan pendidikan, harus benar-benar dimanfaatkan sesuai perencanaan. Maka, peranan tim pengelola anggaran BOS/BOSP pada satuan pendidikan sangat urgen.

Setiap tahunnya Kemdikbudristek akan mengeluarkan Peraturan Menteri sebagai Petunjuk Teknis (Juknis) Pengelolaan anggaran BOS/BOSP. Juknis yang demikian akan disosialisasikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan Provinsi melalui Dinas Pendidikannya. Sosialisasi diikuti dengan wanti-wanti pemanfaatan tepat sasaran, tetap waktu pula laporannya. Padahal, banyak kendala dihadapi oleh para pengelola yakni Tim Managemen BOS/BOSP di satauan pendidikan.

Tim Managemen BOS/BOSP pada satuan pendidikan terdiri dari: Kepala Sekolah, Bendahara BOS, Bendahara Barang, Ketua Komite dan seorang guru. Merekalah yang merancang pemanfaatan anggaran BOS/BOSP sesuai Juknis yang dikeluarkan Kemdikbudristek. Di antara pos-pos pembiayaan semisal:

  • bahan habis pakai (alat tulis-menulis kantor, kebutuhan KBM, dll)
  • honor tenaga guru dan tenaga kependikan non ASN
  • belanja barang modal yang urgen (laptop, desktop, alat kesenian, alat olahraga, varian KIT, Literatur, dll)
  • pemeliharaan (ringan dan sedang) sarana dan prasarana
  • kegiatan ekstra kurikuler
  • pengelolaan dana bos (administrasi dan managemen)
  • dan lain-lain

Dari sejumlah hal di atas, pengelolaan  dan pemanfaatan anggaran BOS/BOSP terasa mudah. Ternyata tidak semudah dibayangkan, kecuali pada satuan pendidikan yang di dalamnya ada  pegawai administrasi dengan status kepegawaian ASN. Ada di antara para pegawai ditugaskan untuk menjadi Bendahara (Pengeluaran) BOS/BOSP. Sementara pada satuan pendidikan dasar (sekolah dasar), berapa banyak pegawai administrasi yang ditugaskan oleh  pemerintah daerah (Kabupaten, Kota) ke sana?

Satuan-satuan pendidikan dasar, khususnya sekolah dasar ketiadaan pegawai administrasi. Kepala Sekolah menjadi edukator, motivator, fasilitator, manager dan administrator. Dapakah dibayangkan kerumitan tugas yang demikian? Mari pembaca memposisikan diri di tempat itu? Mungkin terasa mudah, bukan?

Bendahara BOS/BOSP pada sekolah dasar haruslah seorang ASN. Rasanya hal itu berlaku sama untuk satuan pendidikan swasta. Bagaimana jika swasta murni yang tidak memanfaatkan jasa ASN yang diperbantukan ke sana?

Pengelolaan/pemanfaatan anggaran BOS/BOSP dan laporannya yang semula manual, kini bergeser menjadi laporan dalam jaringan.  Namanya pun bergeser yakni Aplikasi Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (ARKAS). ARKAS dirancang untuk "memudahkan" perencanaan dan pelaporan.  Seluruh item kebermanfaatan untuk pembiayaan dan belanjanya telah ada di dalamnya. Tim managemen BOS/BOSP memilih dan menempatkan besaran anggaran belanja secermat dan setepat mungkin. Bila sudah diasumsikan telah benar, dikirim ke Dinas untuk mendapatkan pengesahan. Aplikasi yang digunakan pihak Dinas disebut MARKAS (Managemen Aplikasi Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah).

Lagi-lagi terlihat mudah, namun  terdapat tiga faktor penghambatnya yakni:

  • Kesiapan tenaga Bendahara (dan Kepala Sekolah) yang mampu mengoperasikan aplikasi 
  • Jaringan Listrik
  • Jaringan Internet

Ketiga hal ini menjadi faktor penghambat utama. Maka, sekalipun unit-unit satuan pendidikan berada di lokasi dengan jaringan listrik dan jaringan internet memadai, belum ada jaminan bahwa Pengelola (Tim Managemen BOS ~ TM BOS) di sekolah punya kapasitas diri yang cukup untuk pengelolaan: perencanaan, pencairan, pembelanjaan, pembukuan, pelaporan dalam jaringan dan manual.

***

Sedikit terlepas dari uraian di atas, hal pengelolaan dan pemanfaatan anggaran BOS/BOSP di Kabupaten Kupang selalu saja ada hambatan. Hambatan itu lagi-lagi terletak pada pengelolaan sebagaimana disebutkan di atas. 

Guru (ASN) yang ditunjuk sebagai Bendahara BOS/BOSP  sesungguhnya melaksanakan tugas tambahan, bukan tugas pokok dan fungsinya. Hal ini menjadi penghambat, apalagi bila guru yang bersangkutan tidak mempunyai ketrampilan dan pengetahuan literasi digital. Bila gurunya melakukan tugas tambahan ini dengan pendekatan manual, maka tentulah tidak tepat, karena tuntutan zaman ini menggunakan aplikasi (ARKAS) untuk pengelolaan anggaran BOS/BOSP.

Solusinya yakni meminta bantuan pada teman atau orang lain yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan literasi digital. Dapatkah hal ini menjadi solusi yang paling tepat? Tentu, karena rasanya tidak ada alternatif kedua. Lalu, guru sebagai Bendahara mesti sering meninggalkan ruang kelas (tidak mengajar) untuk tugas tambahan ini, apalagi bila di sekolah belum ada jaringan listrik dan internet. Lokasi perencanaan anggaran BOS/BOSP mesti di luar sekolah.

Guru yang sering meninggalkan ruang kelas sudah dipastikan akan meninggalkan tugas belajar pada murid. Padahal, ketika Kurikulum Merdeka diberlakukan (walau belum sepenuhnya), para guru mesti selalu mendampingi murid di kelas. Jadi, bagaimana menuntut untuk "menghijaukan" aplikasi Rapor Pendidikan bila meninggalkan ruang belajar? 

Hanya seorang guru yang sering meninggalkan ruang kelas karena tugas tambahan. Tidak. Tidak selalu demikian. Terdapat pula guru lain mesti meninggalkan ruang kelas untuk kepentingan dinas yang berhubungan dengan pribadinya. Misalnya, mengurus kenaikan pangkat, kenaikan gaji berkala, urusan administrasi lainnya ke dinas. 

Kembali ke pengelolaan anggaran BOS/BOSP. Agaknya akhir dari tugas pengelolaan anggaran BOS/BOSP yakni laporan, baik dalam jaringan (online) maupun secara manual (laporan fisik). Laporan dalam jaringan dan laporan manual mesti tepat waktu, namun hal itu tidak selalu demikian. Kepentingan dari laporan tepat waktu yakni, agar MARKAS melakukan rekapitulasi anggaran yang diserahkan kepaa Pemerintan Daerah (Kabupaten, Kota) yang dikelola oleh unit-unit satuan pendidikan. Rekapitulasi ini penting agar Pemerintah Daerah mendapatkan "kredit point" baik sebagai penerima anggaran dari APBN.

Salah satu item laporan itu yakni belanja modal. Laporannya meliputi; jenis barang, satuan, banyaknya, harga satuan, dan total harga. Laporan ini dituntut untuk dipercepat mengingat Rekapitulator di MARKAS  sangat membutuhkannya.  Kepentingannya urgen sehingga pejabat Dinas Pendidikan perlu mengeluarkan "ancaman" kepada para kepala sekolah. "Ancaman" itu akan berupa teguran tertulis dari Bupati. Suatu perkembangan pembinaan pegawai yang mungkin bijaksana pada mereka.

Jika merunut masalah pengelolaan anggaran BOS/BOSP yang selalu sama setiap tahunnya, yakni keterlambatan pelaporan, kiranya bila dibuatkan evaluasi maka sodorannya sebagai berikut:

  • Guru dengan status ASN tidak mempunyai kemampuan literasi digital secara praktis

Bila guru dengan status ASN tidak mempunyai kemampuan literasi digital secara praktis, bukankah ini menjadi tantangan? Satu unit satuan pendidikan Sekolah Dasar, tidak selalu tersedia guru dengan kemampuan administrasi/managemen keuangan. Guru dipastikan memiliki kemampuan pedagogik bukan administrasi/managemen keuangan. Pemerintah Daerah (dhi.Dinas Pendidikan) perlu mengkaji hal ini. Hasil kajian patut disalurkan kepada pihak pengambil kebijakan yakni Bupati/walikota. Bupati/Walikota kiranya memperdebatkan masalah ini dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota untuk menemukan solusinya. 

Langkah lainnya yakni mengusulkan kepada Badan Kepegawaian Negara agar bila ada kebijakan penerimaan CASN/CPNS/CP3K formasi untuk tenaga administrasi/managemen disiapkan pula ke satuan-satuan pendidikan Sekolah Dasar. Maka, guru di Sekolah Dasar kiranya tidak terbebani dengan tugas tambahan TM BOS/BOSP.

Sejak 2005 sampai sekarang rasanya belum ada kebijakan Pemerintah Daerah mengarah ke titik masalah ini. Guru ASN khususnya tetap dibebani tugas tambahan di antaranya sebagai Pengelola Anggaran BOS/BOSP. Maka, tidak mengherankan bila masalah keterlambatan laporan selalu saja terjadi.

  • Jaringan Listrik dan Jaringan Internet

Pada point hambatan jaringan listrik dan jaringan internet. Satuan-satuan pendidikan di pedesaan, pedalaman dan daerah pesisir selalu "pasrah" menunggu. Maka, solusinya yakni meninggalkan ruang kelas sampai ARKAS terkirim. Bila harus mengecek akan persetujuan, kembali lagi ke lokasi di mana ada jaringan listrik dan internet. Jika tidak demikian, tentulah akan menghambat adanya anggaran untuk pembiayaan operasional satua pendidikan.

Guru ASN yang ditunjuk dengan tugas tambahan Bendahara BOS terbeban dengan tugas ini. Kini ditambah lagi dengan wajib mengakses Platform Merdeka Mengajar dan e-kinerja. Sementara dia sendiri wajib untuk melakukan administrasi pembelajaran dan administrasi kelas.

Betapa ... !

Umi Nii Baki-Koro'oto, 11 Februari 2024

Heronimus Bani

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun