Hari ini, kami (saya, isteri, anak) berziarah ke pusara mama dan papa. Keduanya dikuburkan di TPU yang berbeda. TPU lama di desa kami sering disebut Knete' Haumeni, dan TPU disebut Kuafe'u. Â
Jenazah ibudan kami dikuburkan di TPU Knete' Haumeni', sedangkan jenazah ayahanda dikuburkan di TPU Kuafe'u. Kami tidak berziarah terbatas pada kedua pusara ini, tetapi juga pada pusara anggota keluarga seperti ibunda dari ayahanda (nenek kami), pusara kakak dan pusara ibunda dari ibunda kami (neneknya anak-anak), dan beberapa pusara berikutnya.Â
Banyak anggota masyarakat  yang melakukan hal yang sama: membersihkan pusara dari rerumputan dan semak, serta membakar lilin, menabur bunga. Sesudahnya mereka pulang.Â
Penutup
Berkunjung ke TPU atau TPK sudah menjadi budaya sejak lama. Maka, di kota Kupang sudah ada perkembangan lain yakni menyiapkan bunga yang sudah dihaluskan.Â
Para penjaja bunga rampai ramai menjajakannya di pinggir jalan. Peminat cukup menyediakan uang belasan ribu hingga puluhan ribu untuk membeli dan langsung mengadakan ziarah.
Kiranya ziarah menjadi budaya positif untuk mengenang dan mengingat jasa dari orang-orang terkasih yang telah meninggal. Pada saat berziarah, anak-anak yang tidak mengenal akan mendapat cerita tentang siapa yang dikuburkan, apa hubungan kekerabatan dan jasa-jasanya.Â
Cerita-cerita itu akan membekas dalam ingatan dan akan dikisahkan secara turun-temuruan, sehingga tidak terputus ikatan dan silsilah keluarga.
Umi Nii Baki-Koro'oto, 25 Desember 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H