Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Bahasa dan Kebudayaan masyarakat turut menjadi perhatian, membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Hari-hari Lelah Pergi Hari Baru Datang (1)

26 September 2023   07:47 Diperbarui: 26 September 2023   07:48 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paket Peminangan dan Pasangan nikah menurut hukum adat perkawinan; Kolase; Roni Bani

Pengantar

Juni 2023, keluarga kami bersama perangkat pemerintah desa dan anggota majelis jemaat berkunjung ke salah satu dusun di desa Manusak Kecamatan Kupang Timur Kabupaten Kupang. Dusun itu bernama Oeboboa. Jarak tempuh dari kampung kami di Koro'oto desa Nekmese ke sana, tidak lebih dari 2 jam menurut Google Maps. Padahal, untuk sampai ke sana harus melintasi jalan berliku dan beraspal lapen yang sudah terbongkar di banyak titik sehingga berlubang-lubang. Kami juga harus berhati-hati di sepanjang jalan Timor Raya karena lalu lintas di antara pertigaan area ekonomi yang cukup sibuk di Oesao Kabuparen Kupang. Maka, perjalanan ke sana memang membutuhkan waktu di aras 2 jam.

Kami disambut secara amat baik oleh keluarga yang mengirim kabar dan mengundang kami. Keluarga yang mengirim kabar sekaligus mengundang kami itu berada dalam rumpun Ullu dan Ndaomanu. Dua rumpun keluarga besar inilah yang mengundang kami. Ada sejumlah keluarga penyangga di sana. Dari rumah satu keluarga Ulu-Ndaomanu ini lahir dan telah menjadi gadis setelah melintasi garis waktu dengan segala aksesorinya mengantar sang gadis pada titik waktu untuk diperkenankan mendapatkan jodohnya. Gadis itu bernama lengkap, dr.Arah Murniadi Ullu, S.Ked. Murni atau Muni, demikian nama sapaan yang diberikan kepadanya. Ia telah menerima "lamaran cinta" dari seorang pemuda. [ dalam tulisan ini, nama yang dipakai, Murni]

Kami dari dua rumpun keluarga Bani dan Nafi. Masih ada rumpun keluarga penyangga seperti: Bois-Nabubois, Ora, dan sejumlah besar keluraga dari  rumah besar/rumah tua/rumah adat mana yang disebut Umi Nii Baki. Dari rumah ini lahir seorang anak laki-laki bernama lengkap drh.Rolens Ferdinand Mario Bani, S.KH. Rio, demikian ia disapa dalam rumah ini. Dialah yang mengirim lamaran cinta kepada Murni (atau Muni). 

Lamaran cintanya telah diterima, dan telah bersambut baik pula oleh orang tua kandung dari Murni, dan telah disebar di dalam keluarga besar Ullu dan Ndaomanu. Mereka pun tak berkeberatan, sehingga menyuepakati untuk "mengundang secara wajib" diterima dan dipenuhi undangan itu. Maka, Juni 2023 itu, rombongan itu berada di Oeboboa Manusak Kupang Timur.

Pada pertemuan itu disepakati beberapa hari yang sifatnya "gelondongan". Disebutkan secara gelondongan karena masih akan diperhalus pada pertemuan berikutnya. Jadwal pertemuan berikutnya yakni Agustus 2023, sesudah perayaan HUT Proklamasi Kemerdekaan ke-78 NKRI.

Agustus 2023, utusan keluarga Bani-Nafie kembali ke Oeboboa untuk meneguhkan dan menghaluskan "kesepakatan gelondongan". Penghalusan itu semakin mengerucutkan titik waktu puncak yang akan dicapai dalam mengurus peneguhan dan pengresmian "cinta bersambut" dari Rio dan Murni.

Hari keramat untuk keduanya yakni 18, 19 dan 20 September 2023. Hari itu sebagai waktu yang tak akan terhapuskan dari prasasti pernikahan keduanya. 18 September 2023, prosesi dan upacara menurut hukum adat perkawinan, dan 19 September 2023, prosesi dan upacara menurut agama yang dianut oleh pasangan pelaku cinta. Tanggal 20 September 2023 akhir dari prosesi itu yakni budaya saebnono dan bebin uik ana' - teuf ana'. Keduanya, Rio dan Murni merupakan dua "bintang" pelaku cinta dari empat rumpun keluarga: Ullu, Ndaomanu, Bani dan Nafie.

Maso minta (peminangan)

Persiapan Maso Minta

Jadwal-jadwal telah ditentukan untuk prosesi dan upacara menuju puncak acara perkawinan/pernikahan pasangan kekasih. 18, 19 dan 20 September 2023. Ketiga hari dan tanggal ini merupakan puncak-pucak prosesi yang melibatkan keluarga inti masing-masing rumpun dan rumpun keluarga penyangga (aaz: sukin-toran).

Persiapan menuju ketiga hari-hari puncak ini dilakukan antara tanggal 16 dan 17 September 2023 di Oeboboa Kupang Timur. Sementara itu, persiapan di rumah keluarga besar Bani-Nafie dimulai pada tanggal 8, dan 19, 20 September 2023.

Tanggal 16 dan 17 September 2023, empat rumpun keluarga dan keluarga penyangga bersepakat untuk membangun tenda-tenda persiapan konsumsi. Tenda persiapan konsumsi yang dimaksudkan di sini, yakni dapur dan ruang-ruang persiapan konsumsi untuk tamu/undangan. Materilnya sederhana, kayu dan dedaunan palm (gebang dan kelapa). Di samping itu, disiapkan pula material konsumsi itu sendiri yang diperolah dari kewajiban sesuai kesepakatan. 

Istilah yang digunakan dalam konteks ini untuk orang Timor-Amarasi yaitu: pika' akbubu' (mangkok) dan pika' bena' (piring nasi). Mangkok melambangkan sup dan piring nasi melambangkan nasi/beras. Kesepakatan dua pihak keluarga yakni: isian mangkok oleh keluarga Bani-Nafie, dan isian piring nasi oleh keluarga Ullu-Ndaomanu. Hal-hal di sekitarnya sebagai tambahan yakni anggaran belanja penyedap rasa menjadi tanggung jawab keluarga Bani-Nafie.

Tanggal 18 September 2023 tenda utama dibangun. Kursi-kursi untuk menerima tamu pun disiapkan. Panggung kecil untuk pasangan kekasih disiapkan pula. Mereka akan menjadi "objek sekaligus subjek" dari seluruh proses dan prosesi upacara perkawinan/pernikahan. 

Lampu-lampu dan sumber aliran listrik dipastikan telah disiapkan. Sound system yang membantu mengantarkan suara natural para pembicara tak luput dari persiapan, hingga pada titik pembagian tugas kepada anggota-anggota keluarga dari empat rumpun keluarga untuk menjadi petugas-petugas yang melancarkan acara pada malam resepsi.

Memasuki area maso minta, keluarga Bani-Nafie patut menyaipkan beberapa hal yang menjadi tuntutan hukum adat perkawinan yang umum, khusus dan khas. Masyarakat perkotaan di Nusa Tenggara Timur menyebut namanya: dulang maso minta. Dulang-dulang maso minta yang dimaksudkan itu yakni:

Pertama, lilin/lampu yang dinyalakan dan Kitab Suci. Lampu pada masa lampau orang menggunakan pendekatan melilitkan kapas berlulur tumbukan bijian berminyak. Bijian berminyak itu antara lain: biji jarak atau biji kesambi. Seiring kemajuan teknologi, orang menggantinya dengan lampu minyak: lentera atau lampu gas. Kitab suci ditambahkan ketika agama semawi diterima di kalangan masyarakat adat mana pun di Nusa Tenggara Timur. Keduanya melambangkan pendekatan "buka jalan" dan pencerahan. 

Kedua, pemberian kepada orang tua. Pemberian kepada orang tua yang dimaksudkan di sini yakni berisi pakaian yang khas dari pihak keluarga laki-laki (dhi. Bani-Nafie). Dua set kain tenun yang khas masyarakat Pah Amarasi ditempatkan pada dulang kedua. Satu set untuk ayah/bapak, dan satu set lagi untuk ibu/mama. Di dalamnya ditempatkan pula pemberian kepada Pemerintah desa dan organisasi keagamaan dimana keluarga Ullu-Ndaomanu menjadi anggota masyarakat dan anggota organisasi keagamaan itu.

Ketiga dan Keempat, pemberian kepada gadis yang dipinang. Pemberian ini dipilah menjadi dua bagian oleh karena perangkat khusus keperempuanan berupa alat/material rias wajah dan pakaian yang diselipi sebentuk barang mas dengan ukuran berat dan karat tertentu.

Kelima. Pinang wangi (aaz: puah bonak) beserta aksesori pelengkapnya berupa sirih (manus), kapur (ao), tembakau (maro). Pemberian terakhir ini menyasar publik. Pada pinang wangi satu tandan sering sekali buahnya berjumlah antara 100 - 300 buah. Satu tandan pinang wangi dengan jumlah seperti ini yang umumnya dipakai untuk meminang gadis-gadis di perkotaan. Masyarakat perkotaan kurang memamah sirih-pinang, namun sudah menjadi budaya masyarakat perkotaan, bahwa salah satu item (ayat) yang wajib dipenuhi untuk meminang yakni pinang wangi.

Pemberian yang khas sebagai perwujudan hukum adat perkawinan disiapkan secara khusus dan istimewa. Keluarga Ullu-Ndaomanu meminta agar pemenuhan hukum adat perkawinan versi masyarakat Oeboboa Manusak Kupang Timur yakni: bingkisan itu dibungkus sedemikian rupa sehingga tidak terlihat oleh tamu/undangan. Mereka cukup mengetahui bahwa "ayat" hukum adat perkawinan itu telah dipenuhi. Maka, keluarga menempatkan satu kotak tempat sirih-pinang (aaz: oko'mama'-kabi'-mama') di dalamnya berisi sejumlah amplop. Amplop-amplop itu diisi dengan lembaran rupiah yang telah disepakati dua pihak keluarga dengan sepengetahuan rumpun keluarga penyangga.

Pemberian terakhir sebagai simbol "pesta pernikahan" yakni pakaian pengantin yang akan dikenakan pada saat upacara menurut agama yang dianut oleh pengantin. Pakaian lainnya akan dikenakan pada saat resepsi dimana tamu/undangan menghadiri, menyaksikan dan menikmati rangkaian acara yang dikemas oleh panitia yang "bermain" di belakang panggung resepsi.

bersambung... 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun