* Ini satu cerita tentang proses peminangan gadis di salah satu tempat sekitar perbatasan Kota Kupang dan Kabupaten Kupang. PA menghadiri acara ini, turut menyaksikan, tersenyum, tertawa dan ikut merasakan ketidaknyaman.
Hari itu, Kamis (13/7/23), waktu menunjukkan pukul 16.00 WITa, sebarisan tokoh masyarakat di dalam desa telah duduk berjejer. Mereka mengapit Kepala Desa yang mendapat posisi duduk di tengah-tengah para tokoh. Para tokoh itu di antaranya berfungsi sebagai mafefa' (Juru Bicara ~ Jubir) dan pemangku adat yang menyaksikan prosesi peminangan. Prosesi peminangan di dalam masyarakat Timor dan sekitarnya yang menggunakan bahasa Melayu Kupang disebut maso minta.
Jarum jam menunjukkan pukul 1700 WITa, keluarga dari pihak gadis mulai gelisah. Hal yang sama terlihat pada rona para tokoh termasuk Kepala Desa. Pemimpin institusi keagamaan dalam desa ini, seorang pendeta. Ia terlihat dijemput untuk menikmati makanan yang telah disajikan keluarga di meja makan. Beberapa orang dijemput untuk mendampingi sang pendeta. Para tokoh yang duduk dalam barisan terdepan, tidak satu pun menuju ke meja makan.
Seorang tokoh mengambil alat bantu pengeras suara. Ia mengumumkan bahwa kabar terkini dari rombongan keluarga pihak pelamar (laki-laki) sedang dalam perjalanan. Mereka tertahan di tengah jalan berhubung ada operasi lalulintas. Di antara anggota rombongan ada yang turut dirazia oleh petugas kepolisian dimana didapati pengemudinya tanpa Surat Izin Mengemudi (SIM). Mereka harus tertahan di jalan untuk menyelesaikan masalah ini. Kabar ini dapat dimaklumi oleh pihak keluarga gadis. Benarkah mereka yang datang itu tertilang?
Pukul 17.30 WITa, 2 orang pengantar tempat sirih-pinang (oko'mama'Â atau kabi 'mama) dari pihak keluarga pelamar memasuki tenda. Seorang ibu memegang tempat sirih-pinang di sampingnya seorang bapak. Sang bapak menyapa "Selamat sore dan selamat sejahtera. Shalom!"Â
Sapaan ini dijawab oleh para tokoh dan pihak keluarga gadis. Kedua orang itu dipersilahkan mengambil tempat duduk. Sesudah itu, sang ibu yang memegang tempat sirih-pinang mengantarnya ke hadapan para tokoh. Tempat sirih-pinang itu berisi sirih-pinang dan satu helai uang Rp10.000.- Â
Sekembalinya ibu itu ke tempat duduk, bapak yang mendampinginya menyampaikan salam dan sekaligus maksud. Semuanya disampaikan dalam tutur budaya, di antaranya seperti ini.
ook amtekes kaib amtekes le' huumk am hit matak, he 'eut ma utoon 'eu ki alaki, 'ak hi bae' sin nkoen ok neman ntean gwoen. Es on naan, hai mtoit he msimo ma mtoup kai, misoit meu kai nesu enon he sin alasin nfoont ok ma ntaam neman. Au 'eik hanaf ma beno njali lasi toti ma'af natuin sin nhae' loob ok. Lais etus ma tonas, antuu' on le' nane."
Kira-kira terjemahannya seperti ini.
Tempat sirih-pinang di hadapan kita, menjadi media yang melaluinya saya hendak menyampaikan kepada kamu semua, bahwa saudara-saudaramu sudah tiba di tempat. Oleh karena itu, saya mohon berkenan membuka pintu agar mereka dapat bergeser maju, memasuki rumah ini. Saya membawa kabar ini menjadi permohonan maaf atas keterlambatan mereka. Demikian permintaan kami.Â
Sesudah penyampaian itu, pihak keluarga gadis menerima dan meminta agar rombongan keluarga pelamar segera masuk.
Pukul 18.00 WITa rombongan keluarga pihak laki-laki memasuki "gerbang" tenda peminangan. Jumlah mereka kira-kira 50-an orang. Pemimpin rombongan, jubir langsung menyapa dan menyampaikan seluruh maksud dari kehadiran mereka di dalam tenda peminangan ini.
Jubir pihak keluarga gadis terlihat senyumannya. Rasanya ada yang kurang tepat dari penyampaian jubir pihak keluarga laki-laki. Jubir pihak keluarga gadis menyapa kembali, dan meminta agar prosesi peminangan didahului dengan doa. Doa harus dipimpin oeh salah seorang dari rombongan keluarga pihak laki-laki.
Sebelum prosesi dilanjutkan, jubir pihak keluarga gadis mempersilahkan anggota rombongan untuk mengambil tempat duduk. Sementara jubir dan para petugas tetap berdiri.
Keluarga pihak laki-laki yang akan melamar pun menunjuk seorang bapak memimpin doa. Setelah doa didaraskan, prosesi melamar pun dilangsungkan. Jubir pihak laki-laki menyampaikan siapa mereka dan terutama siapa pemuda yang mereka wakili. Selanjutnya secuil kisah cinta yang akhirnya mengerucut pada titik keputusan untuk menjadi sepasang kekasih dalam rumah tangga. Sejumlah bawaan di tangan sebagai hadiah dan sifat dari barang-barang ini "mati".
Jubir keluarga gadis menerima dengan pernyataan berbunga-bunga yang membingungkan oleh karena alat bantu pengeras suara yang dipakainya ditempelkan ke bibir. Suaranya menjadi kacau di pendengaran, namun terlihat para pendengar tertawa. Mengapa? Karena pantun-pantun yang disampaikan jubir keluarga gadis.
Satu kelompok gadis menerima hadiah (dulang berisi barang) yang dibawa oleh keluarga pihak laki-laki. Kelompok pembawa dulang/baki terdiri dari 1 orang gadis dan 4 orang pemuda. Dulang/baki diterima. Sesudah itu para gadis penerima membawa dulang-dulang ke dalam rumah. Jubir pihak keluarga gadis mempersilahkan para petugas untuk duduk. Jubir keluarga laki-laki tetap berada pada posisi berdiri.
"Berhubung kami sudah menunggu berjam-jam di sini, maka prosesi kita langsungkan beberapa menit saja. Tetapi, kami perlu mendapatkan kabar yang pasti, siapakah pemuda yang disebutkan di awal prosesi? Tolong tunjukkan kepada kami!" demikian pertanyaan Jubir pihak keluarga Gadis.
Jubir keluarga laki-laki mempersilahkan sepasang pemuda/pemudi membawa pemuda yang disebutkan sebagai pelamar, calon menantu dari keluarga yang dimasukinya. Ketika tiba di depan para tokoh dan tamu, ia diperkenalkan dengan menyebut namanya.
Jubir keluarga gadis menyampaikan bahwa di dalam rumah ini, terdapat sejumlah gadis. Pemuda yang disebutkan dan telah berada di hadapan semua orang, mendapat izin untuk memasuki rumah, memilih salah satu di antara gadis yang berada di sana. (Memang tidak disiapkan, cukup di sana gadis yang dimaksudkan).
Pemuda ini segera masuk ke dalam rumah. Beberapa saat kemudian sepasang kekasih bergandengan tangan telah berdiri di hadapan para tokoh dan tamu undangan. Setelah basa-basi oleh Jubir keluarga gadis, pasangan kekasih dipersilahkan duduk.
Jubir menyampaikan sekali lagi bahwa pemimpin institusi keagamaan telah menanti dalam durasi yang cukup lama, jadi perlu ada singkat kata agar ibadah syukur peminangan dapat dilangsungkan. Sesudah ibadah syukur nanti, para tokoh akan melanjutkan prosesi menurut hukum adat perkawinan di desa ini.
Ibadah berlangsung dalam durasi kurang lebih 1 jam hingga berakhir.
Kini tiba saatnya untuk para tokoh mengambil bagian dalam perbincangan hukum adat perkawinan. Salah satu di antaranya yakni, petuah oleh Kepala Desa. Kepala Desa menyampaikan petuah dengan tips-tips menjalani kehidupan berumah tangga.Â
Sesudah Kepala Desa menyampaikan sambutan, para tamu mendapat jemputan untuk menikmati makan malam. Sementara para tokoh tidak diperkenankan. Hal ini terjadi karena dua faktor:
- Keterlambatan rombongan keluarga laki-laki. Waktu yang disepakati untuk prosesi maso minta seharusnya pada pukul 16.00 WITa, ternyata bergeser ke pukul 17.00 WITa dan bergeser lagi sampai pukul 18.00 WITa. Kepada keluarga laki-laki mendapat sanksi adat.
- Pengantin adat belum memberi atau menerima salam jabat dari semua tokoh dan tamu yang datang. Sebahagian tamu sudah pulang sebagai dampak dari keterlambatan. Solusinya, pengantin adat yang berkeliling memberi salam. Di tengah acara memberi salam, pengantin adat keliru secara adat. Tempat sirih-pinang tiada ada pada keduanya.
Kini makan malam sedang belangsung, sementara para tokoh belum diperkenankan menuju meja hidangan. Semuanya duduk terpekur saja karena telah terjadi kekeliruan dalam pelaksaanaan hukum adat perkawinan.
Keluarga pihak laki-laki menempatkan 1 unit tempat sirih-pinang dengan 2 lembar uang sebagai tanda menerima sanksi adat atas keterlambatan. Sementara sanksi kedua yakni belum mendapat izin ke meja makan mereka menunggu saja sampai semua tamu menikmati makanan. Kepala Desa pun tetap di tempat untuk tidak boleh mengambil bagian dalam makan bersama.
PA sudah mengambil bagian dalam makanan yang disediakan. Sesudah menikmati makanan, PA pun menuju kendaraan (motor) dan pulang ke kampung. Â Prosesi acara peneguhan/pengukuhan pernikahan secara hukum adat perkawinan di desa ini, belum berlangsung. Semua pemangku kepentingan ,khususnya para tokoh masih menjalani sanksi adat, tidak boleh menuju meja makan sebelum semua tamu menikmati makanan.
haha...
Tersenyumlah
PA ~ Pemuluang Aksara
Umi Nii Baki-Koro'oto, 15 Juli 2023
Heronimus BaniÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H