Masyarakat pengikut para Dewa/Dewi yang demikian ini tercatat dalam Perjanjian Baru: Kitab Kisah Para Rasul 19; disebutkan tentang pengajaran Rasul Paulus yang menyebabkan para pemuja Dewa Artemis marah.Â
Mereka kehilangan pekerjaan dan pendapatan. Patung-patung Dewa Artemis dibuat dan diperjualbelikan. Itulah sebabnya ketika Rasul Paulus menyatakan bahwa hanya ada satu jalan kehidupan melalui Yesus Kristus, para pemuja dan pengrajin patung Dewa Artemis marah.
Â
Nah, secara ringkas aspek sejarah menyalakan/memadamkan lilin kiranya demikian.
Â
Hal lain yang diasumsikan sebagai cara yang tepat untuk memberi makna dari menyalakan/memadamkan lilin yakni, masa yang sudah berlalu, biarlah berlalu. Aspek masa lalu ini yakni umur yang sudah berlalu akan berlalu, diasumsikan akan tenggelam (gelap).Â
Lalu, sukacita pada umur yang baru ditandai dengan bermusik dengan tepuk tangan sambil bernyanyi. Tanda meninggalkan kelampauan dan menerima masa depan (1 tahun lagi) yaitu dengan memotong dan membagi-bagikan kue untuk disantap bersama.
Â
Kita pun bertanya, dimanakah sejarah yang menutup (membuat gelap) diri? Bila aspek kesejarahan dari seseorang atau institusi ditutup (tiup padamkan), bagaimana mendapatkannya lagi untuk berkisah dan mengurainya dalam tulisan (prasasti)?
Â
Menyalakan Lilin Baru