Salah satu masalah krusial adalah pembangunan tak begitu saja mengikuti paham negara asing atau katakan kebijakan washington konsensus.Â
 Dalam konteks indonesia, soal paradigma adalah suatu kewaijiban untuk mendekatkan pada konstitusi (asli), UUD 1945 pasal 27,33 dan 34.
 Sejak reformasi ini lah persoalan yang krusial.
 Dengan demikian, Soal-soal pembangunan ekonomi-politik mestinya tak terpisah dari latar belakang sejarah rakyatnya. secara normatif pendekatan paradigma ini di kenal paradigma pembangunan ekonomi-politik indonesia . Paham pendekatan ini merupakan ciri khas dan melihat kompleksitas sejarah rakyatnya.
 Pada paradigma ini wajib percaya perlunya peran negara langsung, dimana peran negara yang efektif untuk memperjuangkan keadilan sosial , mekanisme pasar yang fair, kaum modal swasta punya tanggung jawab sosial serta mendorong gerakan koperasi, serikat buruh, juga tani dan nelayan secara bersama-sama memperjuangkan keadilan sosial dan menghindari hegemoni kaum modal.Â
 Kinerja ekonomi belum mencape target
 persoalan basis data ekonomi rakyat sangatlah penting, bagaimana kebijakan akan mampu di persepsi rakyat dan di rasakan sebagai bagian warga negara nya.
 KIta saat ini membaca persoalan, dapat peroleh dari berbagai sumber, misal melalui penelusuran google, website BPS dan maupun data sekunder lainnya.
 Mengacu data badan Pusat statistik BPS, penduduk miskin adalah penduduk dengan pengeluaran rata-rata perkapita perbulan di bawah garis kemiskinan. garis kemiskinan perseptember 2016 adalah penduduk dengan pengeluaran Rp. 372.114 perkapita perbulan dikota dan Rp. 350,420 perkapita di desa.
 Dari basis data tersebut BPS mencatat penduduk miskin mencape 27,76 juta orang atau 10,7 % dari total populasi.
 Menurut penulis basis penentuan garis kemiskinan (GK) tidak realistis, garis kemiskinan yang di anut BPS sangat tidak masuk akal rp. 372 ribu perkapita perbulan. Kalau penduduk mempunyai empat (4) anggota keluarga maka pendapatan penduduk kota Rp. 1,5 juta , dibawah nya baru dianggap miskin.