Sesat pikir kedua ada pada model top downnya aksi sehingga aksi tak atau Revolusi pendidikan seakan akan merupakan keinginan inti massa bukannya keinginan massa banyak, hal ini jika kita telisik ada pada tidak berjalannya sistem demokrasi yang bersifat deliberatif (Max Horkheimer) akibat organisasi massa yang mewariskan sistem yang memungkinkan terjadinya pola pragmatis akibat sistem voting dan bukannya musyawarah, keiinginan untuk lebih efektif sehingga menimbulkan kesan praktis saja membuat mahasiswa ikut saja apa ide dari para pejabat kampus padahal demokrasi bukanlah sebuah industri dimana efektivitas adalah faktor utama, namun demokrasi adalah hal organik yang kualitas kemuslahatan bersama dan kemufakatan serta partispasi semua orang didepan umum dalam bependapat itulah yang menjadi titik yang dicari.
Sesat pikir pola top down memang telah menjadi penyakit kita sejak lama sehingga tak ayal Revolusi  Pendidikan pun mati sebelum berkembang dikarenakan tidak adanya sistem pelibatan mahasiswa yang menciptakan budaya skeptis pada Revolusi Pendidikan, padahal seharusnya organisasi mahasiswa harus berperan sebagai pelopor yang berfungsi menggerakan mahasiswa keseleluruhan sehingga Revolusi merupakan kehendak semua karena lahir dari bawah dan bukan komando dari atas atau para pejabat kampus.
Hal ini adalah PR besar apakah organisasi mahasiswa mau menciptakan sistem deliberatif? Pertanyaan itu mari dijawab organisasi mahasiswa agar tak terjebak pada sahwat Revolusi, jika sistem deliberatif tak mampu diciptakan maka segera ucapakan selamat tinggal pada Revolusi Pendidikan karena itu hanyalah sahwat pejabat kampus yang ingin naik daun dan dilirik parpol untuk prospek 2030an.
Aksi yang contraRevolusioner.
Jika anda cek di media sosial hingga dunia maya bahkan media cetak apakah anda menemui berita Revolusi Pendidikan? Seakan akan hal maha penting ini jsutru kalah dengan kasus penistaan agama juga kasus lainnya yang sudah bosan kita melihatnya, lantas apa yang membuat Revolusi Pendidikan tidak booming bahkan media massa dan informasi malah menyoroti sifat aksi?
Dalam perjuangan kawan kawan Revolusi Mei 1968 Prancis, mata dunia tertuju ketika ribuan mahasiswa Prancis yang revolusioner berani mengambil tindakan radikal menduduki kampus, tapi apakah kampus saja? Berulang kali saya jelaskan bahwa metode produksi mempengaruhi penciptaan wacana dengan contoh bagaimana sistem ekonomi Indonesia yang mulai masuk dalam sistem kapitalis mempengaruhi ranah adminsitrasi dan tata negara dalam penggunaa  teori state apperatuse Louis Althusser, maka dengan mematikan dan menghancurkan atau paling tidak menggangungu sistem ekonomi seperti apa yang dilakukan di Prancis harus dilakukan, untuk apa? Dengan menganggu paling tidak mahasiswa dan rakyat bisa mempengaruhi negara untuk mengatur aktivitasnya menjadi sesuai apa tuntutan massa akibat terganggunya sistem ekonomi, lantas apa saja material yang dibutuhkan?
Tak lain dan tak bukan ketika pekerja dan mahasiswa bisa bersatu, karena isu pendidikan adalah isu yang sangat vital, seluruh rakyat Indonesia membutuhkannya dari pekerja tambang, pekerja industri, pekerja kerah biru hingga pekerja kasar semuanya membutuhkan pendidikan sebagai ranah mereka untuk memperbaiki hidup maka jalinan komunikasi antara mahasiswa dan pekerja adalah sebuah langkah revolusioner dan aksi mogok atau menduduki kampus yang berakibat pada terganggunya sistem ekonomi pasti mempengaruhi pemerintah untuk mau menuruti tuntutan Revolusi pendidikan, namun keengganan mahasiswa menjalin komunikasi dengan pekerja dan aksi bersama adalah sebuah langkah lucu yang sangat contraRevolusioner karena dalam sistem ekonomi yang memasuki ekonomi kapitalis maka elemen yang bisa berjuang secara militan yang bisa mempengaruhi hagemoni dan merupakan elemen radikal adalah pekerja, karena pekerjalah mahasiswa bisa mengganggu sistem ekonomi sehingga aksi yang radikal bisa dilakukan yang berakibat pada tersainginya kelompok hagemoni yang menguasai wacana dan keputusan administrasi dan tata negara yang tidak pro rakyat.
Mungkin hal yang paling mudah adalah bagaimana mahasiswa Prancis pada 1968 bisa bergandengan tangan melakukan perjuangan bersama pekerja, hal ini adalah sebuah kewajiban karena mahasiswa tidak mempunya basis massa yang radikal dan pekerja tidam mempunya penggerak revolusioner sehingga meniru apa yang dilakukan mahasiswa Prancis 1968 yang sadar akan kelemahannya adalah salah satu point mengoreksi diri untuk perjuangan Revolusi Pendidikan kedepannya.
Literasi Yang terlupakan. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Berapa lama anda berada di bangku Universitas? 4-5 Tahun lantas apakah Revolusi hanya dilakukan di era anda kuliah? Hal terlupakan dalam perjuangan Revolusi Pendidikan 2 Mei 2017 adalah lemahnya literasi baik untuk sarana propaganda, pencerdasan, transfer informasi juga warisan bagi adik adik kelak, dalam hal ini kita lupa bahwa sarana literasi adalah salah satu sarana vital yang bisa membuat keberlangsungan Revolusi terjaga, meniru dari apa yang dilakukan oleh kawan kawan ITB dengan buku putihnya atau yang ekstrem adalah Das Capitalkaum kiri bahkan Adam Smith pun mewarisi literasi ilmu dan pokok perjuangan dalam sebuah buku yang bisa diwariskan dan dibaca serta disebar.
Namun saya mengkritik bagaimana kawan kawan mahasiswa masih kurang menganggap literasi adalah hal yang penting sehingga Revolusi Pendidikan terkesan reaksioner akibat tidak rasional ( lemahnya analisis ) dan sangat terkesan tidak siap padahal sebuah Revolusi butuh sebuah literasi pasti yang bisa menjaga nyala Revolusi tetap terjaga dan satu satunya adalah literasi dimana aspek kajian, hal hal materil, variabel Revolusi dan pokok pikiran tetap terjaga dan bisa diterjemahkan dalam bentuk propaganda yang tetap dalam garis revolusioner sesuai dengan hal hal yang menjadi alasan penggerak Revolusi, hal ini penulis alami sendiri dengan melihat bagaimana untuk menyusun analisis dan wahana literasi untuk propaganda seakan akan mahasiswa keterlambatan akibat posisi seperti kembali menerka pokok masalah dan kembali mennyusun anti tesis dari tesis padahal pihak yang berkuasa telah terus menyusun anti tesis Revolusi Pendidikan dengan berbagai cara.