Seperti sepenggal kisah lanjutan. Tetapi keesokan harinya, ketika fajar menyingsing, atas penentuan Allah datanglah seekor ulat, yang menggerek pohon jarak itu, sehingga layu. Rasanya seperti membayangkan sebuah episode yang berjalan happy ending, terus tamat. Tetapi pada kenyataannya tidak juga. Semua di luar akal pikiran dan rencana hidup kita. Semua bisa terjadi kapan saja dimana saja dan siapa saja bisa mengalaminya bukan ?
Mungkin yang terjadi kemudian adalah kalimat dan kejadian kembali berulang. Ada protes, keluhan dan rasa penasaran plus sakit hati. Ada teguran juga. Bisa jadi kitapun seringkali berpaku pada pola pikir instant yang tentu saja menguntungkan diri sendiri. Dan tentu saja berharap tidak ada masalah. Tetapi manusia pada umumnya seringkali lupa bahwa Tuhan yang pegang blue print yang bisa membawa kita semua masuk dalam berbagai masalah dan pergumulan dengan maksud, agar kita bisa tahan uji dan bisa lolos dalam tahap penguasaan diri.
Jadi mendadak teringat kalimat sebuah kalimat, engkau sayang kepada pohon jarak itu, yang untuknya sedikitpun engkau tidak berjerih payah dan yang tidak engkau tumbuhkan, yang tumbuh dalam satu malam dan binasa dalam satu malam pula. Dengan kata lain, di tengah situasi seperti sekarang ini yang tidak menentu, sejauh manakah kita masih mengeluh dan merasa tidak puas akan perjalanan hidup kita sendiri dan masihkah kita juga protres kepada Tuhan ? Bersiaplah melangkah bahkan membuat lompatan di hari kedua tahun dua ribu dua puluh empat dengan kewaspadaan ! Begitu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H