Mohon tunggu...
Hermansyah Siregar
Hermansyah Siregar Mohon Tunggu... Administrasi - ASN

Menguak fakta, menyuguh inspirasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kompromi dengan Minat Anak

29 Mei 2018   23:25 Diperbarui: 30 Mei 2018   00:06 944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah mengikuti kursus piano beberapa bulan, ternyata minat belajar piano tidak seperti yg kubayangkan. Kondisinya sama seperti di Indonesia dahulu. Keyboard di rumah hanya dimainkan kalau akan menghadiri kursus piano dan agak sering dimainkan kalau akan ada test atau konser mini piano di tempat kursus.

Kecewa...ya tentu saja. Dan kondisi malas bermain dan mengulik piano (keyboard) di rumah sama-sama melanda kedua anakku. Mereka memang ada kemajuan bisa membaca not balok namun karena jarang latihan tentu skill memainkan piano tidak akan berkembang sebagaimana yg diinginkan.

Membaca not balok memang merupakan suatu kemampuan khusus namun keterampilan bermain musik sangat ditentukan dengan kesungguhan rutinitas latihan.

Temanku yg anaknya pintar bermain piano bilang setidaknya setiap hari selama 15 menit anak harus latihan piano di rumah agar jari jemarinya semakin lentur dan lincah dan dapat menghapal serta menguasai banyak partitur lagu klasik yg cukup rumit.

Perbedaan bermain musik klasik dengan musik pop atau jazz adalah notasi nada yg dimainkan harus dihapal atau dibaca sesuai dengan partiturnya  secara benar dan tepat. Minim improvisasi namun ketat dalam pakem notasi. Dibutuhkan kedisiplinan lebih untuk penguasaan harmonisasi sebuah lagu.

Ditengah situasi yg tidak menyenangkan atau lebih tepatnya mengecewakanku, tiba-tiba anak sulungku meminta agar dapat dibelikan sebuah gitar. Dia rada bosan latihan piano dan pengen belajar bermain gitar. Di sekolahnya, teman-temannya rata-rata pada bisa bermain piano dan kemampuan bermain piano bukanlah sesuatu yg luar biasa di Jerman.

Hampir semua anak bisa bermain piano sehingga baginya bisa bermain bermain piano adalah hal yg biasa dan kurang begitu menarik. Tapi dia melihat tidak semua anak bisa bermain gitar dan anakku dan teman-temannya sangat senang dan kagum melihat apabila ada temannya yg bisa bermain gitar.

Mendengar penjelasannya, ternyata kondisinya berkebalikan dengan kecenderungan anak-anak belajar musik di Indonesia. Karena harga piano yg mahal kebanyakan anak-anak di Indonesia lebih cenderung belajar gitar daripada piano.

Umumnya anak remaja laki-laki akan meminta dibelikan sebuah gitar atau minimal ada sebuah gitar yg tergantung di dalam kamarnya. Sama seperti masa remajaku dulu, pikirku.

Tapi aku tidak meluluskan keinginannya dan menghiraukan alasan kecenderungan mengikuti minat teman-temannya. Dengan tegas ku jelaskan, bagi anak Jerman bisa bermain gitar memang sangat mengagumkan tapi bagi anak Indonesia bisa bermain piano justru lebih mengagumkan. Kemampuanmu bermain piano akan menjadi modal social skill masa depanmu saat nantinya kembali ke Indonesia.

Pendekatan memandang kebutuhan kemampuan memainkan alat musik antara kamu dengan teman-teman Jermanmu berbeda. Dengan demikian, belajar gitarnya nanti aja. Prioritaskan belajar piano, terlebih belajar pianonya di negara yg sangat piawai memainkan musik klasik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun