Mereka saling menatap. Nazan tak kuasa menahan tangis.
"Kenapa melakukan ini?" Ujar Damar penuh cemas.
Namun Nazana tak bisa berkata-kata lagi. Ia hanya menangis. Rasa bersalahnya telah membumbung, menutup mulut perempuan cantik itu.
"Maaf" Jawab Nazana sambil terisak. Air matanya terus keluar.
"Maaf untuk apa" kata Damar "pulanglah. Suamimu akan khawatir" katanya lagi mencoba menenangkan Nazana.
Mendengar itu, tangis Nazana malah semakin keras. Rasa bersalahnya menjalar. Ia menjatuhkan badannya ke dada Damar. Memeluk tubuhnya dengan erat.
Tak ada kata yang bisa diucapkan lagi. Kecuali rasa bersalah yang telah menjelma air mata.
"Aku sama sekali tak menaruh dendam padamu. Bukankah setiap manusia telah menerima takdirnya selagi dalam kandungan ? Pulanglah. Suamimu pasti cemas. Ia adalah lelaki yang baik. Kau akan dibimbing menuju syurgaNya" jelas Damar, mengelus rambut Nazan yang terus menangis.
Selagi mereka berpelukan. Hujan tiba-tiba saja reda.
"Nazan..Nazan' suara laki-laki terdengar sayup-sayup memanggil namanya.
Nazan tersadar. Ia sekarang berada di atas tempat tidur bersama suaminya.