Mohon tunggu...
Herlina SA
Herlina SA Mohon Tunggu... Guru - Suka kopi, buku, dan puisi.

Penyuka kopi, buku, dan puisi. Menulis setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mengikhlaskan

7 Juni 2024   01:26 Diperbarui: 7 Juni 2024   01:33 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam itu, Nazana berlari dalam hujan dengan tergesa, sambil terisak.

Sampai di depan pintu rumah Damar, tangisnya makin kencang. Tangannya mengetuk-ngetuk pintu dengan keras. Ia membuka jilbabnya, lalu dibantingnya ke lantai.

"Dam.. buka pintunya, biarkan aku berbicara" Teriak Nazana memanggil-manhgil kekasihnya. Tangisnya tak juga berhenti.

Nazana berada cukup lama di depan pintu. Tubuhnya mulai bergetar karena kedinginan. Beberapa kali ia mengepalkan tangannya di dada. Lalu ditiup-tiupkan udara dari mulutnya ke celah telapak tangan yang gigil itu.

"Damar..." ujar Nazana sekal lagi. Teriakannya melemah.

Namun tetap tak ada jawaban dari balik pintu itu. Hanya terdengar suara hujan yang jatuh makin deras.

Nazana tak putus asa. Ia sama sekali tak bergeming. Tubuhnya tetap di sana. Berharap Damar iba dan membukakan pintu untuknya.

Satu jam telah berlalu. Tiba-tiba suara pintu terbuka, menjatuhkan tubuh Nazan yang sedang bersandar.

Nazana terkejut. Ia berusaha bangkit dari jatuhnya. Meraih kaki laki-laki di hadapannya.

"bangunlah" Kata laki-laki itu samar.

Tangannya meraih tubuh Nazana. Membantunya berdiri.

Mereka saling menatap. Nazan tak kuasa menahan tangis.

"Kenapa melakukan ini?" Ujar Damar penuh cemas.

Namun Nazana tak bisa berkata-kata lagi. Ia hanya menangis. Rasa bersalahnya telah membumbung, menutup mulut perempuan cantik itu.

"Maaf" Jawab Nazana sambil terisak. Air matanya terus keluar.

"Maaf untuk apa" kata Damar "pulanglah. Suamimu akan khawatir" katanya lagi mencoba menenangkan Nazana.

Mendengar itu, tangis Nazana malah semakin keras. Rasa bersalahnya menjalar. Ia menjatuhkan badannya ke dada Damar. Memeluk tubuhnya dengan erat.

Tak ada kata yang bisa diucapkan lagi. Kecuali rasa bersalah yang telah menjelma air mata.

"Aku sama sekali tak menaruh dendam padamu. Bukankah setiap manusia telah menerima takdirnya selagi dalam kandungan ? Pulanglah. Suamimu pasti cemas. Ia adalah lelaki yang baik. Kau akan dibimbing menuju syurgaNya" jelas Damar, mengelus rambut Nazan yang terus menangis.

Selagi mereka berpelukan. Hujan tiba-tiba saja reda.

"Nazan..Nazan' suara laki-laki terdengar sayup-sayup memanggil namanya.

Nazan tersadar. Ia sekarang berada di atas tempat tidur bersama suaminya.

"Mimpi apa? Sampai terisak-isak begini" Kata lelaki di sampingnya. Tangannya meraih pipi Nazan. Lalu memeluk tubuhnya.

Nazan termenung. Ia membalas pelukan suaminya dengan erat. Nazan menyadari bahwa Damar, kekasihnya yang dulu telah meninggal lima tahun yang lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun