Mungkin kamu adalah salah satu orang yang menyukai banyak barang seperti saya sebelumnya. Suka mengkoleksi barang yang menurut kamu bagus, mudah terpengaruh dengan iklan di media sosial yang kamu punya, atau mendengarkan teman kamu mencerikan barang baru yang baru di beli.Â
Kita mendengarkan secara saksama, bertanya untuk menggali pengetahuan mengenai fungsi barang tersebut, semakin yakin lagi ketika mendengarkan seorang teman yang lain memberikan testimoni  yang baik terhadap barang yang baru diceritakan. Kitapun semakin yakin, dan barang tersebut pun mendadak menjadi barang yang sangat dibutuhkan.
Hasrat untuk memiliki calon barang baru tersebut mengalahkan semuanya, pada situasi ini kita lupa, pura-pura lupa, mengabaikan, atau bahkan tidak peduli sebenarnya kita sudah memiliki beberapa barang tersebut mungkin berbeda dengan bentuk dan juga merek, tapi fungsinya sama. Sebagai bukti, selama ini anda baik-baik saja tidak memiliki calon barang yang akan kamu beli.Â
Tidak butuh waktu lama, sepintas saldo rekening muncul dalam ingatan, tak sabar mulai mengecek isi dompet atau bahkan mulai berhemat untuk mendapatkan barang tersebut.Â
Rasa penasaran menjadi terdepan dalam ingatan hari lepas hari, kita mulai bergegas ke toko atau bahkan memesan barang impian tersebut dengan penuh percaya diri berharap secepatnya mendapatkan barang tersebut.Â
Ketika barang tersebut berhasil menjadi milik kita, kita merasa seolah-olah energi kita baru selesai di cas maksimal (full), kita memandangi berkali-kali, meletakan di tempat yang pantas, menjaganya dengan penuh hati-hati dan memposisikan barang tersebut menjadi barang yang istimewa.Â
Kita ikut terluka saat barang tersebut lecet ataupun gagal fungsi, beberapa orang bahkan menyalahkan dirinya ataupun orang yang menyebabkan barang tersebut lecet atau gagal fungsi.Â
Hari berganti barang yang tadinya kita suka, yang kita istimewakan lambat laun menjadi barang yang biasa dengan alasan bosan, rasa bosa menggangu penglihatan kita dan mulai memindahkan barang tersebut di posisi sebelumnya ke gudang ataupun di tempat tertutup karena sudah ada calon barang lagi baru yang istimewa.Â
Hal tersebut terjadi berulang-ulang saat kita mendapatkan barang baru. hingga tempat penyimpanannya sendiri menjadi penuh atau bahkan sebagian orang menambah tempat penyimpanan yang baru.
Tak jarang juga kita melihat seseorang yang kebingungan mengenakan pakaian untuk suatu acara atau hendak ke kantor, dia terus membongkar isi lemari pakaiannnya hingga seisi ruangannya penuh hanya untuk menemukan pakaian yang cocok untuknya, pakaian yang ia punya di cobanya satu persatu di depan cermin, kemudian bertanya ke orang disekitar untuk mendapatkan pengakuan kecocokan dari pakaian tersebut, akhirnya dengan susah payah dia pun menemukan kecocokan dari pakaian tersebut.Â
Ketika mendampatkan pakaian tersebut kemudian berkata "saya tidak tahu kalau saya punya baju ini, untung semua isi lemari saya bongkar." karena lelah untuk merapikan kembali pakaian yang sebelumnya di bongkar, maka dia memutuskan untuk merapikan kembali sesaat lagi atau bahkan ditunda lagi pada hari berikutnya.
Ada pun orang yang ketika membongkar semua isi lemari pakaiannya dan tidak menemukan Satu pun pakaian yang cocok. Ketika tidak menemukan pakaian yang menurut dia cocok, dengan kesal dia mengatakan "saya tidak punya baju untuk menghadiri acara tersebut" dengan kesal dia pun merapikan kembali tumpukan pakaian yang dia punya dan ke toko pakaian untuk mendapatkan pakaian yang dia suka, hal tersebut terus berulang-ulang.
Saya punya seorang teman yang terlihat sangat sibuk ketika harus pindah kos, ketika pindah, Dia harus mencari Dua kos, atau tidak rumah yang besar. Â Satu kos untuk ditinggal dan Satu kos lagi lagi untuk barang yang hampir tidak pernah digunakan, dia memilih barang yang sering digunakan untuk dipindahkan ke tempat tinggal kosnya dengan alasan "biar tempat tinggal saya nyaman dan luas.
Seperti kasus teman saya di atas, dia nyaman dengan sedikit barang yang ada di sekelilingnya. Tapi kenapa dia terus menyimpan barang yang begitu banyak, membawanya kemana-mana, terus menerus mengeluarkan uang setiap bulannya untuk barang yang tidak dipakai?Â
Seringkali kita menyimpan barang dengan alasan rasa bersalah entah itu barang belian kita sendiri, ataupun karena barang pemberian orang apalagi barang pemberian almarhum yang kita cintai.Â
Pakaian yang terisi penuh namun dikenakan hanya sedikit, perlatan dapur yang hanya digunakan sedikit, namun kita terus menambah-menambah lagi dengan alasan akan digunakan suatu saat nanti.Â
Bagi kebanyakan orang, kata suatu saat nanti itu seolah-olah nyata dan akan benar-benar terjadi, kita sibuk menyiapkan suatu saat nanti sampai lupa apa yang hurus dilakukan sekarang.Â
Suatu saat nanti akan menjadi sekarang jika suatu saat yang kita maksud itu datang, lagian semua orang tidak tahu apa yang akan terjadi disuatu saat itu. Kalaupun memang suatu saat itu benar-benar datang kenapa harus dipikirkan sekarang, capek...! kita menyimpan barang yang sama sekali tidak digunakan, terus membayar uang kos untuknya, terus direpotkan untuk membersihkannya, terus disibukan olehnya secara tidak langsung anda sudah memposisikan barang-barang tersebut menjadi majikan, anda diperbudak oleh barang.Â
Kita menyimpan barang dengan alasan kenangan dari orang-orang yang kita sayangi, bagi saya kenangan yang berarti tidak akan dilupakan tanpa bantuan barang, jika mengenang sesuatu dengan bantuan barang bagi saya itu adalah kenangan yang pantas untuk dilupakan, karena barang tidak lebih dari barang biasa yang mengistimewakan adalah kita sendiri.
Saya dulu sering ditegur oleh orang tua saya ketika meminta untuk dibelikan pakaian baru dengan alasan "pakaian yang ada di lemarimu masih ada jadi jangan beli tambah lagi" jawab orang tuaku protes.Â
Saya juga sering bertanya ke mama yang bagi saya sebelumnya orangnya pelit "mama, kanapa mama hanya mengenakan pakaian rumah hanya itu-itu saja" tanyaku mengejek "saya punya pakaian hanya ini saja karena saya malas mencuci, setelah kotor saya juga langsung cuci tidak harus menumpuk pakaian" jawabnya tegas. Beliau hanya memiliki pakaian rumah tidak lebih dari Lima pasang yang nyaman dan mudah untuk di cuci. Jawabannya  membuatku terngiang dalam ingatanku sampai sekarang ketika memilih menjadi minimalis.
Saat lagi menulis tulisan ini, saya tahu persis jumlah  peralatan dapur saya dan saya juga bisa ingat dimana posisinya sekarang. Pakaian rumahku hanya Dua pasang dan saya sangat menyukai pakaian rumahku tersebut mencucinya dengan hati-hati, saya punya Dua pasang baju gereja, dan 4 baju kerja, Dua rok dan 2 celana kerja.Â
Pakaian yang saya punya merupakan pakaian yang benar-benar saya suka, dan membelinya dengan hati-hati. Apapun itu ketika ingin membeli yang baru saya biasanya memikirkan kembali berkali-kali agar tidak terjadi lagi seperti saya yang dulu (suka membeli barang yang tidak digunakan). Ketika ingin membeli baju yang baru, berarti ada baju yang saya punya sebelumnya harus disingkirkan, entah saya sudah bosan, atau kebesaran.Â
Biasanya saya memberikan kepada orang lain yang membutuhkan, terakhir saya memberikan sebuah alat masak air fryer ke kaka saya. Saya merasa bahwa saya cukup memiliki 1 teflon yang bisa saya gunakan untuk masak sayur, dan lauk dengan berbagai jenis masakan.
Ketika saya memutuskan hanya memiliki barang yang benar-benar saya butuhkan, saya merasa bisa hemat karena saya tidak membutuhkan untuk menambah barang, tempat tinggalkku semakin luas, saya juga tidak disibukan lagi untuk merapikan peralatan dapur yang tidak digunakan, ketika membersihkan tempat tinggal saya, saya hanya mengangkat Kasur tipis saya ke jemuran kemudian langsung berberes, saya tidak mempunyai bantal kepala maupun bantal guling, walaupun begitu saya bisa tidur dengan nyenyak menggunakan Kasur yang tipis dan tanpa bantal.Â
Saya tidak punya pendingin ruangan seperti kipas angin maupun AC, ketika suhu ruangan panas saya hanya membutuhkan baju panas dan saya pun nyaman, saya juga tidak memiliki kulkas untuk menyimpan makanan, karena saya tidak suka stok makanan, jika ingin makan saya tinggal beli di kios terdekat lalu mengolahnya dengan baik dan makan.Â
Semua pakaian dan beberapa peralatan kerja seperti laptop saya simpan di atas kursi sofa berukuran Dua dudukan yang disiapkan oleh tuan kos. Saat handak ke kantor saya tidak repot-repot memikirkan pakaian mana yang hendak dipakai, saya tidak perlu membongkar penyimpanan pakaian karena saya sudah tahu persis pakaian mana yang harus saya kenakan. karena jumlah pakaian yang sedikit dan semuanya saya suka.
Namun demikian tidak ada paksaan untuk kita menjalani hidup, entah ingin menjadi maksimalis ataupun minimalis adalah sebuah pilihan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI