Mohon tunggu...
Herlina Hesti
Herlina Hesti Mohon Tunggu... Guru - Fasilitator

Less is more

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Minimalis Bukan Berarti Pelit

4 April 2023   18:21 Diperbarui: 4 April 2023   18:26 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi diambil oleh penulis 

Ketika mendampatkan pakaian tersebut kemudian berkata "saya tidak tahu kalau saya punya baju ini, untung semua isi lemari saya bongkar." karena lelah untuk merapikan kembali pakaian yang sebelumnya di bongkar, maka dia memutuskan untuk merapikan kembali sesaat lagi atau bahkan ditunda lagi pada hari berikutnya.

Ada pun orang yang ketika membongkar semua isi lemari pakaiannya dan tidak menemukan Satu pun pakaian yang cocok. Ketika tidak menemukan pakaian yang menurut dia cocok, dengan kesal dia mengatakan "saya tidak punya baju untuk menghadiri acara tersebut" dengan kesal dia pun merapikan kembali tumpukan pakaian yang dia punya dan ke toko pakaian untuk mendapatkan pakaian yang dia suka, hal tersebut terus berulang-ulang.

Saya punya seorang teman yang terlihat sangat sibuk ketika harus pindah kos, ketika pindah, Dia harus mencari Dua kos, atau tidak rumah yang besar.  Satu kos untuk ditinggal dan Satu kos lagi lagi untuk barang yang hampir tidak pernah digunakan, dia memilih barang yang sering digunakan untuk dipindahkan ke tempat tinggal kosnya dengan alasan "biar tempat tinggal saya nyaman dan luas.

Seperti kasus teman saya di atas, dia nyaman dengan sedikit barang yang ada di sekelilingnya. Tapi kenapa dia terus menyimpan barang yang begitu banyak, membawanya kemana-mana, terus menerus mengeluarkan uang setiap bulannya untuk barang yang tidak dipakai? 

Seringkali kita menyimpan barang dengan alasan rasa bersalah entah itu barang belian kita sendiri, ataupun karena barang pemberian orang apalagi barang pemberian almarhum yang kita cintai. 

Pakaian yang terisi penuh namun dikenakan hanya sedikit, perlatan dapur yang hanya digunakan sedikit, namun kita terus menambah-menambah lagi dengan alasan akan digunakan suatu saat nanti. 

Bagi kebanyakan orang, kata suatu saat nanti itu seolah-olah nyata dan akan benar-benar terjadi, kita sibuk menyiapkan suatu saat nanti sampai lupa apa yang hurus dilakukan sekarang. 

Suatu saat nanti akan menjadi sekarang jika suatu saat yang kita maksud itu datang, lagian semua orang tidak tahu apa yang akan terjadi disuatu saat itu. Kalaupun memang suatu saat itu benar-benar datang kenapa harus dipikirkan sekarang, capek...! kita menyimpan barang yang sama sekali tidak digunakan, terus membayar uang kos untuknya, terus direpotkan untuk membersihkannya, terus disibukan olehnya secara tidak langsung anda sudah memposisikan barang-barang tersebut menjadi majikan, anda diperbudak oleh barang. 

Kita menyimpan barang dengan alasan kenangan dari orang-orang yang kita sayangi, bagi saya kenangan yang berarti tidak akan dilupakan tanpa bantuan barang, jika mengenang sesuatu dengan bantuan barang bagi saya itu adalah kenangan yang pantas untuk dilupakan, karena barang tidak lebih dari barang biasa yang mengistimewakan adalah kita sendiri.

Saya dulu sering ditegur oleh orang tua saya ketika meminta untuk dibelikan pakaian baru dengan alasan "pakaian yang ada di lemarimu masih ada jadi jangan beli tambah lagi" jawab orang tuaku protes. 

Saya juga sering bertanya ke mama yang bagi saya sebelumnya orangnya pelit "mama, kanapa mama hanya mengenakan pakaian rumah hanya itu-itu saja" tanyaku mengejek "saya punya pakaian hanya ini saja karena saya malas mencuci, setelah kotor saya juga langsung cuci tidak harus menumpuk pakaian" jawabnya tegas. Beliau hanya memiliki pakaian rumah tidak lebih dari Lima pasang yang nyaman dan mudah untuk di cuci. Jawabannya  membuatku terngiang dalam ingatanku sampai sekarang ketika memilih menjadi minimalis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun