Mataku tak lepas dari tubuh yang berdiri di emperan toko obat samping kantor. Sosoknya anggun. Rambutnya hitam berkilauan. Bibirnya mungil. Bola matanya bersinar indah.
"Siapakah dia, yang telah berani menggugah rasa yang selama ini terkubur?" kataku dalam hati.
Langkahnya gemulai saat memasuki toko obat yang berada tepat di depan tempatnya berdiri. Sungguh seperti seorang puteri keraton yang sedang berjalan-jalan di puri kedaton.
Angin semilir menyelinap di antara etalase dan jendela pantri. Membuat suasana hati semakin bergairah, merasakan kembali perasaan yang terkubur bertahun-tahun lamanya. Tatapan mata dan senyuman manis itu yang kini telah mencairkan hati. Sungguh anugerah yang tak terkira jika bisa mengenalnya, apalagi sampai memilkinya. Sebab luka yang tertanam bertahun lamanya tak ingin aku alirkan kembali.
Lamunanku pudar saat seorang karyawan menepuk pundak.
"Hayo! Lagi ngalamunin apa?" tanya Dika
"Eh, mas Dika ngagetin aja, ngak ngalamun kok mas," jawabku tersipu
Sore hari setelah seluruh karyawan pulang kantor, aku kembali membereskan dan merapikan ruangan kerja karyawan. Tapi hati ini seharian gundah memikirkan dirinya yang telah menikam hati.
Senyumnya membuka jendela hati yang terkunci luka. Dengan gemulai menyusup di antara jeda jendela dan pintu kantor yang berderet dengan toko--toko Jalan Mayor Syafrie Rahman. Semilir mengitari ruang kosong di hati. Sungguh sejuk dan segar rasa yang tercipta. Mengisi hampir separuh nafasku dengan penuh semangat. Semoga rasa ini tidak pernah salah lagi.
Sungguh tak pernah aku bayangkan akan bisa kembali merasakan rasa yang lima tahun lalu terkubur. Sebab rasa itu tak pernah aku rasakan lagi. Lenyap bersama waktu. Mungkin karena diriku tidak mau mengenangnya atau mengukirnya menjadi prasasti di dalam hati. Mungkin terlalu egois untuk tidak mau menerima semua kenyataan yang terjadi saat itu. Karena sakit yang terasa sungguh telah melukai hati. Aku limbung karena tak dapat berbuat banyak untuk menyelamatkan perasaan.
Diriku dikhianati. Dirinya memilih cinta berlimpahan materi ketimbang cinta yang lahir dari murninya nurani. Memang kuakui diriku tidak seperti lelaki yang dirinya impikan. Sebenarnya sah-sah saja apabila dirinya memilih lelaki yang pantas untuknya. Sekarang bukan lagi seperti zaman sebelum RA Kartini, lelaki berhak menentukan pilihan sesuka hati. Sekarang wanita pun telah mempunyai porsi yang sama dengan laki-laki untuk menentukan pilihannya.