Mohon tunggu...
Herlambang Fadlan Sejati
Herlambang Fadlan Sejati Mohon Tunggu... Penulis - Seng Mentes Sungkem Bumi, Seng Gabug Nantang Langit

Aku Sedulur Lanangmu

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Perlunya Adopsi Aspek Hukum Administrasi Negara dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar

6 April 2020   08:30 Diperbarui: 6 April 2020   08:30 1481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Dab, kae sopo yo kok ketoke dudu wong ndeso kene, mrawaske ati, gek-gek kae nggowo Virus Corona. (Mas, itu siapa ya kok sepertinya bukan orang desa sini, mencurigakan, jangan-jangan dia membawa Virus Corona).

Percakapan singkat diliputi perasaan negatif muncul diantara anak-anak muda yang berjaga di Posko Lockdown Anti mbakRona (Virus Corona). Padahal yang dicurigai itu adalah Paklek yang baru pulang bekerja dari proyek bangunan di Kecamatan sebelah.

Dari kejauhan (Posko), beliau terlihat mengendarai sepeda motor menggunakan masker, jaket, helm SNI kaca hitam, dan menenteng tas berisi perlengkapan tukang. Sampai depan Posko, Paklek lalu membuka masker sehingga anak-anak baru mengenali dan mempersilakan masuk Desa.

Munculnya perasaan negatif pada setiap orang yang dianggap "asing" (mengedepankan subyektifitas), apalagi kepada pemudik yang terpaksa pulang karena penghasilannya di Kota sudah jauh berkurang menambah suasana "mencekam". 

Semakin apes dan tertekan, karena di depan Posko ada orang yang habis memperoleh kuliah SKS (Super Kilat Sakmenit) dari WhatsApp dan media sosial berani mendalilkan peraturan perundang-undangan berbau pidana terhadap pemudik.

Ngono yo ngono, nanging ojo ngono banget (Seperti itu boleh saja, tapi jangan keterlaluan). Maksud pembentukan Posko Lockdown Anti mbakRona adalah baik, namun kekhawatiran berlebihan yang menjadi satu dengan kurangnya pengetahuan telah mengikis rasionalitas berfikir.

Pada bagian akhir artikel kedua saya (Judul: Menyikapi Impor mbakRona (Virus Corona) dari Kota Besar ke Daerah), membahas mengenai perlunya kombinasi disiplin ilmu (kesehatan dan sosial) yang harus dikerahkan terlebih dahulu dalam rangka menyikapi fenomena mudik lebih awal karena mbakRona. Adapun penegakan hukum pidana harus dikesampingkan mengingat ketentuan pidana adalah ultimum remedium (upaya terakhir).

Mayoritas masyarakat mengetahui hukum itu hanyalah pidana dan perdata, padahal dalam kondisi mbakRona seperti ini, ada hukum yang lebih bijak untuk ditampilkan, yaitu Hukum Administrasi Negara. 

Mengapa lebih bijak?! Karena peristiwa mudik, lalu-lalang, berkerumun, dan/atau kegiatan apapun yang menjadi obyek pembatasan sosial berskala besar sejatinya bukan merupakan perbuatan kejahatan. Dalam Hukum Administrasi Negara, kategori kegiatan-kegiatan tersebut saat wabah mbakRona adalah perbuatan tidak tepat (onjuist).

Terbaru, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sebagai penegasan pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar, dalam hal pembatasan arus barang, orang, dan/atau kegiatan-kegiatan lain serta menjaga keselerasan penanganan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah terkait pencegahan dan penanggulangan mbakRona.

Tampilnya Aspek Hukum Administrasi Negara

Namanya peraturan perundang-undangan tertulis tentu memiliki kekurangan. Kedua peraturan perundang-undangan tersebut belum mempunyai hal berkenaan dengan Hukum Administrasi Negara, misalnya pengaturan daya paksa berupa sanksi administratif (denda administratif) kepada para pelanggar. 

Dalam PP Nomor 21 Tahun 2020 tidak ada satupun Pasal yang membahas mengenai ketentuan daya paksa, sedangkan dalam Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 terdapat Pasal 18 yang menyatakan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar dilakukan dengan penegakan hukum sesuai ketentuan perundang-undangan. 

Pertanyaannya, ketentuan peraturan perundang-undangan manakah yang dimaksud? Menurut opini saya, perlu ditambahkan denda administratif sebagai salah satu daya paksa. 

Besarnya denda harus dibuat dalam skala, berdasarkan siapa yang melanggar dan bentuk pelanggarannya (melanggar peliburan sekolah/peliburan tempat kerja selain yang dikecualikan/pembatasan kegiatan keagamaan/pembatasan kegiatan di fasilitas umum/pembatasan kegiatan sosial budaya/pembatasan moda transportasi/dan lain-lain, baca Lampiran Permenkes Nomor 9 Tahun 2020).

Penjatuhan sanksi administratif harus memperhatikan asas keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan secara proporsional seimbang. 

Sebagaimana kita ketahui, bahwa pelanggar bisa saja merupakan tulang punggung keluarga yang harus bekerja atau orang yang semakin sulit kehidupannya atau orang mampu yang sengaja mengabaikan atau subyek hukum bukan orang pribadi (badan hukum/bukan badan hukum) yang mengabaikan. 

Besaran denda antara subyek hukum orang pribadi harus dibedakan dengan subyek hukum bukan orang pribadi.

Contoh pertama, skala denda adalah 0 (tidak bayar), apabila pelanggar adalah tulang punggung keluarga yang harus bekerja atau orang yang semakin sulit kehidupannya, sebelumnya sudah disampaikan teguran untuk menjaga kesehatan sekaligus diberikan alat pelindung diri, namun mengulang perbuatan yang membahayakan bagi kesehatannya, maka Pemerintah bisa menjatuhkan subsider (pengganti) dari denda dengan cara membatasi gerak orang tersebut melalui keharusan berdiam dalam rumahnya kurang dari 24 jam. 

Durasi waktu kurang dari 24 jam penting untuk membedakan dengan batas hukuman minimum menurut Hukum Pidana. Contoh kedua, ada sopir bus yang diminta oleh perusahaan bus membawa penumpang sebanyak-banyaknya untuk kejar setoran padahal berdasarkan Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 jumlah penumpang harus dibatasi, maka perusahaan bus bisa dikenakan denda dengan skala yang lebih besar dan tentunya kategori berbeda daripada pelanggar orang pribadi. 

Contoh ketiga, ada orang mampu yang memborong sebanyak-banyaknya kebutuhan pokok di swalayan dapat dikenakan denda dengan skala yang telah ditentukan sesuai bentuk pelanggaran.  

Tentang siapa yang berwenang menjatuhkan sanksi, maka lembaga eksekutif (Kepala Daerah) seperti Gubernur/Bupati/Walikota dapat diberikan delegasi oleh Menteri Kesehatan. 

Penyebaran mbakRona yang berbeda antar daerah juga memungkinkan bagi Gubernur/Bupati/Walikota memberikan mandat kepada Kepala Desa/Lurah di daerah yang telah ditetapkan pembatasan sosial berskala besar. 

Hukum Acara Formal terhadap pelanggar dapat mengadopsi pemeriksaan acara cepat, sehingga pemeriksanya adalah hakim tunggal (hakim dalam hal ini adalah lembaga eksekutif). 

Jangka waktu pemeriksaan sampai putusan dapat dibuat paling lama 3 (tiga) hari setelah berkas pelanggaran diterima. Tempat pemeriksaan dapat berada di Kantor Kepala Daerah setempat, sesuai dengan lokasi dilakukannya pelanggaran. Berbagai hal diatas menjadikan proses lebih sederhana, cepat, dan biaya ringan, tidak seperti proses persidangan oleh lembaga yudikatif (Pengadilan).

Akhir kata, Khalifah Ali bin Abi Thalib pernah mengirimkan surat kepada Gubernur Mesir, Malik Asytar, yang berbunyi "kebajikan pemerintah terhadap rakyat akan dibalas dengan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah". 

Tugas yang mulia, yaitu memperhatikan aspek kesehatan dan sosial masyarakat secara bersamaan dalam masa seperti ini bukan perkara mudah. Namun percayalah, Ibu Pertiwi akan kembali tersenyum indah.


Herlambang Fadlan Sejati. Analis Hukum Kementerian Hukum dan HAM, Alumnus Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun