Mohon tunggu...
Tarigan Sibero
Tarigan Sibero Mohon Tunggu... Pilot - Pensiunan yang masih gemar menulis

Lulusan AAU-64 | Pecinta Berat C130 Hercules | Penulis Buku 50Tahun Hercules | Pernah bekerja sebagai Quality Control and Assurance di sebuah Sekolah Penerbang

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Beberapa Tips Terbang di Daerah Pegunungan

17 Februari 2022   14:01 Diperbarui: 17 Februari 2022   15:07 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hampir seluruh wilayah Indonesia merupakan daerah yang bergunung-gunung,terutama propinsi di Papua sehingga tidaklah mengherankan kalau kecelakaan pesawat terbang akibat menabrak gunung sebagian besar terjadi disana.

Kehidupan sosial masyarakat Papua, terutama yang tinggal di bagian pedalaman dapat dikatakan masih jauh tertinggal dibandingkan dengan kehidupan sosial masyarakat yang tinggal di bagian lain Indonesia. Untuk itu sarana transportasi yang efektif dan efisien sangat diperlukan untuk mempercepat dan memperlancar proses pembangunan disana. 

Rencana pembangunan ruas-ruas jalan oleh pemerintah merupakan upaya terobosan jitu yang akan membuka jalur transportasi darat yang sangat efisien sebagai angkutan material pembangunan dan jalur perekonomian.  

Sementara saat ini hanya moda transportasi udara satu-satunya yang menjadi andalan terutama untuk angkutan bahan pangan dan pergerakan masyarakat local secara terbatas.  

Operasi penerbangan di daerah yang bergunung-gunung merupakan tantangan tersendiri akibat kondisi medan dan cuaca di daerah pegunungan.  

Pengertian terbang di daerah pegunungan adalah suatu penerbangan dari satu tempat ke tempat tujuan dengan kondisi VFR ( Visual Flight Rule) dengan ketinggian rata-rata lebih rendah dari ketinggian puncak dan bukit-bukit di sekitar lintasan terbangnya. 

Kategori penerbangan VFR di daerah pegunungan pada umumnya dilakukan oleh jenis pesawat-pesawat ringan bermesin satu atau lebih namun tidak mampu untuk terbang tinggi di atas puncak-puncak gunung.  

Akan tetapi tidak menutup kemungkinan bagi pesawat-pesawat besar termasuk pesawat-pesawat militer yang pada awalnya penerbangan dilakukan dengan kondisi IFR (Instument Flight Rules), begitu mendekati bandara tujuan untuk pendaratan terpaksa melakukan terbang VFR karena di bandara tujuan belum dilengkapi dengan alat bantu navigasi penuntun pendaratan seperti ADF, VOR ataupun alat bantu navigasi lainnya.

Untuk penerbangan di daerah pegunungan,  beberapa ancaman yang berpotensi menjadi faktor penyebab terjadinya kecelakaan, antara lain :


a.Terrain.   Terbang di atas bukit-bukit daerah pegungan haruslah hati-hati karena kita tidak tahu persis berapa ketinggian masing-masing bukit/punggung bukit sepanjang lintasan penerbangan. 

Oleh sebab itu penerbang haruslah familiar dengan terrain terrain dengan membaca peta topografi yang tersedia dan terbitan terbaru.  Ada kalanya untuk mencapai sebuah aerodrome tujuan pesawat harus terbang melalui sebuah lembah (gap) dengan ketinggian tertentu, dimana gap tersebut ada yang luas dan ada pula yang sempit. 

Oleh sebab itu dibutuhkan kemahiran seorang penerbang untuk menembus gap tersebut dengan berbagai perhitungan arah dan kecepatan angin, serta berbagai konsiderasi lainnya. 

Disamping itu kemampuan (skill) menerbangkan pesawat misalnya untuk melakukuan belokan tajam, pengaturan kecepatan kadang-kadang mendekati stalling speed haruslah sangat mahir.

Bila ada kesempatan yang baik, berusahala untuk menemukan gap alternative sehingga untuk menemukan sebuah aerodrome tertentu seorang penerbang mempunyai beberapa pintu masuk dengan karakteristiknya maing-masing.


b.Angin. Angin merupakan salah satu faktor yang penting untuk menjadi bahan pertimbangan apabila terbang di daerah yang bergunung-gunung. 

Angin yang kencang secara ekstrim memang jarang ditemui di daerah Papua, namun harus tetap menjadi bahan pertimbngan.


c.Cuaca buruk.  

Cuaca buruk termasuk di daerah Papua, bentuknya bermacam-macam, ada yang hanya berkabut, misty  atau hujan biasa hanya akan berpengaruh terhadap jarak pandang (visibility). 

Akan tetapi cuaca buruk yang disebabkan oleh awan CB yang sedang bergolak sehingga selain berpangaruh pada jarak pandang juga disertai dengan goncangan-goncangan yang hebat. 

Dalam keadaan cuaca buruk dalam artian yang ekstrim dimana jarak pandang sangat terbatas tidaklah disarankan untuk melanjutkan misi penerbangan.  

Akan tetapi terbang dalam kondisi "in and out" sangatlah membutuhkan pertimbangan dan keputusan yang tepat dari seorang penerbang.  


d.Aerodrome.  Di tanah Papua terdapat ratusan aerodrome, yang tersebar di di daerh pantai, pulau dan terbanyak di dataran tinggi pedalaman Papua dan kebanyakan hanya dalam bentuk "airstrip" dengan ukuran pendek , tidak di aspal dan peralatan komunikasi yang sangat terbatas.       

Bahkan kebanyakan dari aerodrome tersebut memiliki slope yang tidak terlalu landai, sehingga pelaksanaan untuk take off dan landing harus dilakukan dari ujung landasan yang sama tanpa memperhatikan arah dan kecepatan angin.  Sebagian besar belum dilengkapi dengan alat bantu navigasi, penerangan dan komunikasi.


e.Performance pesawat Terbang. 

Seorang penerbang pastilah sudah sangat menguasai "performance" pesawatnya. 

Namun untuk terbang di daerah bergunung-gunung penerbang harus lebih menguasai dan memahami pesawat dalam kemampuan menanjak, kemampuan membuat belokan tajam serta daya angkut (load) yang harus disesuaikan dengan elevasi (ketinggian) aerodrome di atas permukaan laut.


Management perusahaan penerbangan yang akan beroperasi di daerah Papua seyogyanya menempuh beberapa kebijakan  sebelum menugaskan para penerbangnya melakukan operasi penerbangan di sana, antara lain  :


1.Bagi semua penerbang yang akan ditugaskan di Papua harus mengikuti pelaksanaan "Check ride" oleh penerbang yang telah berpengalaman terbang di daerah Papua atau Check Pilot yang ditunjuk oleh Direktorat Jendral Perhubungan Udara.


2.Memiliki jam terbang minimum 1500 jam, baik pada pesawat "single engine" ataupun "Multi engine", berpengalaman navigasi terbang VFR dengan tehnik membaca peta ("map reading") yang baik.


3.Menguasai " performance" pesawat secara menyeluruh beserta seluk beluknya.


4.Menyiapkan "Checklist" khusus untuk penerbangan di daerah pegunungan, mulai dari persiapan sebelum terbang, selama penerbangan dan saat akan melakukan pendaratan.


5.Menyiapkan tersedianya prta-peta navigasi dan peta topografi edisi terbaru.


Persiapan sebelum terbang (Pre Flight).


1.Perencanaan yang teliti,  mempelajari dengan saksama situasi lintasan jalur penerbangan yang akan dilalui terutama peta navigasi udara dan peta topografi terbitan terbaru.


2.Briefing cuaca berdasarkan informasi mutakhir dari BMKG


3.Jumlah muatan sebaiknya selalu disesuaikan dengan ketinggian elevasi aerodrome tujuan. 

Biasanya muatan dikurangi dari berat muatan maksimum, karena pada umumnya elevasi aerodrome di daerah pedalaman Papua tinggi-tinggi dari permukaan laut


4.Rencana untuk melakukan penerbangan lebih pagi, adalah sangat disarankan, karena pada pagi hari keadaan angin masih "calm", serta awan belum sampai pada tahap "build up".


Selama dalam penerbangan


1.Konsentrasi penuh dengan terbang VFR, dengan mengenali setiap "check point" di permukaan bumi, serta ketinggian pada kontur pada peta topografi


2.Lakukan tehnik-tehnik navigasi penerbangan VFR.


3.Lakukan persiapan bila akan memasuki lembah (gap), selalu terbang setidaknya 2000 feet di atas ketinggian lembah (gap).

4.Selalu terbang pada salah satu sisi gap sesuai arah angin, kalu angin dari kiri, terbanglah pada sisi kiri gap demikian sebaliknya, terlebih kalau situasi gap tidak terlalu lebar. 

Hal ini dilakukan agar bila gap tiba-tiba tertutup awan atau penerbang menyadari telah masuk pada gap yang salah karena dihadapan terlihat tebing terjal, penerbang dapat membuat belokan 180% dengan radius belokan yang cukup.


5.Jangan masuk ke dalam cuaca buruk bila kurang familiar dengan daerahnya, kalau ragu-ragu lebih baik kembali (RTB) saja.

 Yang penting "Safety First".


6. Make RTB decision early, it is much better to be a day late than never arrive.


Satu konsideran utama adalah "safety first, safety first, dan safety first". 

Tenang dan sabar, emosi harus selalu dkalahkan oleh logika.


Lombok, 15 Februari 2022


Referensi  :  

1.  Tips On Mountain Flying (FAA)

2.  Flight On Mountanous Terrain

3.  Laporan Investigasi KNKT Kecelakaan di Oksibil, Papua.

4.  Pengalaman Pribadi Penulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun