Perdebatan ini tampaknya cukup ribut, hingga seorang lelaki bertopi chef menghampiri kami. Dia adalah Andre yang kucari. Si pelayan yang beberapa saat lalu mengantarkan minuman ke meja kami. Kenapa dia sekarang memakai kostum chef? Dan wajahnya seolah 10 tahun lebih tua, meski senyum tulusnya tidak berubah.
"Ada yang perlu dibantu, Pak Macan?"
 Ah, tentu saja banyak yang harus kutanyakan kepadanya.Â
"Pak Arif berpesan untuk menjawab tiga pertanyaan saja."
Kursi-kursi itu, ternyata dipaku ke lantai karena sebelumnya mereka selalu berpindah tempat sehingga menyulitkan para pegawai restoran yang berbenah setiap paginya. Tidak ada penjelasan masuk akal yang bisa diterima. Tetapi Andre yakin bahwa yang memindahkan kursi-kursi itu adalah "penghuni tak terlihat" hotel ini. Dahulu---dahulu sekali, pernah terjadi kebakaran hebat yang menghanguskan seluruh bangunan hotel dan terdapat beberapa orang tamu yang terjebak dan tewas di dalam kamarnya. Mereka ini akhirnya menjadi "tamu kehormatan" abadi hotel. Sesekali mereka usil, hanya sesekali. Hanya tamu hotel yang sensitif saja yang dapat merasai keberadaan mereka.
Seandainya waktu mengalir melalui anak sungai, maka Hotel Celestine tepat menghadap oxbow lake (danau kikisan) dan diapit oleh dua aliran sungai yang arahnya bertolak belakang. Andaikan seperti itu, seperti air, waktu seharusnya juga mengalir cepat dan bukan melambat. Bagaimana menjelaskan tentang arus lalu lintas di depan hotel yang justru melambat?
Andre menolak menjawabnya dengan sopan. "Sudah dua pertanyaan, Pak. Tinggal satu lagi, mohon disimpan untuk lain kali."
Meski hati agak dongkol, aku menganggukkan kepala dan mengucapkan terima kasih. Sebelum berbalik, Andre mengibaskan tangan kanannya untuk menghalau dua ekor kucing hitam yang mengendap-endap masuk ke dapur. "Mereka kucing yang menginspirasi film Matrix," katanya ringan seolah memaklumi.
Cahaya memantul sejenak dari papan namanya yang terbuat dari bahan mengkilat berwarna keemasan. Andre/Chef.Â
Aku yakin aku tidak salah baca. Â Â
* Â * Â *