Mohon tunggu...
HERI HALILING
HERI HALILING Mohon Tunggu... Guru - Guru

Heri Haliling nama pena dari Heri Surahman. Kunjungi link karyanya di GWP https://gwp.id/story/139921/perempuan-penjemput-subuh https://gwp.id/story/139925/rumah-remah-remang https://gwp.id/story/139926/sekuntum-mawar-dengan-tangkai-yang-patah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pion Langit

11 Agustus 2024   21:29 Diperbarui: 11 Agustus 2024   21:30 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Di sana itu masih lajur dagangankui bangke!” teriak seorang pria yang suaranya Bidin kenal.

“Kita sama-sama cari rezeki Mang?”

“Tapi jangan jualan di sana. Nyolot nih!”

Bidin mencari arah suara. Benar tebakannya. Junay kembali berulah. Kali ini dengan pedagang jam tangan.

“Wah. Bener-bener! Kau itu nggak bayar sewa. Tahu diri. Minggir dan cari lahan di lainnya saja!”

Mendengar ke aroganan Junai, sebal menyesak dada Bidin Kini turun naik napasnya. Tubuhnya yang sakit dan kurus tiba-tiba tegap. Tangannya mengepal lalu menyeberang menuju arah Junay. 

 “Kau bedebah! Kau makani binimu dengan sampah!” koar Bidin.

Junay melotot lalu merosot dan segera cepat menyerang Bidin. Benar saja, suasana tegang sekarang. Pengunjung mulai menjarak lalu menjauh. Pedagang yang pro dengan Bidin terpancing melawan dan terjadilah saling serang dengan Junay. Junay sendiri tidak banyak pedagang yang sependapat dengan dia. Namun, barisan penjaga parkir langsung turun. Merekalah yang pro dengan Junay. 

Malam kian pecah beraroma angkara. Anarkis dan brutal terjadi di antara pedagang. Junay bergerak gesit sambil melayangkan tinjunya ke Bidin. Tubuh Bidin yang kurus mencoba menghindar. Aneh, emosi yang kuat membutakan rasa sakit itu. Kini Bidin bagai seorang kesurupan yang tiada merasa kelemahan.

Bukk!!! Sebuah tendangan tepat mengenai dada Junay. Bidin yang beringas kini terus menyerang. Suasana yang kalut kian mencekam. Beberapa pedagang dan kelompok parkir bahkan telah terlihat menghunuskan senjata tajam. Banyak pisau menari-nari di langit. Siap menjilat anyirnya darah. 

Junay pun demikian. Ia melangkah mundur sejenak. Dari tas dekat tempatnya ia berdagang. Ia cengkram sebilah belati. Bidin mulai mengatur langkah kini. Secepat Junay mencabut, secepat pula ia menyerbu Bidin. Bidin mundur menguasai jarak. Beberapa hunusan ia lewati. Namun, seseorang dari belakang tiba-tiba menendang salah satu kaki Bidin yang rapuh. Bidin hilang keseimbangan. Ia jatuh tersungkur. Matanya mengamati siapa yang menculasinya. Seorang pria . Wajahnya setengah tertutup bahu-bahu pedagang dan kelompok parkir yang masih ricuh. Tapi Bidin mampu menebaknya. Pria itu kemudian tersenyum dingin, sambil mundur. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun