Di saat Bidin melamun dengan apa yang ia alami sore ini, tiba-tiba sebuah motor merk Supra berhenti. Seorang lelaki turun dari sana. Ia kenal lelaki itu. Wajahnya kusut bernuansa muram. Lelaki itu bernam Basran. Ia adalah suami Rini, adiknya.
“Pulang kau?” tegur Bidin.
Basran tak menjawab. Ia terus berjalan masuk.
Di dalam terdengar beberapa percakapan. Bidin masih waras telinganya. Di teras itu ia menyimak.
“Gimana Kak?” suara Rini.
“Gimana apanya? Kau selalu mendesakku dengan hal itu. Ini aku baru pulang. Buatkan kopi saja dulu.”
“Iya sebentar?”
Sesaat kemudian Rini telah kembali dengan secangkir kopi.
“Ya wajar bukan jika aku bertanya begitu. Kasian Kak anakmu yang kecil-kecil ini.”
“Aku sudah coba Rin!” suara Basran meninggi. “Kau nggak ngerasa sih sulitnya cari kerja yang pas di Banjarmasin.”
“Sekarang bukan perkara pas atau tidak Kak. Tapi yang terpenting jalani dulu.”