Kami bergumul tanpa ada orang melerai. Aku beringsut memisah dan dengan tertawa ku rentangkan tangan menuju tengah jalan.
       "Minggirr!!!! Jangan di tengah jalan, kurap!!!!"
      Suara itu sepertinya dari pengendara motor yang mencoba menggangguku. Aku tak peduli. Benar benar ringan tubuh ini. Masih ku nikmati bantalan awan, benar benar dahsyat obat tulang dicampur buah duri itu. Astaga astaga astaga ringan sangat kepalaku.Â
     Aku menari nari diiringi tabuhan deru knalpot dan bunyi klakson. Terus, enak bang. Enak. Orang orang berteriak seolah kagum dan bertepuk tangan. Hahay....aku memutar mutar tubuhku. Lihat ini tarian sufi Jalaludin Rumi.
     Tak lama aku merasakan seorang menarikku. Dia membawaku ke tepian.
    "Mampus langsung aja. Jangan lambat lambat. Nooh di sono...loe loncat dari tower tuh...enak entar badan loe!"Â
    Astaga binatang memang abang ini. Dia ingin aku naik ke sana. Mana bisa aku menari di sana. Aku tertawa.Â
   "Sewakan panggung, Bang" kataku.
    Seorang tiba tiba mengguyurku.
Huhhhhhh!!! Sialan. Kedinginan aku.
    "Dek, sadar dek!! Sadar!!!