Mohon tunggu...
Herini Ridianah
Herini Ridianah Mohon Tunggu... Guru - write with flavour

pemerhati sosial dan pendidikan, guru les MIPA

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gawat! Judi Online Menyusup ke Lembaga Pendidikan, Harus Bagaimana?

15 Juni 2024   08:20 Diperbarui: 15 Juni 2024   08:33 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengerikan! Korban-korban Judi Online makin banyak berjatuhan setiap harinya. Tak hanya merusak ketahanan keluarga, namun sudah taraf mengancam ketahanan bangsa dan merusak berbagai sendi kehidupan. Tidak hanya menyasar ke masyakarat berpenghasilan rendah,  para pelajar, namun juga aparat penegak hukum seperti TNI dan Polri. Tragisnya, kecanduan judi online telah menyebabkan kasus penipuan, penggelapan uang, tindakan kriminal, KDRT, perceraian, hingga deretan kasus kematian baik bunuh diri pelakunya atau dibunuh.  Polwan bakar suami di Mojokerto adalah contoh kasusnya. Tren gugat cerai karena judi online pun naik di berbagai daerah. Pengadilan Agama Cianjur, Jawa Barat, mencatat adanya ratusan kasus perceraian pasangan suami-istri yang disebabkan oleh judi online. Jika dirata-ratakan tercatat 3 kasus per hari. (https://kumparan.com/). Deretan kasus TNI-Polri yang terjerat judi online pun makin marak terjadi. Terbaru, kasus perwira TNI gelapkan dana satuan hingga Rp 876 juta. (https://nasional.tempo.co/14/06/2024).

            Fenomena yang banyak terjadi adalah bagaimana menjamurnya pelaku judi online juga berpengaruh pada peningkatan pinjaman online. Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto mengatakan, tidak sedikit anak muda dengan latar belakang pendidikan yang baik tapi ikut terkena demam judi online lalu berakhir terlibat pada pinjaman online (Pinjol) demi bisa bermain. Kominfo mencatat, sebanyak 2,7 juta orang merupakan pemain judi online dan dominan dilakukan oleh anak muda dengan rata-rata umur 17 hingga 20 tahun.
(https://nasional.sindonews.com/).

            Mirisnya lagi, lembaga pendidikan saat ini tak luput jadi sasaran empuk kasus phising atau kejahatan digital yang berisikan -konten judi online. Oktober 2023 saja, sebanyak 4 situs kementerian dan 490 lembaga pendidikan diretas sindikat judi online. (https://m.clicks.id/). Saat ini, Kemkominfo di Jakarta, hari Rabu (22/5/2024), menyatakan ada 14.823 konten konten judi online menyusup ke lembaga pendidikan. Bahkan juga telah menyasar lembaga pemerintahan sebanyak 17 ribu lebih. (https://www.rri.co.id/hukum)

Maraknya judi online di kalangan pelajar dan mahasiswa menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan. Bukan sebatas kurangnya literasi keuangan di masyarakat, namun lebih dari itu ada akar masalah yang belum tersentuh.


Upaya Pemerintah mengatasi Judi Onlline

Sejumlah upaya dilakukan pemerintah untuk memberantas judi online."Sampai saat ini sudah lebih dari 2,1 juta situs judi online sudah ditutup dan Satgas Judi Online juga sebentar lagi akan selesai dibentuk, yang harapan kita dapat mempercepat pemberantasan judi online," kata Presiden Jokowi di Jakarta, Rabu (12/6).

Sementara itu, berempati dengan banyaknya korban judol yang depresi terlilit hutang, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy mengusulkan agar memasukkan mereka sebagai penerima bantuan sosial. (https://ekonomi.republika.co.id/berita).

Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto mempertanyakan efektivitas satuan tugas atau Satgas Judi Online yang diketuai oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukan) Hadi Tjahjanto. "Akankah efektif menekan menjamurnya platform judi online?. Pasalnya, judi online telah memakan korban dari  kalangan pelajar hingga aparat penegak hukum. Jangan sampai  akan menambah deret kegagalan-kegagalan pembentukan Satgas lainnya," ucapnya. (https://gaya.tempo.co/read)

Menkominfo pun memperingatkan para pemilik platform layanan internet seperti Google, Meta, Telegram, TikTok dan X terkait judi online. Dia mengatakan pemerintah akan mengenakan denda maksimal Rp 500 juta untuk setiap konten judi online yang masih ada di platform tersebut.  Pemerintah juga bisa mencabut izin Internet Service Provider (ISP) terhadap platform yang memfasilitasi judi online. Dia mengatakan pencabutan tersebut bisa dilakukan sesuai dengan peraturan yang ada di Indonesia.

Hingga Mei 2024 ini, KemKominfo mencatat setidaknya ada 1.904.246 konten terkait judi online. Selain itu, ada 20.241 kata kunci atau keyword judi yang berubah di Google dan 2.637 di platform digital Meta. Sementara dari dari pihak Otoritas Jasa Keuangan, Budi menerangkan juga sudah melakukan pemblokiran 5.364 rekening yang terafiliasi judi online, dan 555 e-wallet yang diajukan ke Bank Indonesia untuk ditutup. (https://www.cnbcindonesia.com/tech). Tak hanya itu, pemanfaatan AI dalam pemberantasan judi online pun dilakukan dengan menggunakan teknik pencegahan atau pre-bunking.

Sebetulnya, hukuman bagi pelaku judi online di UU ITE pasal 27 ayat 2 telah tertera dipidana penjara paling lama 6 tahun atau denda sebanyak Rp 1 miliar. Namun demikian, setegas apapun sanksi nya, Judi online bak jamur di musim penghujan, terus muncul tak terkendali. Mengapa demikian?


Akar Masalah Tak Diatasi, Judi Online Tak Terkendali

Kemaksiatan judi online sejatinya tidak akan pernah tuntas jika tidak diselesaikan hingga akar masalahnya. Oleh karena itu, memahami akar persoalannya adalah hal yang urgent. Maraknya judi online di kalangan masyarakat tidak lepas dari cara pandang hidup sekuler-kapitalisme yang menjangkiti mereka saat ini, dimana kebahagiaan hidup hanya distandarkan pada kesenangan jasadiyah ( kesenangan materi). Maka tak heran terbentuk masyarakat yang cenderung menghalalkan segala cara demi meraih materi yang diinginkannya.

Hal ini diperparah dengan sistem pendidikan sekuler yang menjauhkan masyarakat dari pemahaman agama yang shahih dan kaffah. Akibatnya masyarakat lemah imannya semakin bodoh dengan aturan agama dan mengabaikan standar halal-haram dalam kehidupan.

Kemiskinan dan pengangguran yang menimpa jutaan penduduk negeri ini juga membuka peluang bagi masyarakat untuk terlibat dalam judi online, karena menjanjikan keuntungan berlipat dalam waktu yang singkat. Hal ini menarik minat para pengguna dari semua lini tak terkecuali lembaga pendidikan, terlebih di tengah ekonomi yang sulit dan desakan kebutuhan pokok yang menghimpit. Kehidupan yang hedonistik kapitalistik turut pula menyuburkan judol hingga akhirnya terlilit hutang.

Penerapan sistem kapitalisme sekuler di berbagai aspek kehidupan adalah akar masalah yang harus serius dicabut. Sistem ekonomi kapitalisme telah membuat kekayaan alam negeri dikelola oleh pihak swasta dan dinikmati oleh para kapitalis, sedangkan rakyat terjebak dalam kemiskinan sistematis bahkan dibebani pajak dan pungutan dari berbagai sisi. Seolah menjadi angin segar, tawaran judi online di gadget menjadi hiburan dan jalan pintas bagi siapapun yang sudah pusing dengan lilitan ekonomi. Mirisnya, bagai mati satu tumbuh seribu,  negara kalah melawan para pengusaha judol.   Sanksi yang tidak menjerakan mengakibatkan pinjol tumbuh terus. Indonesia dianggap surganya judi online karena tidak ada pajak, sehingga negara mengalami dua kerugian, yaitu kerugian materi dan kerugian kualitas generasi yang makin rusak akhlaknya.

Negeri yang berpijak pada sekuler menjadikan keuntungan materi sebagai standar kebijakan. Lihatlah bagaimana miras justru dilegalkan di negeri ini. Miras yang jelas-jelas haram saja malah dilegalkan dengan alasan mampu menciptakan lapangan kerja dan memajukan ekonomi bangsa. Begitu pula pinjaman online pun dianggap legal jika sudah terdaftar di OJK, meski jelas termasuk riba yang diharamkan syariat. Alhasil, bukan mustahil judi online yang jelas-jelas haram bisa dilegalkan dengan alasan yang sama. Beberapa figur publik juga mulai mendukung pelegalan judi online dengan alasan bukan penipuan dan ada sisi hiburannya. Jelas, pola pikir seperti ini lahir dari cara pandang yang berbasis sekularisme. Paham ini memisahkan peran agama dalam kehidupan sehingga memberi ruang bagi berkembangnya aktivitas yang menyimpang.

Solusi Tuntas Islam atasi Judi Online

Negara dalam sistem islam wajib berpijak pada akidah islam sebagai standar kebijakan dan standar kehidupan yang akan diterapkan. Keharaman judi dan miras tergolong perbuatan setan yang harus dijauhi sebagai perbuatan setan. Sebagaimana firman Allah swt :

"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan." (QS Al-Maidah: 90).

Imam al-Dzahabi dalam al-Kabair menambahkan dalil haramnya berjudi dengan mengategorikannya sebagai memakan harta orang lain dengan cara batil. Allah Swt berfirman : "Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil." (Q.S Al-Baqaroh:188).

Tradisi judi termasuk tradisi jahiliyah. Dampak buruk yang ditimbulkan jauh lebih besar seperti menghambur-hamburkan harta, menghalangi zikir kepada Allah dan salat, juga menjadi penyebab timbulnya dosa yang lain seperti permusuhan, perkelahian, dan saling membenci.

Dalam pandangan Islam, solusi dari permasalahan judi online berkedok investasi ini bukan sekedar pemblokiran atau menetapkan peraturan parsial, melainkan bagaimana mengutamakan rasa takut setiap hamba kepada sang pencipta. Dengan begitu, orang-orang akan senanatiasa menjaga dirinya dari melakukan hal-hal yang tercela dan haram. Edukasi terhadap ketaatan kepada aturan Allah sangatlah dibutuhkan.

Mengatasi maraknya judi online di kalangan pelajar tidak cukup dengan nasihat dan ceramah kepada mereka. Perlu ada solusi mendasar dan komprehensif dengan penerapan sistem pendidikan islam, sistem pergaulan islam yang akan membentuk pola pikir dan pola sikap menjadi karakter orang yang bertakwa. Dalam kehidupan sekuler saat ini, mereka yang sudah tahu keharamannya pun cenderung abai karena tidak ada penjagaan serius bagi generasi dari segala perbuatan haram. Masyarakat islami pun akan memiliki standar pemikiran dan perasaan berlandaskan pada ridha Allah. Sehingga budaya amar ma'ruf nahi munkar akan menjadi habits/kebiasaan. Berbeda dengan masyarakat sekuler hari ini yang menjadikan materi sebagai standar kebahagiaan tanpa peduli halal haram.

Negara dalam Islam berkewajiban menjamin kebutuhan pokok rakyat dengan keadilan  penerapan sistem ekonomi islam yang mensejahterakan masyarakat. Kesejahteraan diharapkan dapat mengurangi minat kepada pinjol dan judol. Negara pun berkewajiban mencegah berbagai promosi di media online maupun offline terkait  perjudian , games, dan berbagai konten negatif yang merusak akhlak masyarakat. Ketegasan sistem sanksi islam pun wajib diterapkan karena bersifat pencegah dan penebus dosa di akhirat.

Pemberantasan judi adalah tanggung jawab bersama, baik individu, masyarakat, hingga negara. Karenanya semua harus saling bahu membahu untuk mencegah kemaksiatan dan berpegang teguh pada ketakwaan. Dari 'Abdullah bin Umar RA, Rasulullah SAW bersabda: "Ketahuilah setiap dari kalian adalah seorang pemimpin, dan kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpin. Penguasa yang memimpin orang banyak akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, setiap kepala keluarga adalah pemimpin anggota keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, dan isteri pemimpin terhadap keluarga suaminya dan juga anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap mereka, budak juga seorang pemimpin terhadap harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadapnya, ketahuilah, setiap kalian adalah bertanggung jawab atas yang dipimpinnya."

Sistem kehidupan kapitalisme sekuler telah terbukti menyuburkan berbagai kemaksiatan, termasuk maraknya judi online. Karenanya, sudah saatnya bangsa ini bertaubat kembali pada sistem islam yang Allah swt ridhoi. Cukuplah firman Allah swt sebagai peringatan : "Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?" (QS.Al-Maidah : 50)

Wallahu a'lam bish showab

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun