Mohon tunggu...
Herini Ridianah
Herini Ridianah Mohon Tunggu... Guru - write with flavour

pemerhati sosial dan pendidikan, guru les MIPA

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Kebijakan Timpang di Pulau Rempang

12 Oktober 2023   00:57 Diperbarui: 12 Oktober 2023   01:02 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: youtube.com/eputar kita TBA

 Ada tiga jenis kepemilikan tanah menurut islam.  Pertama, tanah yang boleh dimiliki oleh individu yaitu tanah pertanian atau ladang perkebunan. Kedua, tanah yang merupakan kepemilikan umum yaitu tanah yang didalamnya terdapat harta milik umum seperti tanah hutan, tambang dan berbagai infrastruktur umum. Islam melarang penguasaan atau privatisasi yang diberikan kepada korporasi atas tanah milik umum sebab hal tersebut akan menghalangi akses bagi orang lain untuk memanfaatkan tanah tersebut yang memicu terjadinya konflik. Ketiga adalah tanah milik negara yakni tanah yang tidak berpemilik atau tanah yang di atasnya terdapat bangunan milik negara. Tanah ini wajib dikelola oleh negara sepenuhnya.

Kepemilikan tanah di dalam Islam harus berjalan dengan pengelolaannya. Islam menetapkan bahwa ketika ditemukan suatu tanah yang tidak tampak ada kepemilikan seseorang terhadapnya, maka siapapun boleh memiliki tanah tersebut selama dia mau mengelolanya. Sebaliknya, ketika suatu tanah yang sah dimiliki seseorang namun sudah ditelantarkan hingga 3 tahun, maka hak kepemilikan atas tanah tersebut otomatis akan hilang dan menjadi milik negara. Pengaturan seperti ini akan menjaga kepemilikan seseorang atas tanah sekalipun tidak memiliki surat-surat tanah sebab kepemilikan itu sudah ditunjukkan dengan pengelolaan atas tanah tersebut. Sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu alaihi wassalam berikut:

"Siapa saja yang dulu sampai pada sebidang tanah, sementara belum ada seorang pun yang mendahuluinya maka tanah itu miliknya." (HR.Ath-Thabrani)

Namun, jika ditemukan tanah milik seseorang yang tidak digarap selama tiga tahun berturut-turut maka tanah tersebut akan hilang status kepemilikannya dan menjadi milik negara. Bahkan bagi yang merampas hak tersebut, akan mendapatkan ancaman yang sangat keras dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sebagaimana Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:

"Siapa saja yang mengambil sejengkal tanah secara zalim maka Allah akan mengalungkannya tujuh lapis bumi." (HR. Muslim)

Adapun jika negara ingin melakukan pembangunan di atas tanah milik warga maka negara harus mendapat izin dari warga yang bersangkutan. Jika warga menolak, negara tidak boleh memaksakan. Inilah pengelolaan tanah dan pembangunan dalam islam yang akan membawa kesejahteraan bagi rakyat.

Berkaca pada Keadilan Pemimpin Islam

Entah pada siapa lagi warga Rempang harus mengadu agar mendapat keadilan. Seolah tak ada pilihan lain bagi mereka untuk taat saja pada kehendak penguasa jika ingin selamat. Melansir CNBCIndonesia (13/9), Presiden menganggap kekisruhan di Pulau Rempang sebenarnya hanya masalah komunikasi, bisa diselesaikan di tempat, tanpa harus menunggu presiden. "Masa urusan gitu sampe Presiden," ungkapnya. Hal ini diungkapkan dalam acara Infrastructure Forum di The Kasablanka Hall, Kota Kasablanka(https://www.cnbcindonesia.com/news/20230913)

Sungguh sikap yang bertolak belakang dengan Khalifah Umar bin Khattab. Dikutip dari Republika.co, dalam sebuah kisah, Gubernur Mesir, Amru bin Ash bermaksud melebarkan bangunan masjid. Namun, lahan yang akan dijadikan sebagai bangunan masjid itu, terdapat lahan dan bangunan milik seorang Yahudi. Amru bin Ash berusaha membujuknya agar menjual tanah tersebut demi memudahkan pembangunan masjid. Namun, orang Yahudi itu bersikukuh menolak, sekalipun diganti dengan harga 15 kali lebih tinggi, hingga Amru bin Ash mengambil tindakan relokasi paksa.

Orang Yahudi yang bersedih itu kemudian mendatangi Khalifah Umar bin Khattab di Madinah dan mengadukan perbuatan Gubernur Mesir Amru bin Ash kepada Amirul Mukminin. Umar bin Khattab lalu memerintahkan si Yahudi mengambil sebuah tulang. Kemudian, Umar mengambil pedangnya dan membuat garis lurus di atas tulang tersebut. Setelah itu, Umar memerintahkan si Yahudi menyerahkan tulang itu kepada Amru bin Ash di Mesir.

Menerima tulang tersebut, Amru bin Ash bergetar ketakutan, lalu memerintahkan untuk menghentikan pembangunan masjid. Saat ditanya oleh si Yahudi yang heran melihat sikapnya, Amru bin Ash menerangkan makna di balik tulang dan garis lurus tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun