Jas Merah : Jangan Melupakan Sejarah Rempang
Sekilas bisa dikatakan, kebijakan hari ini adalah kebijakan yang  a historis, tidak mau tahu tentang bagaimana sejarah. Boleh jadi juga kebijakan hari ini adalah kebijakan yang menggambarkan betapa dominannya peran pengusaha oligarki. Kenapa? bahkan sejarah sudah menyatakan penduduk di Pulau Rempang ini adalah penduduk yang bertuah, penduduk yang punya keistimewaannya sendiri. Penduduk di sini adalah keturunan para Ksatria, prajurit Kesultanan, keturunan para pejuang.
Dalam sebuah diskusi yang di gagas oleh center strategic studies bertajuk "Investasi Asing dan Ancaman Eksistensi Melayu: Studi Kasus Pulau Rempang" (24/09). Prof Datok Abdul Malik budayawan melayu Serantau sekaligus Guru Besar FKIP-UMRAH membeberkan asal-usul masyarakat wilayah Rempang.
Menurut Pria peraih Anugerah Guru Cemerlang dari Kesultanan Perak, Malaysia ini bahwa kawasan Pulau Rempang pada masa silam juga merupakan kawasan dari Kerajaan Bintan-Temasik pada abad ke-12 yang wilayahnya mencakup seluruh Kepulauan Riau, Selatan Semenanjung Malaysia, dan Singapura serta penduduknya tersebar di sepanjang wilayah pesisir. "Ini merupakan cikal-bakal nenek moyang masayrakat melayu Rempang-Gelang," ungkapnya.
Datok Malik menceritakan bahwa pada perang melawan Portugis pada tahun 1512, 1523, 1524, dan 1526 misalnya pasukan laksamana Hang Nadim berasal dari masyarakat Rempang. Pada masa pemerintahan Sultan Sulaiman, Nenek moyang masyarakat Rempang merupakan merupakan bagian dari pasukan Petikaman atau prajurit terdepan dalam perang Riau pertama ( 1782-1784 ) yang dipimpin oleh Raja haji IV (Pahlawan Nasional RI, 1997) melawan Belanda dan dimenangi Kesultanan Riau Lingga, tahun 1782 sampai 1784 itu terjadi perang Riau pertama. Kemudian Datok Malik menyebut terdapat perang Riau ke-II (1784-1787) dengan Belanda yang dipimpin oleh prajurit Sultan Riayat Syah (Pahlawan nasional Gerilya Laut RI, 2017) kembali dimenangkan Kesultanan Riau Lingga. (https://edura.unj.ac.id/edura-news/?).
Bahkan, mengutip Kitab Tuhfat An- Nafis karya Raja Ali Haji (terbit perdana tahun 1890) Ustaz Abdul Somad (UAS) dalam unggahan Instagramnya menyebut bahwa penduduk Pulau Rempang, Galang, dan Bulang adalah keturunan dari prajurit Kesultanan Riau Lingga, yang sudah mendiami pulau-pulau tersebut sejak tahun 1720 M di masa pemerintahan Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah I.
Jadi sekali lagi, sangat tidak benar a historis kalau dikatakan itu adalah lahan kosong tanah tak bertuan. Maka kebijakan timpang Rempang Eco-City sungguh melukai hati rakyat Rempang, karena betapa tega pemerintah yang seharusnya menghargai jasa nenek moyang mereka yang berjasa besar pada negeri ini mengusir penjajah Belanda, justru atas nama investasi tega memaksakan relokasi.
Konsep Pembangunan dalam IslamÂ
 Berbeda dengan sistem Kapitalisme sekuler yang lebih berpihak pada para kapitalis (pemilik modal), maka pembangunan dalam Islam harus mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagai wujud tanggung jawab negara pengurus rakyat (ro'in). Rasulullah Saw bersabda:  "Imam atau khalifah adalah roin atau pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Al-Bukhari)
 Berdasarkan hadis tersebut, negara dalam Islam harus hadir secara benar di tengah masyarakat yang sesuai dengan aturan Allah Swt. sebagai penanggung jawab seluruh urusan rakyatnya melalui penerapan syariat Islam pada seluruh aspek kehidupan. Karena fungsi dari pelaksanaan hukum syariat adalah mencegah dan mengantisipasi munculnya masalah dan konflik di tengah kehidupan manusia juga menyelesaikan berbagai masalah yang terjadi dengan penyelesaian yang paling adil.
Pembangunan dalam Islam hanya ditujukan untuk kemaslahatan rakyat. Lahan-lahan yang digunakan dalam pembangunan pun dikembalikan pada status lahan yang mengikuti konsep pengaturan tanah dalam Islam. Islam menegaskan bahwa setiap lahan atau tanah sudah memiliki status kepemilikan yang ditetapkan oleh Allah Swt.