Penyebaran LGBT yang massif berdampak luar biasa. Secara sosial terkikisnya budaya amar makruf nahi munkar. Pada awalnya semua orang tidak bisa menerima perilaku LGBT, karena termasuk dosa besar dan bertentangan fitrah. Tapi karena kampanye massif, sikap penolakan dan kecaman tersebut semakin luntur.Â
Anggapan bahwa itu dosa juga semakin menipis. Jadilah karena racun HAM dan liberalisme masyarakat jadi semakin individualis, egois memikirkan kesenangan sendiri dan tidak peduli masyarakatnya  rusak dan generasi masa depannya terancam punah.
Sangat wajar jika ada seorang  ibu rumah tangga yang mengajukan gugatan ke MK, karena kekhawatirannya melihat dampak bahaya LGBT . Sebagaimana diungkapkan oleh Maneger Nasution selaku Komisioner Komnas HAM RI : "Bahaya sosial LGBT adalah rusaknya tatanan sosial masyarakat. Secara demografi akan menutup pertumbuhan umat manusia. Secara politik, LGBT  melampaui politik keadaban bangsa. Secara kesehatan, LGBT lebih rentan merusak organ reproduksi".(Media Umat, Edisi 159).Â
LGBT pun rentan menjadi penyebaran virus HIV/AIDS yang mematikan. Lebih jauh lagi, perbuatan LGBT Â melanggar norma agama manapun. Dalam islam, jelas hukumnya haram dan dilaknat Allah SWT.
Dukungan Asing
Hak-hak LGBT telah diakui oleh deklarasi PBB tahun 2008. Maka wajar, disadari atau tidak, negeri-negeri muslim, terutama Indonesia sebagai negeri muslim terbesar menjadi sasaran empuk penyebaran budaya liberal nan rusak dunia barat. Nampak jelas, LGBT sudah menjadi salahsatu alat politik Barat dalam menjajah masyarakat muslim yang dibahanbakari oleh industri kapitalis dan lifestyle hedonis yang sejalan dengan sistem nilai sekuler dan liberal.
AS bahkan secara serius mendanai program baru bernama "Being LGBT in Asia" yang diluncurkan UNDP dengan pendanaan US$ 8 juta dari USAID yang sudah dimulai Desember 2014 hingga September 2017. Program ini fokus beroperasi di Asia Timur dan Asia Tenggara khususnya di Cina, Indonesia, Filipina, dan Thailand, dengan tujuan meminimalisir kendala bagi kaum LGBT untuk hidup di tengah masyarakat.Â
Program berbahaya ini juga aktif dalam memberdayakan jaringan LGBT di lapangan untuk mengokohkan eksistensi mereka secara structural dan kultural di negeri-negeri sasaran.
Pada 2013 lalu, lembaga internasional itu mengadakan dialog dengan kalangan LGBT di Bali. Dari dialog itu terungkap ada dua jaringan nasional LGBT dan 119 organisasi yang berada di 28 provinsi di Indonesia.Â
USAID mendesak pemerintah untuk mengakui keberadaan mereka, Â menghapuskan diskriminasi atas mereka, dan mengarusutamakan HAM dalam masalah LGBT ini. Jangan sampai, atas nama HAM, negeri muslim ini ikut latah melegalisasi pernikahan sesama jenis. Naudzubillahimindzalik.
Stop