Masing-masing dari kami diberi kesempatan mengeluarkan uneg-uneg dan kesan selama trip. Saya berkata bahwa ini 'priceless' dan akhirnya bisa merasa dekat dengan WWF. Dulu sewaktu kuliah sempat berkeinginan untuk kerja di WWF, namun ternyata lebih dahulu dipinang TV7. Ingin lagi rasanya diberi kesempatan mengunjungi taman nasional atau daerah kecil lain di 'belantara' Indonesia.
Saya dan para supporter diberi kenangan berupa gajah kecil dari kayu kelapa. Pak Klass sendiri yang memberikan dan ia menyalami saya sambil mendoakan sukses untuk project-project saya, amiin...
Di bandara, ada perasaan sedih meninggalkan Lampung. Entah kapan saya bisa mengunjungi taman nasional lagi. Dengan total 51 taman nasional, harusnya saya bisa mengunjunginya secara berkala bergantian. Perasaan yang sama selalu saya alami tiap kali mengunjungi kota kecil, bahwa orang bisa hidup dengan segala keterbatasan. Adalah kreatifitas dan kemauan yang membuat mereka mampu melewatinya. Karena gak ada listrik mereka mengoptimalkan micro-hydro, karena jauh dari mana-mana maka salah satu keluarga di Sedayu memaksimalkan tanahnya untuk sayur, tanaman dapur, juga pelihara entok, ayam, dan itik. Kita bisa sebenarnya hidup tidak harus di kota atau daerah satelitnya. Salah satu cita-cita saya antara 10 atau 15 tahun lagi ya itu, tinggal di luar kota besar.
Dengan pesawat Garuda Indonesia, kami menuju Jakarta dan kembali ke kehidupan rutin dengan kemacetan dan berita politik yang diselingi kabar kekerasan. Saya berterima kasih pada WWF untuk pengalaman berharga ini, semoga petualangan seru kembali terjadi.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H